Sendu Katoneng-katoneng dalam Cawir Metua

Sendu Katoneng-katoneng dalam Cawir Metua
info gambar utama

Masyarakat Karo dikenal sangat kental dengan adat istiadat dan tradisi budaya. Kebersamaan dan gotong royong mencerminkan kekeluargaan di dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai upacara keagamaan dan ciri khas lainnya tetap dipegang erat oleh orang-orang Karo.

Suku Karo adalah masyarakat yang mendiami wilayah Sumatera Utara dan sebagian Aceh. Nama suku ini juga dijadikan sebagai salah satu nama kabupaten di wilayah yang mereka diami, yaitu Tanah Karo di Kabupaten Karo.

Tanah Karo tempo dulu | Foto: Tigan Tambun/Youtube.com
info gambar

Tanah Karo sendiri adalah sebutan untuk wilayah-wilayah tradisional Suku Karo. Meliputi wilayah asal orang Karo, dan wilayah yang dibangun atau didirikan oleh suku Karo.

Masyarakat Karo memiliki mayoritas penduduknya adalah Kristen, sebagian kecil dicampur antara islam dan hindu, dan sebagian dari lainnya masih percaya dengan ajaran kuno panema (yang pertama).

Cawir metua adalah sebuah upacara kematian yang dilaksanakan oleh masyarakat Karo. Tradisi ini ditujukan sebagai penghargaan dan penghormatan. Upacara ini mengalami 3 tahap perkembangan dalam pelaksanaannya, yaitu tahap mistis (pelaksanaan sederhana dan mitos), tahap onthologis (sudah dipengaruhi ajaran agama), dan tahap fungsionil (pelaksanaannya sudah mengikuti perkembangan zaman serta menggunakan teknologi yang ada pada masyarakat Karo).

Pada saat pelaksanaan upacara kematian, masyarakat Karo biasanya melantunkan syair dalam sebuah nyanyian yang berisi ratapan emosional. Alunan tersebut adalah katoneng-katoneng. Nyanyian ini diiringi musik halus nan religius di telinga sehingga membuat suasana menjadi sendu dan haru.

Katoneng-katoneng umumnya dikaitkan atas rasa syukur kepada Tuhan YME terhadap berkatnya. Makna tekstual yang terdapat di dalamnya menekankan kepada nasihat dan rasa duka kepada orang yang meninggal.

Memberikan sisi humanis dalam ikatan sosial dan kerbersamaan sehingga dapat menghibur keluarga yang ditinggalkan.

Katoneng-katoneng | Foto: docplayer.info
info gambar

Dalam upacara kematian dan nyanyian tersebut mengungkap betapa bersatu padunya masyarakat Karo dalam menjalani kehidupan. Tata cara dan tradisinya mengingatkan kita sebagai manusia sudah seharusnya bahu-membahu, punggung-memunggung, serta pikul-memikul dalam segala keadaan.

Menumbuhkan rasa sederhana bahwa kematian akan menjumpai siapapun dan yang hidup harus tetap saling menjaga kebersamaan dengan yang lainnya.

Referensi: repository.usu.ac.id | etd.repository.ugm.ac.id | id.wikipedia.org

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini