Manusia Setengah Dewa di Singkawang

Manusia Setengah Dewa di Singkawang
info gambar utama

"Bersatu Untuk Maju, Singkawang Berkualitas", sebuah motto dari kota yang berada di Kalimantan Barat. Kota yang berbatasan dengan laut, gunung dan sungai ini memiliki banyak sekali kebudayaan yang unik dan menarik.

Sejarah mencatat bahwa dahulunya Singkawang merupakan sebuah desa bagian dari wilayah Kesultanan Sambas. Desa ini sering dilalui oleh para penambang emas dan tempat singgah para pedagang.

Pada waktu itu orang Tionghoa menyebut Singkawang dengan San Keuw Jong atau yang berarti kota bukit yang dekat dengan laut dan estuari. Di Singkawang sendiri mayoritas penduduknya memang komunitas Tionghoa.

Di Singkawang ada festival Cap Gomeh yang merupakan perayaan dan hari besar bagi masyarakat Tionghoa. Acara tersebut menjadi daya tarik bagi penduduk lokal, turis domestik maupun kalangan internasional.

Cap Gomeh di Singkawang biasanya disimbolkan dengan pengusiran roh jahat dan peniadaan hal buruk di masa mendatang. Media dalam pertunjukan tersebut adalah tatung.

Tatung merupakan orang (manusia) yang dirasuki oleh roh dewa atau leluhur. Raga orang tersebut dijadikan media (alat) komunikasi atau perantara antara roh dewa dan leluhur tersebut. Para dewa dan roh leluhur dipanggil melalui mantra dan mundra tertentu di altar lalu memasuki raga orang tersebut.

Dalam penjelasan tatung di atas, pada acara Cap Gomeh di Singkawang, kehadirannya diyakini dapat menangkal roh jahat yang berniat mengganggu keharmonisan kehidupan bermasyarakat.

Acara sangat menarik dan menegangkan ketika pendeta yang sudah mulai melalukan pemanggilan roh (biasanya roh suci seperti, tokoh pahlawan dalam legenda Tiongkok, panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran, pelacur yang sudah bertobat dan orang suci lainnya) dan akan dilanjutkan dengan atraksi-atraksi di luar logika.

Setelah manusia-manusia yang disebut tatung itu sudah dirasuki oleh roh suci, maka datanglah saatnya pertunjukan.

Ada yang melakukan peragaan duduk di atas sebilah pedang, ada yang menusukan kawat hingga menembus pipi dari kanan ke kiri, dan ada juga yang memakan hewan hidup-hidup lalu meminum darahnya. Semua hal dilakukan tanpa adanya lecet atau luka yang timbul.

Ritual selama acara Cap Gomeh | Foto: @satyawinnie/Instagram
info gambar

Para tatung harus melaksanakan ritual puasa memakan daging untuk menjaga kesucian diri sebelum melaksanakan prosesi acara pada Cap Gomeh. Jika orang yang akan menjadi tatung melanggar puasanya, konon katanya ketika peragaan akan berdarah atau tidak kebal.

Mungkin terlihat sangat menakutkan, taoi seharusnya Indonesia berbangga karena masih memiliki tradisi budaya ini dalam daftar kebudayaan lainnya.

Di Tiongkok sendiri kegiatan tatung ini sudah mulai hilang, padahal tradisi Cap Gomeh Singkawang sudah tercatat dalam Wonderful of The World. Hebat bukan?

Di era Orde Baru sempat ada larangan untuk pelaksanaan ritual tatung ini, namun ketika masa kepresidenan Gus Dur, pelaksanaan tradisi magis ini dikembalikan haknya.

Bahkan ketika Megawati Soekarnoputri menjabat di masa kepresidenan selanjutnya, tatung dan tradisi ini memiliki sebuah undang-undang resmi.

Nah, tugas kita sekarang adalah terus menjaga dan bangga atas apa yang ada dan dimiliki oleh Indonesia ya! Setuju, Kawan GNFI?

Referensi: id.wikipedia.org | travel.kompas.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini