Tari Dolalak, Lahir dari Perlawanan Kolonial Belanda

Tari Dolalak, Lahir dari Perlawanan Kolonial Belanda
info gambar utama

Setiap daerah di Indonesia memiliki beberapa tarian khas. Salah satu daerah yang memiliki tarian tradisional yang khas adalah Purworejo. Tarian tradisional yang berasal dari Jawa Tengah ini terinspirasi dari pesta para serdadu Belanda pada masa lalu, namanya adalah Tari Dolalak.

Purworejo memiliki sejumlah tarian yang mengikat masyarakat dengan nilai-nilai sejarah penting. Tarian Dolalak yang sudah dipentaskan selama ratusan tahun hingga kini masih bertahan sebagai unsur yang sangat penting bagi kesenian lokal Purworejo.

Tari Dolalak merupakan simbol kebudayaan masyarakat Purworejo yang berusia ratusan tahun. Tari ini biasa dimainkan oleh beberapa penari pria atau wanita dengan mengenakan seragam prajurit.

Nama “Dolalak” sendiri diambil dari not “Do” dan “La”, karena pada asal mula munculnya tarian ini hanya diiringi dengan alat musik dengan menggunakan dua nada saja.

Tarian ini tercatat sudah lahir sejak masa kolonial Belanda. Proses penciptaannya pun tergolong unik. Biasanya kebanyakan tarian tradisional khas daerah datang dari kisah-kisah agung dan spiritual. Namun, lain halnya dengan Tari Dolalak, gerak tarian ini lahir dari peniruan aktivitas serdadu Belanda yang pada masa lalu gemar sekali berdansa di kala sedang beristirahat dan minum-minuman keras.

Tari Tunggal Dolalak | Foto : PesonaIndonesia
info gambar

Aktivitas tersebut, kemudian ditiru oleh kaum pribumi dan kemudian terciptalah tarian Dolalak dengan gerakan yang sederhana dan berulang-ulang. Awalnya, tarian ini hanya dipentaskan pada acara tertentu saja seperti syukuran, sunatan, dan hajatan. Kemudian, sekitar tahun 1940 Tari Dolalak dikembangkan sebagai misi keagamaan dan politik untuk memerangi pasukan Belanda.

Tarian Dolalak biasanya dipentaskan pada malam hari dan berlangsung selama semalaman suntuk, yang bertujuan untuk memeriahkan acara.

Seiring berkembangnya zaman, Tari Dolalak sudah banyak dimodifikasi agar lebih menarik dan dapat terlepas dari budaya Belanda yang masih merekat pada tarian tersebut. Pengembangannya sendiri terlihat dari musik pengiring, lagu yang dibawakan, gerakan tari, serta kostum yang digunakan.

Gerakan dalam tarian ini merupakan gerak keprajuritan yang didominasi dengan gerakan yang kompak dan dinamis. Namun, yang menjadi ciri khas dari Tari Dolalak ini adalah gerakan “kirig”, yaitu gerakan bahu yang sangat cepat pada saat-saat tertentu.

Dalam gerakan yang ada pada Tari Dolalak memiliki istilah yang bermacam-macam, seperti pada gerakan kaki mempunyai istilah seperti adeg, tanjak, hayog, sered, mancad, jinjit, dan sepak. Sedangkan pada gerakan tangan memiliki istilah ngruji, teweng, gregem, bapangan, wolak walik, dan tangkisan serta masih banyak istilah-istilah pada gerakan tubuh lainnya.

Tari Dolalak Berkelompok | Foto : Pesonaindonesia
info gambar

Kostum yang digunakan pada Tari Dolalak biasanya menggunakan baju lengan panjang dan celana pendek berwarna hitam dengan corak yang khas dengan berwarna keemasan pada bagian dada dan punggung. Pada bagian kepala biasanya menggunakan topi pet hitam disertai dengan hiasan bulu-bulu yang berwarna-warni. Tidak lupa pula pada bagian kaki menggunakan kaos kaki dan juga ikat pinggang.

Kostum yang digunakan pada Tari Dolalak ini juga telah mengalami modifikasi, salah satunya adalah celana pendek yang pada awalnya di atas lutut, kemudian dimodifikasi sampai bawah lutut.

Dalam perkembangannya, Tari Dolalak tidak lepas dari perhatian pemerintah Kabupaten Purworejo dengan memperkenalkan tarian tersebut di berbagai acara. Selain itu, Tari Dolalak di jadikan mata pelajaran khusus bagi Pendidikan dasar agar regenerasi yang ada tidak melupakan tarian khas ini.

Bukan hanya terkenal di Jawa Tengah saja, Tari Dolalak sudah sering mewarnai penggung pentas kesenian tingkat nasional lho! Keren, bukan?

Catatan kaki: PesonaIndonesia | NegerikuIndonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini