Di Indonesia penggunaan bedug sangat erat kaitanya dengan budaya Islam. Karena bedug digunakan sebagai alat penanda datangnya waktu salat. Bedug sendiri tergolong dalam kategori sebagai alat musik tradisional, karena sejarah panjang penggunaanya untuk mengiringi tarian atau pada ritual keagamaan. Walupun tergolong sebagai alat tradisional dan sekarang sudah ada teknologi pengeras suara, bedug masih tetap digunakan sebagai penanda datangnya waktu salat.
Tapi tahukan Kawan GNFI?, bahwa jauh sebelum bedug difungsikan sebagai alat penanda datangnya waktu salat, bedug telah digunakan dalam kegiatan komunikasi tradisioanal sebagai penanda bahaya, ibadah atau ritual keagamaan, atau tanda untuk berkumpulnya warga.
Menurut Dwi Cahyono, arkeolog dari Universitas Negeri Malang, bedug telah ada sejak pra-sejarah tepatnya pada zaman logam. Pada zaman tersebut manusia telah mengenal alat yang disebut dengan nekara atau moko. Alat ini berbentuk seperti dandang dan terbuat dari perunggu. Nekara atau moko ini dapat ditemukan banyak tersebar di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, sampai Kepulauan Kei.
Cornelis de Houtman dalam catatanya yag berjudul D’eeste Boek. Yang mengkisahkan pelayaran pertama Belanda ke Indonesia, dalam catatan tersebut menyebut ada beberapa jenis waditra yang tersebar di Jawa, seperti bedug, bonang, gender, dan gong. Houtman juga menyatakan bahwa bedug adalah salah satu alat yang populer dan tersebar luas di daerah Banten.
Sampai-sampai di setiap perempatan jalan dapat ditemu sebuah genderang yang digantung dan dibunyikan dengan tongkat kecil yang digantung disebelahnya. Sumber data lain yang berumur lebih lama yaitu Kidung Malat (pupuh XLIX) menyebut bahwa waditra bedug memiliki fungsi sebagai tanda atau media untuk mengumpulkan warga dari berbagai desa dalam rangka persiapan untuk perang.
Dalam kaitanya dengan Islam bedug pertama kali digunakan oleh Raja Semarang, ketika Cheng Ho dan bala pasukannnya berkunjung ke Jawa sebagai utusan dari maharaja Ming. Ketika datang kalau itu Cheng Ho menunjukan penggunaan bedug sebagai tanda baris-berbaris dari tentara yang mengiringinya. Dan konon waktu akan pergi dan memberikan hadiah, raja dari semarang mengatakan hanya ingin mendengar suara bedug di masjid. Dan mulai saat itu bedug menjadi bagian dari masjid, mirip seperti di kuil Korea, China, dan Jepang yang berfungsi sebagai tanda komunikasi untuk kegiatan keagamaan.
Sumber: historia.id | wikipedia | kompas.com
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News