Audiobook Inklusi dari Kunming untuk Difabel Netra di Indonesia

Audiobook Inklusi dari Kunming untuk Difabel Netra di Indonesia
info gambar utama

Penyandang disabilitas mempunyai hak asasi manusia dan hak berwarganegara seperti orang normal pada umumnya. Mereka mempunyai hak atas pendidikan, memeluk agama atau keyakinan ketuhanan, terpenuhinya kebutuhan dasar hidup layak, akses informasi dan teknologi, kebebasan berekspresi, hingga partisipasi politik.

Di negara-negara maju, hak-hak mereka dapat dipenuhi dengan layak, bahkan mendapatkan fasilitas khusus. Di setiap jalan umum misalnya, banyak diberikan tanda maupun bentuk jalan berbeda yang memudahkan untuk diindera dan menuntun mereka untuk berjalan. Bahkan juga, disediakan mesin lift aksesibel bagi mereka yang tidak dapat menggunakan tangga atau elevator.

Berbagai fasilitas diberikan oleh negara karena telah adanya kesadaran dan pemahaman yang kuat mengenai kesetaraan hak antara para penyandang disabilitas, dan orang normal pada umumnya. Semuanya dilakukan oleh negara untuk menjamin kesetaraan hak hidup antar warna negara, baik untuk penyandang disabilitas maupun orang normal lainnya.

Di balik kekurangan, ada kelebihan

Bagi orang normal, membaca buku, melihat pertandingan bola, maupun menyaksikan presentasi dosen di kelas menjadi sesuatu yang sangat mudah dilakukan. Namun, tidak bagi mereka yang mempunyai keterbatasan penglihatan. Mereka harus mengaktifkan indera pendengaran, penciuman, dan perabaan untuk mengenali suatu informasi atau peristiwa.

Mereka melakukan proses belajar dengan cara-cara khusus dan perlu dipandu dengan metode yang sesuai juga. Umumnya, mereka yang mempunyai keterbatasan dalam penglihatan malah mempunyai kelebihan di indra-indra yang lain dibandingkan orang normal.

Sebagai contoh, mereka lebih peka terhadap stimulus suara dan lebih kuat dalam mengingat. Banyak para penghafal Al-Qur’an yang mampu menghafalkan 6.236 ayat dalam 114 surat, dan 77.450 kata di dalam Al-Qur'an hanya dengan mendengar rekaman.

Dikutip dari globalcitizen.org, ada seorang perempuan penyandang difabel netra yang berasal dari Kolombia berhasil dilatih oleh dokter dari Jerman bernama Frank Hoffman, untuk mendeteksi kanker payudara stadium awal.

Penyandang difabel netra rupanya mempunyai sensivitas yang sangat tinggi di ujung jarinya. Termasuk untuk mengecek gangguan pada organ dalam manusia. Mereka secara alamiah mampu merasakan pertumbuhan jaringan yang abnormal pada organ payudara.

Sebelum diintroduksikan ke Amerika Selatan oleh perusahaan Jerman Discovery Hands, metode dokter Frank Hoffman tersebut telah diuji secara klinis terlebih dahulu di Jerman dan Australia. Penelitian dan pengembangan metode baru ini disponsori oleh Bank Pembangunan Amerika Latin Corporacion Andina de Fomento. Hal ini menjadi kemajuan yang luar biasa di dunia kedokteran barat.

Pemberdayaan difabel netra di Indonesia

Di Indonesia sendiri, masyarakat difabel netra diberdayakan melalui Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni). Dikutip dari website resmi, Pertuni, berusaha mengembangkan program-program pemberdayaan yang berkualitas untuk membantu difabel netra agar menjadi manusia yang cerdas, dan mandiri.

Selain itu, mereka juga berusaha meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri dari para difabel netra untuk dapat berkarya di masyarakat secara inklusif. Program yang dilakukan Pertuni di antaranya, mengkampanyekan pentingnya layanan dini untuk anak-anak difabel netra sebagai tahap persiapan menghadapi jenjang sekolah.

Bersama The Nippon Foundation dan International Council of Education for People with Visual Impairment (ICEVI), Pertuni menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas mahasiswa difabel netra di pendidikan tinggi.

Lalu, menginisiasi layanan Low Vision, melaksanakan computer training untuk difabel netra, mengembangkan sistem layanan bank yang inklusif bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Yang terpenting lagi adalah membantu Pemerintah untuk menerbitkan UU No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Poin penting dari UU ini adalah menempatkan isu disabilitas sebagai isu hak asasi manusia, dan membangun Indonesia menjadi bangsa yang mengimplementasikan disability inclusive development.

Tentunya, tidak cukup Pertuni untuk membantu pemberdayaan ini. Perlu lebih banyak partisipasi dari berbagai pihak untuk membantu langkah-langkah positif ini.

Inspiratif! PPIT Kunming merilis VERBA

Isu ini juga menjadi salah satu poin pembahasan penting dalam Rapat Kerja Perhimpunan Pelajar Indonesia di Tiongkok (PPIT) Kota Kunming, Yunnan, China, Desember 2019 lalu.

Dengan mengambil momentum Hari Braille Dunia yang diperingati setiap 4 Januari, PPIT Kunming menginisiasi program media pendidikan aksesibel dan inklusi untuk pertama kalinya. Produknya adalah audiobook untuk tuna netra.

Program yang dinamai The Voice of Education for the Blind (VERBA) ini dilakukan oleh sekitar 25 orang relawan anggota PPIT Kunming. Sejak pertengahan Januari 2020, mereka melakukan rekaman di asrama kampus masing-masing dengan menggunakan alat rekam pada smartphone.

Kemudian, rekaman ini dikumpulkan untuk proses editing dan finishing menggunakan audacity software. Buku-buku yang direkam di antaranya adalah Buku-buku Sejarah SMP, dan novel motivasi 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setiawan.

Veronica Christamia Juniarmi selaku koordinator VERBA PPIT Kunming berharap agar program ini dapat menginspirasi, dan menggugah para pelajar Indonesia di Tiongkok agar dapat berpartisipasi dalam membantu difabel netra di Indonesia.

Selain itu, juga dapat memberikan fasilitas literasi bagi mereka saat harus bertahan di rumah menghindari wabah Covid-19. Program ini pun dilakukan untuk mendukung School From Home bagi difabel netra saat wabah ini meluas di Indonesia.

Sejauh ini, PPIT Kunming telah berkolaborasi dengan Braille’iant Indonesia, Kedutaan Besar RI di Beijing, beberapa Yayasan Difabel Netra di Yogyakarta, dan SLBN 1 Bantul dalam proses promosi, produksi, hingga distribusinya. Secara simbolis, audiobook ini akan diserahkan kepada Kepala Sekolah SLBN 1 Bantul pada hari Pendidikan Nasional mendatang.*

Ditulis oleh:

Adhita Sri Prabakusuma

Ketua PPI Tiongkok (PPIT) Kota Kunming; Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Tiongkok

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini