Siapa tak kenal dengan Mohammad Yamin? Bapak bangsa yang dikenal sebagai salah satu tokoh pemuda yang aktif dalam organisasi dan perumus dasar negara Indonesia yaitu Pancasila ini, merupakan seorang tokoh sejarah dengan beragam keunikan.
Dia memiliki beragam profesi yang berbeda-beda, mulai dari politikus, ahli sejarah, hingga penyair dilakoninya. Kiprahnya tak hanya sebatas dalam dunia politik saja, Yamin juga memiliki peran dalam menciptakan imaji ke-Indonesia-an yang pada akhirnya memiliki pengaruh atas sejarah persatuan Indonesia.
Tak hanya itu, sosoknya juga merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia.
Seperti yang sudah dikatakan di atas, sebagai perumus Pancasila, hal tersebut menjadi salah satu pembuktiannya di bidang bahasa.
Pada salah satu wawancaranya, Ir. Soekarno pernah mengatakan bahwa Pancasila merupakan ide yang dia gali dari nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang dibantu oleh seorang sahabat yaitu Mohammad Yamin.
Beliau mengenyam pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS)Palembang, kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei.
Namun setelah tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan ke Leiden, Belanda harus diurungkannya karena ayahnya meninggal dunia.
Kemudian Yamin melanjutkan kuliahnya di Rechtshoogeschool te Batavia atau Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang kini berubah menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Di sana, Mohammad Yamin berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten atau Sarjana Hukum pada tahun 1932.
Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat pada 24 Agustus 1903 dengan mengawali karier sebagai penulis pada tahun 1920-an. Karya pertamanya ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu dalam Jurnal Jong Sumatera, yakni sebuah jurnal berbahasa Belanda.
Kemudian pada tahun 1922, beliau hadir untuk pertama kalinya sebagai penyair dengan puisinya yang berjudul Tanah Air. Tanah Air yang dimaksud ialah tanah kelahirannya Sumatera.
Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkannya menjadi sebuah buku dengan terdiri dari 30 bait dan tiap bait terdiri dari sembilan baris. Berikut penggalan dari bait pertama sajak Tanah Air.
Pada batasan bukit barisan
Memandang aku, ke bawah memandang
Tampaklah hutan rimba dan ngarai
Lagi pun sawah, sungai yang permai
Serta gerangan lihatlah pula
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk daun kelapa
Itulah tanah, tanah airku
Sumatera namanya, tumpah darahku
Karyanya yang kedua ialah Tumpah Darahku yang terdiri dari 88 bait dan tiap bait terdiri dari 7 baris itu dibuat pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting dari segi sejarah.
Saat itu, Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu Tanah Air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal.
Berikut adalah penggalan puisi dari Tumpah Darahku.
Bersatu kita teguh
Bercerai kita runtuh
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gunung bagus rupanya
Dilingkari air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
Dalam puisinya, beliau banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur Belanda. Walaupun melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, beliau masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda.
Hingga akhir hayatnya, Mohammad Yamin sudah menghasilkan setidaknya 16 karya, mulai dari puisi hingga naskah drama. Ia juga menerjemahkan karya-karya William Shakespeare dan Rabindranath Tagore.
Referensi: Wikipedia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News