Karya Sineas Lokal yang Tampil di Busan International Film Festival

Karya Sineas Lokal yang Tampil di Busan International Film Festival
info gambar utama

BIFF ( Busan International Film Festival) merupakan festival tahunan yang diselenggarakan di Haeundae-gu dan berlangsung pada tanggal 3-12 Oktober 2019. Festival ini memiliki visi untuk mengenalkan film-film baru karya sutradara muda yang berasal dari wilayah sekitar negara Asia.

Festival Film Busan ini akan digelar di lima bioskop, termasuk Busan Cinema Center, Busan, 450 kilometer tenggara Seoul, yang menampilkan 303 film dari 85 negara.

Sebanyak 120 film, termasuk 97 film feature, akan tayang perdana di BIFF. Dan, karya-karya terbaru dari para pembuat film ternama yang memenangi penghargaan akan menjadi sorotan di BIFF.

Dibuka dengan film berjudul The Horse Thieves. Roads of Time garapan sineas dari Kazakhtan, Yerlan Nurmukhambetov. Film bertemakan drama keluarga yang megisahkan relasi antara ayah dan anaknya. Festival ini juga menampilkan "Moonlit Winter" sebuah melodrama karya sutradara Lim Dae sebagai penutup Busan International Film Festival.

Dengan banyaknya penayangan film Asia yang ditayangkan, agenda tahunan ini juga turut menghadirkan beberapa karya anak bangsa lo, berikut beberapa karya yang turut meramaikan festival ini:

  1. The Science of Fictions (Hiruk-pikuk Si Al-Kisah)

Film terbaru sutradara Yosep Anggi Noen, 'The Science of Fictions'

Film karya sutradara, Yosep Anggie Noen akan tayang dalam program “A Window on Asian Cinema”. Program ini menunjukkan karya-karya sineas berbakat yang dianggap menjadi tren baru di Asia. Sebelumnya film ini telah tayang perdana dan memenangkan Special Mention Award di Locarno International Film Festival.

“The Science of Fictions” sendiri memiliki cerita tentang seorang pemuda di pelosok Yogyakarta bernama Siman yang melihat pengambilan gambar pendaratan manusia di bulan oleh kru asing di Pantai Parangtritis, Yogyakarta di tahun 60-an. Ia kemudian ditangkap dan dipotong lidahnya. Setelah itu Siman menjalani hari-harinya dengan selalu bergerak slow-motion seperti astronot di ruang angkasa. Penduduk desa menganggap Siman gila, karena ia membangun bangunan mirip roket di belakang rumahnya.

Film ini melibatkan actor Gunawan Maryanto, Yudi Ahmad Tajudin, Lukman Sardi, Ecky Lamoh, Alex Suhendra, Asmara Abigail, Marissa Anita, dan Rusini.

  1. Tak Ada yang Gila di Kota Ini (No One is Crazy in This Town)

Tak Ada yang GIla di Kota Ini

Cuplikan film Tak Ada Yang Gila di Kota Ini karya Wregas Bhanuteja (source; instagram/wregas_bhanuteja)

Film adaptasi dari cerita pendek karya Eka Kurniawan ini di sutradarai oleh Wregas Bhanuteja. Tak Ada yang Gila di Kota Ini turut berkompetisi dalam program Wide Angle: Asian Short Film Competition di Busan International Film Festival (BIFF) ke-24 pada 3-12 Oktober 2019 di Busan, Korea Selatan. Film pendek yang diproduseri Adi Ekatama dari Rekata Studio ini juga akan melakukan World Premiere di salah satu festival film terbesar di Asia tersebut.

Cerita ini sebelumnya telah diterbitkan dalam buku Cinta Tak Ada Mati (2018) mengisahkan tentang Bos salah satu hotel besar di kota memerintahkan Marwan (Oka Antara) dan teman-temannya untuk mengangkut semua orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang masih berkeliaran di jalan dan diasingkan ke hutan Beralasan karena kehadiran orang-orang itu merusak wajah kota, ternyata Marwan punya rencana rahasia.

Film yang berdurasi 20 menit ini, dibintangi oleh sejumlah actor yaitu Oka Antara, Sekar Sari, Pritt Timothy, Kedung Darma Romansha, dan Jamaluddin Latif.

Dalam memproduksi film pendek pertamanya, Rekata Studio bekerja sama dengan Studio Batu, Labide Films, serta Aftertake Post Production yang berdomisili di Yogyakarta. Film pendek ini juga didukung oleh Focused Equipment, FixIt Works Indonesia, dan Synchronize Sound-Post Audio.

  1. Aladin

Aladin by Sing Hwat Tan

Cuplikan film Aladin 1953 karya Sing Hwat Tan (source; Busan International Film Festival)

Film ini merupakan karya yang dirilis pada 1953 oleh rumah produksi Golden Arrow, disutradari oleh Sing Hwat Tan. Dalam festival berikut film berikut memasuki nominasi Golden Classic bersama dengan empat film klasik mancanegara. Meskipun berbeda dengan Disney Aladin, film ini menunjukkan bahwa pada waktu Indonesia menggunakan efek khusus dalam pengerjaannya. Pengerjaan restorasi film berdurasi 88 menit tersebut dilakukan Lisabona Rahman bersama dua rekannya. Mereka melakukan akuisisi digital, pemindaian, membersihkan, dan akhirnya merestorasi salinan film tersebut.


Sumber: infoscreening.co, tirto.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini