Salah satu adat istiadat orang Indonesia yang terkenal khususnya pada perempuan yang beranjak dewasa adalah masa pingitan. Dalam berbagai suku di Indonesia ternyata pingitan tak selalu dilakukan dengan cara yang sama.
Ragam budaya yang tak mempertemukan perempuan dengan orang-orang luar tersebut pun dilakukan oleh berbagai suku yang ada di Indonesia.
Pingitan

Tradisi pingit yang paling dikenal masyarakat umunya adalah yang dilakukan oleh Suku Jawa. Tradisi tersebut sudah dilakukan sejak lama. Pada zaman dahulu, lama waktu pingit yang dilakukan dalam adat Jawa berkisar satu hingga dua bulan, namun seiring berjalannya waktu lama pingitan pun disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dilakukan dengan cukup singkat.
Selama masa pingit calon mempelai perempuan tak boleh keluar rumah atau bertemu orang lain bahkan calon pengantin prianya. Masa tersebut juga menjadi waktu untuk melatih diri dan merawat diri sebelum resmi menjadi istri.
Karia

Tradisi ini dilakukan oleh Suku Muna yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Pingitan yang dilakukan oleh masyarakat setempat tak terbatas untuk perempuan yang akan menikah saja, tapi juga untuk mereka yang telah beranjak dewasa.
Prosesinya dilakukan seusai dengan waktu yang disekpakati yang umumnya memakan waktu selama sehari semalam hingga empat hari empat malam. Dalam kurun waktu tersebut anak perempuan ditempatkan di suatu ruangan tanpa penerangan atau perlengkapan tidur. Selama itu pula mereka diberi nasihat dan petuah.
Dipiare

Dipiare atau pingitan yang dilakukan Suku Betwai dahulu bisa dilakukan hingga sebulan lamanya, namun untuk mengikuti zaman prosesinya dipersingkat dan sekarang umumnya hanya dilakukan selama satu hingga dua hari.
Dalam masa dipiare, calon pengantin perempuan yang disebut sebagai 'none mantu' akan didampingi oleh seorang tukang piare. Dalam waktu itu tukang piare harus memperhatikan kegiatan, kesehatan dan merawat kecantikan none mantu. Umumnya none mantu akan melakukan berbagai perawatan dari diet, minum jamu hingga lulur. Beberapa pantangan harus dilakukan oleh none mantu.
Posuo atau Bakurung

Ritual pingitan yang dilakukan Suku Buton ini merupakan sebuah penanda transisi bagi perempuan yang akan menjadi dewasa. Prosesinya dilakukan dalam tiga tahap dalam sebuah ruangan yang disebut Suo.
Tahap awal dilakukan dengan pemberian asap kemenyan pada peserta dan pengumuman dimulainya posuo pada keluarga.
Tahap kedua dilakukan setelah lima hari, yaitu dengan merubah penampilan dan arah tidur peserta.
Pada tahap akhir, tepatnya di malam kedelapan peserta pun dimandikan dengan alat khusus bernama wadah bhosu dan selanjutnya didandani layaknya wanita dewasa.
Bapingit

Berbeda dengan masa pingitan lain, bapingit yang dilakukan Suku Banjar berlangsung setelah seorang perempuan resmi menikah dengan pasangannya. Selama melakukan bapingit seorang perempuan tak boleh bertemu dengan suami atau pemuda lainnya.
Umumnya masa tersebut juga menjadi waktu seseorang dalam masa bapingit untuk menamatkan alquran dan mempersiapkan perkawinan orang lain.
Dipingit dan puasa

Calon pasangan pengantin di Sumbawa umumnya melakukan prosesi pingitan setelah bertukar cincin atau bertunangan. Selama masa tersebut kedua calon mempelai tak boleh saling bertemu dan harus berpuasa.
Pada hari terakhir masa pingitan calon pengantin pun tak diperbolehkan untuk mandi dengan tujuan agar tak turun hujan saat acara pernikahan dilangsungkan
Sumber: hipwee.com | okezone.com | budayajawa.id | inilahsultra.com | pernikahan.asia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News