Kebiasaan Membawa Bekal Makanan yang Diperkenalkan Sejak Zaman Penjajahan

Kebiasaan Membawa Bekal Makanan yang Diperkenalkan Sejak Zaman Penjajahan
info gambar utama

Baik anak-anak maupun orang dewasa, membawa bekal makanan ke tempat kerja atau sekolah seperti sudah menjadi kebiasaan ditengah masyarakat Indonesia. Selain lebih hemat, makanan dari rumah juga tentu sudah terjamin kebersihan dan gizi nutrisinya.

Bahkan Jenderal Soedirman beserta pasukannya pun membawa bekal berupa nasi oyek dalam salah satu misi perang gerilyanya. Namun apakah Kawan GNFI tahu sejak kapankah kebiasaan ini muncul?

Setelah perginya Belanda dari tanah Indonesia, seiringan dengan itu pula negara Jepang mulai menggantikan pemerintahan Hindia-Belanda. Kemudian membuat beberapa perubahan kebijakan pangan ketika Jepang berkuasa.

Jika sebelumnya orientasi pangan diarahkan pada konsumsi makanan yang ditunjukkan pada jenis makanan rakyat, maka setelah itu Jepang lebih mengarahkan orientasi pangan untuk memenuhi kebutuhan perang.

Pada tahun 1943 misalnya, terdapat penuruan persediaan beras akibat petani dipaksa menyerahkan hasil panennya ke Jepang. Akibatnya persediaan beras yang dikonsumsi pun menjadi berkurang dan menyebabkan harga beras naik bahkan hanya kalangan menengah saja yang mampu membelinya. Padahal sebelumnya, kebutuhan dan persediaan beras masih sangat cukup bagi semua rakyat dan tidak mengkhawatirkan.

Selain beras, produksi protein nabati seperti jagung, singkong, kedelai, ubi, kacang, dan kentang juga mengalami penurunan produksi. Kebijakan pangan Jepang yang berorientasi untuk perang juga membuat produksi protein hewani megalami penurunan, sehingga turut mempengaruhi lahan pertanian yang tidak diolah (kurang dibajak) akibat tidak adanya hewan ternak.

Banyaknya kebijakan yang membuat penurunan konsumsi pangan nabati maupun hewani, berakibat pada peningkatan angka masyarakat yang menderita kekurangan gizi. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Hindia-Belanda, tetapi terjadi juga di daerah yang dikuasai oleh Jepang.

Kebijakan Jepang yang dianggap tidak manusiawi akhirnya mendapat kecaman dunia dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Jepang yang sebelumnya dianggap "saudara tua". Jepang pun memulai propaganda dengan mempengaruhi rakyat Indonesia untuk belajar hidup prihatin terhadap kondisi yang ada.

Disinilah asal-asul kebiasaan membawa bekal dimulai. Kebijakan nutrisi Jepang untuk masa perang diarahkan pada "kesederhanaan" dalam simbiolisme patriotik Hinomari Bento yang berarti "kotak makan siang Matahari Terbit".

Secara harfiah, Hinomari Bento adalah tempat makan berbentuk persegi panjang untuk makan siang berisi nasi dan acar yang ditempatkan di tengah seperti halnya meniru pola bendera Jepang (Hinomaru).

rising sun lunch box
info gambar

Hinomaru Bento dikaitkan dengan inisiatif sebuah sekolah perempuan di Hiroshima yang para muridnya selalu makan siang dari kotak makan sebagai bentuk solidaritas dengan pasukan tempur di Tiongkok. Pihak militer Jepang kemudian mengadopsi konsep tersebut pada tahun 1937. Lalu tahun 1939, gagasan itu mulai berlaku bagi sekolah di seluruh negeri dan menjadi simbol persatuan bangsa Jepang.

ilustrasi rising sun
info gambar

Hal inilah yang ditanamkan kepada seluruh rakyat Indonesia demi usaha menularkan rasa patriotisme, keprihatinan, dan kesederhanaan ketika hidup pada masa sulit. Meskipun awalnya merupakan sebuah propaganda, ternyata hingga saat ini bekal makan siang masih menjadi kebiasaan ditengah masyarakat.

Tepat di tanggal 12 April 2013 diperingati sebagai Hari Bawa Bekal Nasional setelah digagas oleh salah satu perusahaan multinasional peralatan rumah tangga dan disetujui oleh Kemenkes RI, Kementerian Pendidikan Nasional, dan BPOM.

Referensi: kompasiana

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini