Menengok Pembuatan Jukung, Perahu Tradisional Kalimantan

Menengok Pembuatan Jukung, Perahu Tradisional Kalimantan
info gambar utama

Berkunjung ke sebuah museum adalah destinasi wisata terbaik yang dapat memberikan pengalaman. Tidak hanya dari segi wisata tapi juga dapat memberikan wawasan sejarah.

Salah satu wisata sejarah yang dapat memberikan dua hal tersebut ialah Museum Bahari Jakarta.

Di museum tersebut, terdapat berbagai koleksi perahu nusantara salah satunya perahu jukung.

Perahu jukung adalah perahu tradisional yang berasal dari Kalimantan dengan memiliki ciri khas yang terletak pada proses pembuatannya yang menggunakan sistem pembakaran pada rongga batang kayu.

Jukung yang terbuat dari dari sebuah batang pohon ini melalui proses dimekarkan dan dipanaskan dengan asap selama tujuh hari tujuh malam.

Asal mula adanya kapal jukung ialah bermula pada saat penjuru Kalimantan masih dikelilingi dengan hutan lebat, orang Dayak, dan orang Melayu-Banjar dengan memanfaatkan kayu di hutan untuk membuat jukung.

Masyarakat mengambil tempat di dalam hutan tepatnya di kawasan Sungai Mangkutup dan Musi. Di tempat itulah terdapat pohon-pohon dipteropcarp atau sejenis kayu meranti dengan tinggi 50 sampai 60 meter.

Di hutan-hutan inilah para pembuat jukung membuat bakalan jukung. Mereka memilih, menebang, dan membuat bakal jukung dengan menggunakan perkakas yang biasanya digunakan untuk mengorek bagian dalam pohon dan membuat rongga yang selanjutnya dipindahkan ke sungai-sungai yang terdekat melalui rel tradisional.

Bakal jukung tersebut kemudian dikerjakan lebih lanjut di Sungai Manusop dan Sungai Dusun yang letaknya ke arah hilir dari hutan tempat bakalan jukung dibuat.

Bakalan Jukung di Museum Bahari | Foto: Gopis Simatupang/Warta Kota
info gambar

Di tempat tersebut, para pekerja dibagi dalam kelompok kerja yang terdiri dari empat sampai lima orang dalam satu kelompok.

Pekerjaan mereka adalah menyelesaikan pengerokan bagian dalam dan bagian luar bakal jukung, hingga membentuk jukung dengan kedua ujungnya yang lancip.

Selain itu, pekerjaan lainnya ialah menipiskan badan jukung sampai siap untuk dibuka bagian yang sudah dikeruknya dengan menggunakan api.

Proses selanjutnya adalah mamaru, yaitu proses membuka bakal jukung dengan menggunakan api. Pada proses ini, bakal jukung diisi penuh dengan air, sedangkan sepanjang bagian bawahnya dipanaskan dengan api.

Setelah selesai, kemudian air dikeringkan dan bakal jukung dibalik dengan lambungnya menghadap ke atas.

Dengan cara ini, seluruh rongga bakal jukung dipenuhi oleh asap dan uap panas. Pekerjaan mamaru ini berkisar antara dua sampai tiga jam tergantung dari besar kecilnya bakal jukung itu.

Setelah selesai pekerjaan mamaru, kini bakal jukung itu dibalik lagi dengan salah satu sisinya ke arah api. Dengan menggunakan takik dan papan kayu pembukaan dilakukan dengan hati-hati sedikit demi sedikit.

Perahu Jukung di Gedung A Museum BahariFoto: Dessy Astuti/GNFI
info gambar

Kini, bakal jukung sudah terbuka cukup lebar dan sudah terlihat menyerupai perahu. Selesai proses pembukaan dengan menggunakan api, bakal jukung ini siap dibawa ke Pulau Alalak dekat Banjarmasin untuk tahapan penyelesaian.

Di tempat tersebut, bakal jukung diolah kembali sehingga jukung tersebut menjadi perahu atau jukung dengan jenis tertentu.

Ada tiga jenis jukung yang dikenal di masyarakat, diantaranya jukung sudur, jukung patai, dan jukung batambit.

Kini, keberadaan jukung yang dikenal sebagai alat transportasi masyarakat Kalimantan perlahan mulai hilang digerus oleh zaman.

Padahal, jukung memiliki nilai budaya dan juga sejarah yang patut untuk dilestarikan.

Jika Kawan GNFI ingin melihat perahu jukung asli, tak perlu jauh-jauh pergi ke Kalimantan. Seperti yang sudah dikatakan di atas, perahu jukung ini juga ada di Museum Bahari tepatnya di Gedung A, Ruang Awal Perkembangan Pelayaran Nusantara dan Ruang Temporer.***

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dessy Astuti lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dessy Astuti.

Terima kasih telah membaca sampai di sini