Tambah Pengetahuan! Ini 9 Bangunan Bernuansa Tiongkok di Semarang

Tambah Pengetahuan! Ini 9 Bangunan Bernuansa Tiongkok di Semarang
info gambar utama

Menilik sejarah kota Semarang memang tidak bisa lepas dari peranan etnis Tiongkok yang datang ke Indonesia berabad tahun silam terutama untuk tujuan berdagang. Salah satu bukti sejarah yang nyata adalah keberadaan Perkampungan Cina atau Pecinan di Semarang yang berlokasi di sekitar daerah Pekojan dan Petudungan.

Sebelumnya, perkampungan Cina ini berlokasi di Gedong Batu namun pasca pemberontakan etnis Cina di Batavia yang merembet hingga ke timur, pemerintah VOC memindahkan lokasinya ke jalan Beteng hingga Kali Semarang.

Derah Pecinan dibagi sesuai dengan arah mata angin, yaitu Pecinan Wetan (gang pinggir), Pecinan Tengah (Gang tengah), Pecinan Kulon (Gang Baru), dan Pecinan Lor (Gang Warung). Di Pecinan sendiri terdapat sekitar 10 klenteng, namun di daerah lain di Kota Semarang pun bisa juga kita temukan bangunan klenteng yang digunakan untuk ibadah umat Budha, atau Konghucu, atau Aliran Tao, atau bahkan ketiganya (Tri Dharma).

Nah, kebetulan saya berkesempatan mengunjungi satu persatu klenteng yang tersebar di kota Semarang, dari Pecinan, Gedong Batu, Kebon Jeruk, sampai di daerah selatan Kota Semarang,

Kuan Cu Gee yang dikenal sebagai dewa kesabaran. Masing-masing klenteng biasanya memiliki ‘tuan rumah’ beserta Sien Bing (dewa atau para suci yang dipuja) masing-masing. Seperti di Klenteng Tay Kak Sie dengan tuan rumah Kwan See Im Po Sat atau kita lebih familiar dengan sebutan Dewi Kwan Im, serta beberapa Sien Bing yang mewakili masing-masing permohonan atau doa antara lain untuk kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

1. Klenteng Siu Hok Bio / Cap Kau King (1753)

Klenteng Siu Hok Bio via hellosemarang.com
info gambar

Klenteng Siu Hok Bio merupakan klenteng yang tertua di Kota Semarang. Dibangun sekitar tahun 1753 Semarang di Jalan Wotgandul Timur no 38, Pecinan Semarang. Klenteng Siu Hok Bio merupakan ungkapan syukur atas rezeki yang didapat masyarakat sekitar Wotgandul yang dahulu terkenal cukup makmur.

Di sini dikenal ada tiga Sien Bing yaitu Hok Tek Tjeng Sien yang merupakan dewa utama dalam ajaran Taoisme. Altarnya berada di dalam ruangan utama menghadap pintu masuk. Sedangkan di sisi kiri dan kanan altar utama terdapat altar pemujaan untuk Kwan Sing Tee Koen dan Kwan See Im Po Sat.

2. Klenteng Tek Hay Bio (1756)

Klenteng Tek Hay Bio via netsains.com
info gambar

Klenteng Tek Hay Bio didirikan pada tahun 1756 dan merupakan klenteng tertua kedua di Semarang setelah Klenteng Siu Hok Bio. Klenteng Tek Hay Bio ini dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Klenteng Sinar Samudra, dan merupakan salah satu Klenteng Tri Dharma di Semarang (untuk umat Budha, Kong Hu Cu, dan Aliran Tao).

Klenteng ini merupakan satu-satunya klenteng di Semarang yang memuja dewa setempat yaitu Kwee Lak Kwa yang dianugerahi gelar Tek Hay Tjin Djien. Bahkan yang pertama di Indonesia, karena setelah itu baru muncul klenteng serupa di Indramayu, Jakarta, Tegal, dan lain-lain.

Kwee Lak Kwa merupakan seorang pahlawan dalam perang melawan Belanda di Batavia tahun 1740 yang juga dipercaya memiliki kemampuan untuk menolong sesama manusia. Klenteng Tek Hay Bio ini berlokasi di Gang Pinggir no 105-107, masih satu arah jalan dengan Gedung Rasa Dharma (Boen Hian Tong).

3. Klenteng Tay Kak Sie (1771)

Klenteng Tay Kak Sie via hellosemarang.com
info gambar

Menurut tahun didirikannya, Klenteng Tay Kak Sie ini merupakan klenteng tertua ketiga yang ada di pecinan Semarang. Klenteng Dewi Kwan Im ini selain sebagai klenteng induk bisa dibilang klenteng yang paling terkenal di Semarang.

Areanya pun sangat luas jika dibandingkan dengan klenteng lainnya di Pecinan. Ada belasan Sien Bing yang dipuja di Klenteng Tay Kak Sie, bagi Tri Dharma, yaitu umat Budha, Konghu Chu, dan Aliran Tao, yang terbagi menjadi tiga area yaitu bagian utama untuk tuan rumah, dan sisi utara dan selatan.

Sien Bing yang dipuja di sini antara lain Kiang Cu Gee (dewa kesabaran), Thay Sang Lau Cin (dewa keadilan), Djing Tjoe Tjo Soe (dewa samudera), dan lain-lain. Dewa-dewi yang dipuja di sini merupakan dewa-dewi yang paling tua. Sedangkan tuan rumahnya adalah Kwan Im Po Sat atau Dewi Kwan Im.

4. Klenteng Tong Pek Bio (1782)

Klenteng Tong Pek Bio via barickly.com
info gambar

Klenteng ini berada di Jalan Gang Pinggir dan sudah terdaftar pada Bangunan Cagar Budaya yang dilindungi di Kota Semarang. Sien Bing yang dipuja di Klenteng ini antara lain Hok Tek Tjeng Sien (Dewa Bumi) sebagai tuan rumah atau dewa utama, Kwan Sing Tee Koen (Dewa Perang), Kwan See Im Po Sat (Dewi Kwan Im), Jai Seen Ya (Dewa kekayaan), dan Kong Tek Cun Ong (Dewa Pelindung). Di sisi luar ada meja dan kursi yang ditata rapi, biasanya digunakan umat untuk sembahyang arwah. Klenteng Tong Pek Bio ini didirikan pada tahun 1782.

5. Klenteng Hoo Hok Bio (1792)

Klenteng Hoo Hok Bio via netsains.com
info gambar

Klenteng Hoo Hok Bio yang didirikan pada tahun 1792 ini pada awalnya dibangun di atas tanah lapang yang berumput oleh para saudagar kain yang tinggal di Pecinan bagian utara, maka dari itu banyak juga yang menyebutnya sebagai Klenteng Perumputan. Namun jika kita berkunjung ke sana sekarang, bangunannya sudah dikelilingi pemukiman warga, akses ke sana pun harus melalui gang yang cukup kecil melalui Jalan Gang Warung.

Banyak simbol tridharma yang bisa kita temukan di sini. Seperti gambar Yin dan Yang di halaman depan pintu masuk, sebagai lambang ajaran Taoisme. Di sisi kanan bangunan juga bisa ditemukan prasasti-prasasti bertuliskan huruf Cina yang menempel di dinding.

Satu hal yang terlihat jelas adalah lukisan relief yang sangat besar di dinding luar yang menggambarkan tiga tokoh: kakek-kakek dengan tongkat, seorang kaisar berjenggot panjang, dan seorang yang sedang menggendong anak. Lukisan relief tersebut merupakan simbol kesejahteraan, keberuntungan dan umur panjang (dari kanan ke kiri), atau lebih dikenal sebagai tiga dewa Fu Lu Shou yang populer dalam kultur tradisional Cina.

6. Klenteng Tan Seng Ong / Wie Hwie Kiong (1814)

Klenteng Tan Seng Ong via Hellosemarang.com
info gambar

Klenteng Wie Hwie Kiong didirikan pada tahun 1814 dan merupakan klenteng yang terbesar yang ada di area Pecinan Semarang. Lokasinya tidak jauh dari Klenteng See Hoo Kiong

7. Klenteng Ling Hok Bio (1866)

Klenteng Ling Hok Bio via seputarsemarang.com
info gambar

Klenteng Ling Hok Bio ini juga berada di bawah naungan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD). Berlokasi di jalan Gang Pinggir, klenteng ini sudah dibangun sejak 1866. Adapun Sien Bing yang dipuja di sini antara lain Hok Tek Tjeng Sien (Dewa Bumi) sebagai tuan rumah atau dewa utama, Kwan Seng Tek Kun (Jenderal Perang), Jay Seen Ya (Dewa kekayaan), Hian Thian Siang Tee (Dewa Langit Utara), dan Kwan Im Po Sat (Dewi Kwan Im). Sekilas memang dewa-dewa yang ada di klenteng Ling Hok Bio ini banyak yang sama dengan yang ada di Klenteng Tong Pek Bio.

8. Klenteng See Hoo Kiong (1881)

Klenteng See Hoo Kiong
info gambar

Klenteng See Hoo Kiong berlokasi di Jalan Sebandaran I, Pecinan Semarang. Bangunan ini pernah mendapatkan penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Semarang sebagai Bangunan Keagamaan Terbaik pada tahun 2005.

Yang menarik adalah warna dinding bangunan yang berbeda. Kalau klenteng kebanyakan yang saya datangi warna dominannya merah, di Klenteng See Hoo Kiong kental nuansa coklat. Klenteng ini awalnya untuk ibadah marga Liem namun pada perkembangannya terbuka untuk umum.

9. Klenteng Hian Thian Siang Tee Bio (1905)

Klenteng Hian Thian Siang Tee Bio
info gambar

Klenteng ini lebih dikenal dengan nama klenteng Grajen, dan merupakan klenteng paling muda yang ada di Pecinan Semarang. Klenteng Grajen merupakan klenteng pengobatan, dewa-dewa yang dipuja di sini kebanyakan adalah dewa kesehatan.

Ketika masuk kita disambut oleh dua patung Dewa Pintu yaitu Qin Qiong (di sisi kanan) dan Yuchi Gong (di sisi kiri). Umat yang beribadah di sini biasanya memohon nasihat perihal resep untuk berbagai penyakit atau tentang nasib. Ada 120 macam resep dan 50 jenis nasib yang disediakan di sana.

Di antara klenteng yang saya kunjungi di pecinan, klenteng Grajen menurut saya memiliki interior yang menarik. Kerangka kayunya masih terlihat jelas, ditambah lampu gantung klasik bergaya eropa dengan lampion-lampion yang digantung di sekitarnya. Di atap juga terdapat tambur (bedug) yang biasanya dibunyikan saat perayaan Sen Ji (ulang tahun) atau Cap Go (Imlek).


Catatan kaki: Hello Semarang | Netsains | Barickly

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini