Tolak Bala Jola Segu Ngawu Re’e Tangkal Korona Ala Sikka

Tolak Bala Jola Segu Ngawu Re’e Tangkal Korona Ala Sikka
info gambar utama

Tidak seperti biasanya, Kota Maumere tampak lengang. Katanya, kendaraan yang biasanya hilir mudik turun drastis. Hanya beberapa sepeda motor dan mobil angkutan barang yang melintas. Di setiap persimpangan jalan, Ebed de Rosary, salah satu kontributor Mongabay Indonesia melihat banyaknya janur yang diikat dengan menggunakan sepotong kain merah dan daun damar.

Janur ini bukan janur yang biasa dilihat sebagai tanda pernikahan. Ini hanya janur sederhana yang dibuat dari lembaran-lembaran daun kelapa muda yang diiris seruas jari. Dan hanya diikat pada satu batang yang kokoh. Ketika angin berhembus, janur ini bergerak seakan melambai beriringan arah angin.

Tidak hanya janur yang ditemukan di persimpangan, setiap rumah juga terlihat sesekali memasang janur itu. Ditambah dengan terdapat lembar informasi di depan rumah warga yang mengatakan kalau si empunya rumah tidak bisa menerima tamu dulu selama dua hari.

Tolak Bala Jola Segu Ngawu Re’e Tangkal Corona Ala Sikka
info gambar

Tolak Bala Ala Sikka

Janur itulah yang dijadikan tolak bala ala Desa Korobhera, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang merupakan satu-satunya masyarakat desa yang berada di pesisir pantai. Sembilan desa lainnya yang termasuk dalam Kecamatan Mego berada di pegunungan.

Mengutip cerita Ebed de Rosary, kontributor Mongabay Indonesia, kebiasaan tolak bala masyarakat Sikka tidak hanya sampai disitu. Ebed menceritakan kalau ada pula ritual khusus yang disebut Tolak Bala Jola Segu Ngawu Re’e. Ritual ini akan dibawakan oleh tetua adat Tanah Bhera etnis Lio, atau disebut Mosalaki. Biasanya akan ada delapan Mosalaki yang ikut dalam ritual. Ritual ini biasanya akan dilakukan di beberapa meter bibir pantai.

Di hadapan para Mosalaki akan ada dua buah bambu yang dilengkungkan dan dibentuk menyerupai gapura kecil. Pada batang bambu tersebut diikat janur seperti yang dilihat di persimpangan jalan dan di depan rumah warga. Bahkan sepanjang bibir pantaipun dipasang tali dan diikat janur kecil itu.

“(Alasan) pakai janur daun kelapa muda karena menyejukkan untuk kita dan membuat kita terhindar dari penyakit. Daun kelapa (juga) dianggap sebagai simbol pembawa kesejukan dan kedamaian,” kata salah satu Mosalaki bernama Robertus Beke seperti yang dikutip dari tulisan Ebed dalam Mongabay.

Ritual Khusus di Pinggir Pantai

Ritual kali itu dipimpin dan dipandu oleh Tuan Tanah atau Laki Pu’u Bernadus Kere. Ia akan duduk di sebuah kursi yang hanya berjarak beberapa meter dari bibir pantai, tepatnya di dusun Wara, di lokasi yang dinamakan Kuwu Si’e. Delapan Mosalaki lainnya duduk bersila di pasir.

Persis di depan Bernadus terdapat satu buah batu ceper yang ditanam berdiri di tanah, yang dikelilingi oleh tiga buah batu ceper lainnya. Batu-batu ceper itu disebut Mase atau Mahe, tempat diletakannya persembahan atau sesajen. Di atas Mase yang berada di tengah disediakan sajen berupa beras dan telur ayam kampung. Sebelum diletakkan, Mase sudah ditetesi darah babi.

Sedangkan untuk tiga Mase lainnya – yang juga sudah ditetesi darah babi – ditempatkan tembakau dari lintingan daun Koli atau Tuak, sirih pinang, dan beras. “Tiga Mase yang kecil dikelilingi Mase yang besar sebagai penopang dari belakang (Tau Tuke),” jelas Robertus kepada Ebed.

Tolak Bala Jola Segu Ngawu Re’e Tangkal Corona Ala Sikka
info gambar

Bernadus, sebagai perwakilan para Mosalaki yang memimpin ritual, secara khusyuk melakukan ritual. Mulutnya terlihat sesekali komat kamit melantunkan doa. Doa itu dipercaya untuk memanggil arwah leluhur untuk mengusir wabah penyakit Corona.

Ada alasan kenapa ritual ini dilakukan menghadap laut. Robertus bilang karena wabah penyakit diyakini datang dari suatu tempat yang jauh dan bukan dari wilayah mereka. Sehingga harus dibawa kembali ke tempat asal wabah penyakit tersebut.

Memang, Kabupaten Sikka memiliki Pelabuhan Lorens Say Maumere yang merupakan pelabuhan aktif yang melayani penumpang dari berbagai wilayah di Indonesia yang masuk ke Kabupaten Sikka. Ada pula dua pelabuhan lainnya di Kabupaten Sikka sebagai tempat bongkar muat agen pelayaran lainnya.

Tolak Bala Jola Segu Ngawu Re’e Tangkal Corona Ala Sikka
info gambar

Tak Hanya Ritual, Upaya Lainnya Juga Harus Dilakukan

Ternyata, para penduduk Sikka khususnya tak hanya menjalankan ritual yang dipimpin oleh Mosalaki. Blasius Senda, salah seorang Mosalaki lainnya mengatakan kalau ritual saja tidak cukup. Ia mengatakan kalau mereka juga percaya untuk memerangi Corona juga harus sesuai anjuran medis.

Sebagai insan berbudaya, ritual ini hanyalah menjunjung tinggi adat budaya dan kepercayaan leluhur. Setelah ritual adat digelar, maka ada peraturan yang harus ditaati yaitu dilarang menerima tamu dari luar selama dua hari dan dilarang membuat kegaduhan. Sama seperti lembaran informasi yang dilihat di depan rumah warga.

Jika dilihat-lihat, masyarakat Sikka sesungguhnya sudah punya rancangan lockdown atau karantina wilayah yang sudah dilakukan secara turun temurun. Jauh sebelum penyakit Corona datang.

Pemerintah Kabupaten Sikka juga memberlakukan kebijakan untuk menempatkan petugas kesehatan dan beberapa orang dari Dinas Perhubungan di perbatasan antara Kabupaten Sikka dengan Kabupaten Flores Timur dan Ende. Setiap mobil yang masuk didata dan disemprot cairan disinfektan.

Penumpangnya didata nama, alamat, nomor telepon, serta riwayat perjalanan dan kesehatan. Pemkab Sikka juga memberlakukan jam malam maksimal pukul 19.00 WITA. Hanya apotek, Puskesmas, dan rumah sakit yang tidak diberlakukan jam malam.

Data Kasus Korona di NTT Menyebutkan…

NTT merupakan satu-satunya provinsi tidak adanya laporan kasus positif Covid-19 di Indonesia. Hal ini sebenarnya masih dalam kajian karena proses pemeriksaan di NTT, khususnya di Kabupaten Sikka sendiri belum efektif dan baru mengandalkan alat pengukur suhu tubuh.

Meski begitu, data untuk Kabupaten Sikka menyebutkan kalau sempat ada satu orang berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) pada 28 Maret 2020 lalu. Namun angka tersebut berubah pada 31 Maret 2020 lalu.

Rincinya, terdapat 65 Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pelaku Perjalanan berjumlah 3.179, dan jumlah PDP serta positif tidak ada.

Sumber: Mongabay | Kumparan | Tribun News Kupang

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini