Sambut Natal dengan Tradisi Unik dari Timur Indonesia

Sambut Natal dengan Tradisi Unik dari Timur Indonesia
info gambar utama

Hari Natal yang diperingati setiap 25 Desember merupakan hari untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus. Natal yang dalam bahasa Portugis berarti kelahiran selalu disambut dengan suka cita oleh para umat Nasrani di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Natal yang selalu identik dengan pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah dengan sanak keluarga, dan kisah tentang Santa Klaus ini selalu dirayakan dengan berbagai cara yang unik oleh seluruh umat Nasrani.

Selain datang ke gereja untuk berkumpul dan berdoa melakukan kebaktian malam pada 24 Desember dan kebaktian pagi pada 25 Desember, umat Nasrani biasanya akan melakukan perayaan, seperti kumpul bersama keluarga dengan menyantap berbagai hidangan ataupun melakukan suatu tradisi unik.

Di Indonesia, ada berbagai tradisi unik saat natal yang perlu Kawan GNFI ketahui. Dari sekian banyak tradisi di Tanah Air, salah satu yang unik ialah tradisi barapen atau bakar batu di Papua.

Tradisi bakar batu yang dilakukan oleh warga Papua | Foto: ublik.id
info gambar

Wilayah paling timur di Indonesia ini memiliki sebuah tradisi yang biasa dilakukan setelah melakukan ibadah Natal.

Barapen merupakan sebuah tradisi bakar batu dengan ritual memasak babi atau daging lain untuk disantap bersama sebagai ungkapan rasa syukur, menyambut kebahagiaan, kebersamaan, saling berbagi, dan saling mengasihi.

Tradisi Bakar Batu umumnya dilakukan oleh suku pedalaman atau pegunungan, seperti di Lembah Baliem, Nabire, Paniai, Dekai, Jayawijaya, Pegunungan Binta, dan daerah sekitarnya.

Ritual adat ini merupakan tradisi dari suku Dani di Wamena, Papua. Dalam bahasa Lani, bakar batu disebut lago lakwi yang memiliki arti membakar segala jenis makanan dengan menggunakan batu.

Di Wamena sendiri, bakar batu lebih dikenal dengan sebutan kit oba isago, lalu di Paniai disebut dengan mogo gapil. Sementara masyarakat umum lebih mengenal dengan bakar batu atau istilah barapen.

Disebut bakar batu karena memang batu-batu dibakar hingga panas membara lalu ditumpuk di atas makanan yang akan dimasak.

Tradisi unik ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Berawal dari pasangan suami istri yang merasa bingung saat hendak mengolah hasil kebunnya.

Pasangan tersebut ingin memasak namun panci yang biasa digunakan tidak ada. Setelah berpikir panjang, tercetuslah sebuah ide untuk memasak menggunakan batu.

Tak disangka hasil masakan dengan metode tersebut terasa lebih lezat. Kemudian makanan yang dimasak pun semakin bervariasi, tidak hanya umbi-umbian, tetapi juga daging-dagingan.

Seperti tradisi pada umumnya, tradisi bakar batu pun memiliki beberapa proses ritual, mulai dari persiapan, proses memasak, hingga menyantap hidangan bersama.

Dalam proses persiapan yang dimulai sejak pagi buta, kepala suku akan mengenakan pakaian adat Papua kemudian berkeliling untuk mengundang warganya secara langsung.

Menjelang siang, perburuan pun dilaksanakan. Konon, jika panah berhasil melumpuhkan hewan buruan, maka acara akan berlangsung lancar. Namun sebaliknya, jika hewan yang dipanah masih hidup berarti acara akan mengalami kendala.

Saat penyerahan hewan buruan berlangsung, sebagian warga akan menari dan sisanya menata batu dengan tekstur batu yang harus keras agar tidak mudah hancur dan menata batu sesuai dengan ukuran.

Urutannya ialah batu besar berada pada tumpukan paling bawah, kemudian tumpukan kayu berada di atas.

Cara menyalakan apinya pun sangat khas karena tidak menggunakan korek, tapi menggesekkan kayu terus-menerus hingga menghasilkan serbuk panas yang menjadi api. Proses pembakaran batu ini memakan waktu selama dua hingga empat jam.

Proses memasak tradisi barapen | Foto: Lucky R/ANTARA FOTO
info gambar

Selanjutnya setelah batu dan kayu dipanaskan, ialah menggali tanah dengan panjang empat meter dan kedalaman 50 sentimeter. Lubang tersebut diisi dengan batu panas dan apando, sebuah daun pisang dengan penjepit kayu khusus yang berfungsi sebagai wadah sayur mayur serta daging.

Setelah melewati berbagai proses, makanan yang sudah dimasak di atas batu dapat disantap bersama. Namun lazimnya, kepala suku akan lebih dulu menyantap hidangan barulah kemudian dibagikan kepada warga.

Saat makanan telah habis disantap, warga biasanya akan menggelar acara menari bersama dengan iringan lagu daerah berjudul Weya Rabo dan Besek.

Pada sebagian masyarakat pedalaman Papua yg beragama Islam, daging babi bisa diganti dengan daging ayam, sapi, atau kambing yang dimasak secara terpisah dengan babi.

Hingga saat ini tradisi bakar batu masih terus dilakukan dan berkembang. Tak hanya untuk menyambut perayaan natal, tradisi ini juga biasa dilakukan untuk menyambut tamu, kelahiran, pernikahan adat, dan penobatan untuk kepala suku.

Referensi: Adira.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dessy Astuti lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dessy Astuti.

Terima kasih telah membaca sampai di sini