Di manakah Letak Titik Nol Kilometer Jakarta?

Di manakah Letak Titik Nol Kilometer Jakarta?
info gambar utama

Setiap daerah di Indonesia tentulah memiliki titik nol kilometer yang biasanya ditandai dengan sebuah monumen atau prasasti. Hal tersebut dinilai sebagai sebuah penanda yang tak jarang dijadikan untuk objek wisata oleh masyarakat.

Berbicara mengenai titik nol kilometer, apakah Kawan GNFI tahu di mana letak titik nol kilometer dari ibu kota Indonesia, Jakarta?

Pasti sebagian dari Kawan GNFI berpikir bahwa titik nol kilometer Jakarta berada di Monumen Nasional (Monas). Sayangnya hal tersebut keliru.

Menara Syahbandar | Foto: travel.detik.com
info gambar

Jauh sebelum Jakarta memiliki julukan sebagai kota metropolitan, letak titik nol kilometernya ialah berada di Menara Syahbandar yang sekarang berdekatan dengan Museum Bahari, Jalan Pasar Ikan No.1, Jakarta Utara.

Menara tersebut masih berdiri dengan kokoh sejak tahun 80-an, tepatnya dibangun pada tahun 1839 pada zaman VOC.

Pada menara tersebut ada sebuah penanda berupa prasasti yang terbuat dari batu dengan bertuliskan huruf aksara Cina. Prasasti tersebut konon dituliskan oleh pedagang dari Cina saat ia tiba di Pelabuhan Sunda Kelapa pada abad ke-17.

Prasasti tersebut bertuliskan “Tempat ini adalah kantor pengukuran dan penimbangan serta di sinilah titik nol Jakarta”.

Dilansir dari IDN Times, usai masa kemerdekaan, sejumlah bangunan di sekitar menara dirobohkan untuk perluasan jalan Pakin.

Sebagai gantinya, dibangunlah prasasti yang terletak di antara menara dan gedung administrasi.

Setelah sekian tahun lamanya menara ini dibangun, pada tahun 1977, bertepatan dengan peringatan ulang tahun DKI Jakarta ke-450, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pun menempatkan dan meresmikan tugu titik nol kilometer di menara ini.

Tugu titik nol kilometer | Foto: instagram/com/naila_aunika
info gambar

Zaman dahulu, Menara Syahbandar memiliki fungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan Sunda Kelapa, dan juga berfungsi sebagai kantor administrasi VOC.

Memiliki tinggi sekitar 18 meter, Menara Syahbandar dulunya adalah bangunan paling tinggi yang ada di Batavia sebelum adanya bangunan-bangunan menjulang tinggi seperti sekarang.

Bangunan berwarna putih serta memiliki pintu dan jendela yang ukurannya cukup besar, menara yang dijuluki sebagai “Menara Pisa”-nya Jakarta ini mempunyai ciri bangunan yang khas yaitu miring.

Kemiringan menara tersebut kini sudah mencapai sekitar empat derajat ke arah selatan. Kemiringan menara tersebut bukan tanpa sebab, melainkan karena dulunya, menara tersebut sering dilewati oleh lalu lalang kendaraan besar, seperti kontainer dan truk-truk besar lainnya sehingga membuat turunnya permukaan tanah.

Jika dulu penjaga Menara Syahbandar dapat melihat keadaan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan jelas, kini semuanya sudah tidak dapat terlihat lagi karena terhalang dengan bangunan-bangunan yang berdiri di sekitarnya.

Kawasan Menara Syahbandar tempo dulu | Foto: ririnagustia.wordpress.com
info gambar

Dilansir dari detik.com, Menara Syahbandar memiliki tiga lantai, yaitu di lantai dasar bagian tengah berukuran enam sampai tujuh meter dan paling atas yang berfungsi sebagai ruang pengamatan dengan empat jendela.

Di bawah lantai dasar, terdapat ruangan yang dulu berfungsi sebagai tempat untuk mengurung awak kapal yang melanggar peraturan pelabuhan.

Kemudian bagian bawah menara ini, konon terdapat terowongan bawah tanah yang tembus sampai Museum Fatahillah dan bahkan Masjid Istiqlal.

Namun karena alasan keselamatan, kini area menuju terowongan bawah tanah di menara ini sudah ditutup.

Pada bagian luar menara, hingga kini masih dapat ditemui meriam-meriam peninggalan Belanda yang semakin menambah suasana klasik menara ini.

Namun kini, titik nol kilometer Jakarta sendiri sudah dipindahkan ke Monumen Nasional, dan Menara Syahbandar dijadikan museum, bersamaan dengan Museum Bahari.

Untuk dapat berkunjung dan menaiki lantai atas menara tersebut, Kawan GNFI hanya cukup merogoh kocek sebesar Rp5.000 saja.

Pada menara tersebut terdapat beragam koleksi kelautan pula, mulai dari lampu suar kristal, lensa utama mercusuar, teropong, hingga alat maritim lainnya.***

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dessy Astuti lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dessy Astuti.

Terima kasih telah membaca sampai di sini