Jagung Pelangi, Inovasi Tani Asal Indonesia

Jagung Pelangi, Inovasi Tani Asal Indonesia
info gambar utama

Jagung merupakan salah satu hasil tani yang tak asing di telinga masyarakat Indonesia, bahkkan tanaman ini sering menjadi alternatif karbohidrat untuk menggantikan nasi. Luki Lukmanulhakim merupakan pria 45 tahun asal Kampung Lebak Saat, Desa Cirumput, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat. Ia sukses mebudidayakan jagung degan warna-warna unik.

Inovasi budidaya jagung dilakukan Lukki dengan menanam jenis gem corn rainbow di lahan seluas tiga hektar.Saat ini Luki berhasil mengembangkan variasi warna jagungnya hingga dua belas warna.

Berbagai warna yang dihasilkan terlihat seperti kuning corak kehitaman, biru tua, hingga ada yang bercampur seperti batik Hasil tersebut berasal dari empat benih berwarna merah ungu, hitam dan putih yang sebelumnya ia beli di toko online.

Berbagai kelebihan jagung pelangi

Selain unik jagung berbagai warna hasil inovasi Luki juga memiliki keunggulan yang menguntungkan. Menurut penjelasan Luki pada tempo.co ia mencoba menanam jenis jagung tersebut karena banyak refrensi yang menjelaskan kandungan warna jagung yang baik bagi kesehatan. Salah satu contohnya adalah jagung bulir hitam yang baik dikonsumsi oleh penderita diabetes.

Selain fungsi kesehatan, jenis jagung tersebut juga memiliki waktu tanam yang relatif singkat dan perawatan yang tidak rumit. Jika jagug pada umumnya menghabiskan waktu 120 hari atau tiga sampai empat bulan untuk di panen, jagung yang dibudayakan oleh Luki tersebut bisa panen sekali dalam sebulan.

Walaupun masa panennya terhitung cepat jagung pelangi memiliki nilai jual yang tinggi. Berbeda dengan jagung biasa yang umumnya hanya mencapai harga jual RP 2.000 per-kilogram, jagung pelangi bisa mencapai harga hingaRp. 9000 per-kilogram. Tak hanya itu harga jual per-butirnya pun bisa mencapai Rp 500.

Cara menanam yang diterapkan

Dilansir dari kompas.com dalam penanaman yang ia lakukan Luki menerapkan sistem biodynamic farming yang melibatkan aspek ekologi, nilai-nilai spiritual dan memperhatikan kearifan lokal sekitar lokasi kebun.

Luki Lukmanulhakim di kebun tempatnya melakukan rekayasa genetik pada jagungnya | foto: kompas.com
info gambar

Dalam proses menanam, Luki mengaku lebih banyak memakai pupuk kompos atau organik. Hal tersebut dilakukan agar erosi tidak mudah terjadi ketika hujan. Ia juga kerap menanami tanaman pembatas dengan warna tanaman yang mencolok dari jagung atau bunga.

Terkait nilai spiritual yang diterapkan Luki dalam kebunnya, biasanya ia mulai dengan bersikap baik di area perkebunan. Bentuk-bentuk sikap tersebut diantaranya dilakukan dengan mengucapkan kata-kata positif atau salam di kebun, bekerja sambil berdoa dan menghindari kata kotor dengan mengedepankan pikiran-pikiran positif.

Adat-adat yang sudah sangat umum pun dilakukan untuk mendukung lingkungan kerja yang positif. Ia selalu menghargai lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah dan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kerja.

Hasil yang tak terduga

Karena keunikannya kebun Luki hingga kini kerap dijadikan destinasi wisata. Tak hanya itu, baru-baru ini Luki sempat diundang sebuah perusahaan agrobisnis asal Malaysia untuk berbagi pengalaman terkait inovasi yang ia lakukan.

Luki Lukmanulhakim saat diundang ke Terengganu, Malaysia | foto: kompas.com
info gambar

Dalam kunjungannya selama lima hari ke Malaysia tepatnya di Terengganu, ia berbagi pengalaman dengan pejabatan kementrian pertanian, pejabat otoritas setempat hingga doktor dan professor dari Universitas Maritim Terrengganu.

Ia pun tak hanya diminta untuk berbagi soal jagung pelanginya namun juga konsep pertanian yang dilakukanya.

Diakui Luki pada kompas.com ia juga akan melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan asal Selangor, Malaysia dengan konsentrasi pada bidang agroedukasi yang penandatanganan MoU-nya akan dilakukan dalam waktu dekat ini.

Sumber: kompas.com | tempo.co | kompas.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini