Kampung Engkle, Tebarkan Wawasan Internasional Melalui Engkle

Kampung Engkle, Tebarkan Wawasan Internasional Melalui Engkle
info gambar utama

Permainan tradisional tidak akan pernah hilang dan jauh dari aktivitas sebuah perkampungan. Dulu, permainan tradisional pada era 1970-1990-an sangat ramai dan viral tentang permainan tradisional.

Mulai dari engkle, lompat tali, petak umpet, boy-boyan, egrang bambu, egrang batok kelapa, patil lele dan permainan tradisional lainnya. Seakan-akan permainan tradisional menjadi permainan wajib untuk dimainkan setiap hari dan tidak ada henti-hentinya.

Bahkan dulu sempat mengenal istilah musim, seperti sekarang musim layangan. Orang tua dan anak-anak juga berlomba-lomba untuk menghias layangan yang layangannya ditambahi ekor sebagai pertanda bahwa layangan tersebut milik anak-anak.

Sebuah kampung di Surabaya yang beralamatkan Jalan Sidotopo Wetan Baru VB Kecamatan Kenjeran ini, terdapat aktivitas-aktivitas permainan tradisional. Bahkan tak tanggung-tanggung, kampung tersebut digambari dengan ragam jenis engkle sebanyak delapan.

Engkle tersebut terdiri dari Indonesia, Prancis dan Korea. Engkle Indonesia ada Engkle Gunung, Engkle Pesawat, Engkle Kitiran, Engkle Saruk dan Engkle Rok, sedangkan 3 engkle lainnya dari asia yang diwakili oleh Korea bernama Biseokchigi dan dataran Eropa bernama Rocket Hopscotch.

Ada pula engkle dari Paris, Prancis bernama Escargot yang artinya siput karena memang gambar engkle escargot menyerupai siput.

Delapan engkle ini dikerjakan oleh 3 pemuda dari kampung Sidotopo sendiri, mereka bernama Mustofa Sam, M. Hasan Basri dan Muhammad Effendi. Pada proses pengerjaannya juga dibantu oleh beberapa warga setempat. Ini dikerjakan selama tiga hari.

"Jam 21.00 mulai ngerjakan, selesainya subuh" kata Hasan yang mempunyai satu anak. Pengerjaannya tentu dengan santai dan menyenangkan karena mengambil waktu di malam hari agar tidak ada kendaraan yang melewati saat proses pengecatan.

"Saat mengerjakan, lalu ada motor lewat terus catnya terinjak padahal masih basah," kenang Ppendik saat mengecat engkle, sapaan akrab dari Muhammad Effendi.

Ide ini muncul dari Mustofa Sam atau yang akrab disapa dengan Cak Mus. Pada dasarnya, permainan tradisional berupa engkle ini ada di berbagai daerah, kota, provinsi hingga manca negara. Harapannya bisa mengedukasi anak tentang permainan tradisional dan sekaligus mengenalkan tentang negara lain.

Membuka wawasan internasional melalui konsep bermain akan lebih senang dan menyenangkan bagi anak-anak. Anak-anak dan masyarakat bisa mengenal Korea, Paris, Eropa dan khususnya Indonesia sendiri, sehingga secara jumlah engkle pun yang paling banyak adalah Indonesia.

Tak hanya itu saja, selain engkle ada satu rumah yang digambari tetris. Sebuah permainan jadul tentang susun menyusun benda. Di permainan ini bisa digunakan untuk mengedukasi warna, bentuk dan berhitung.

Misalnya, berapa banyak bentuk tetris yang berhuruf l warna biru? Anak akan melihat sekelilingnya untuk menghitung bentuk tetris berhuruf l dan berwarna biru. Ini juga bisa dikembangkan menjadi "berapa jumlah l huruf biru ditambah jumlah l huruf kuning?", ini hanya sebagai alternatif menu pendidikan untuk anak-anak dengan konsep bermain.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini