Ketua Gerkatin Buat Masker Transparan untuk Penyandang Difabel Rungu

Ketua Gerkatin Buat Masker Transparan untuk Penyandang Difabel Rungu
info gambar utama

Banyak tangan-tangan terampil yang bermunculan pada masa pandemi virus korona atau COVID-19 yang sedang menyerang Indonesia dan negara-negara lain saat ini. Inovasi dalam bidang teknologi dan non-teknologi bermunculan untuk membantu mencegah penyebaran virus agar tidak semakin meluas.

Mungkin Kawan GNFI sudah tahu, masker menjadi barang wajib dipakai khususnya saat beraktivitas di luar rumah. Masker membantu kita memproteksi diri dari potensi penularan virus korona ketika berinteraksi dengan orang-orang saat bersua. Permintaan masker pun meningkat dan membuat para produsen menggenjot stok produksinya. Beberapa industri rumahan pun ikut bergerak dengan membuat masker berbahan kain dengan harga yang terhitung ekonomis.

Sayangnya, kebanyakan masker yang beredar di pasaran mempunyai nilai minus bagi penyandang difabel tuli. Bagi mereka, membaca gerak bibir (lip-read) begitu penting ketika berkomunikasi dengan orang lain. Masker yang dipakai kebanyakan orang seolah menjadi tembok penghalang bagi penyandang tuna rungu menjalin komunikasi dengan lawan bicara.

Beruntung bagi teman tuli karena ketua Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Dwi Rahayu Februarti, mempunyai inovasi dengan masker buatannya. Wanita asal Dusun Gemawang, Sleman, Yogyakarta, tersebut membuat masker transparan agar para penyandang tuna rungu bisa tetap berkomunikasi antarsesama penyandang dan orang yang bisa mendengar ketika dibalut masker.

Dwi menuturkan, ide membuat masker transparan didapatnya setelah melihat postingan akun Facebook Komisioner Hak Asasi Manusia (HAM) Bahrul Fuad atau yang akrab disapa Cak Fu. “Sebelumnya saya juga berpikir karena ini berhubungan dengan masalah komunikasi kami dengan paramedis yang kebanyakan pakai masker standar. Jadi dengan adanya (postingan) FB Bahrul itu timbulah ide untuk membuat masker transparan,” terang Dwi saat dihubungi GNFI pada Kamis (16/4).

Masker transparan buatan Dwi terbuat dari kain perca dan plastik mika yang bahan-bahannya tersedia di rumahnya. Berbekal teknik menjahit perempuan 41 tahun itu berinovasi sendiri setelah melihat tutorial membuat masker transparan lewat video di YouTube. Hanya saja, melihat video saja tidak cukup membuat proses pembuatan masker transparan mudah. Ada beberapa tantangan yang dihadapi Dwi.

“Ada dua tantangan, pada awalnya tidak semua ukuran mulut sama. Berikutnya, tambahan plastik membuat orang tidak nyaman mengenakan masker karena panas. Ada embun di plastik itu dan panas di dalamnya. Tantangan itu membuat saya harus berkali-kali mencoba,” ucap Dwi.

Masker-masker transparan yang sudah jadi rencananya dibagikan secara cuma-cuma untuk kalangan tuli . Namun tidak bisa semuanya, karena Dwi masih melihat segi kemampuan tenaga kerja. “Tidak semuanya (gratis), tergantung tenaga kerja. Yang mengerjakan cuma satu orang, yaitu saya sendiri,” ungkapnya lagi.

Sejauh ini Dwi belum berencana membuat produksi masker transparan dengan skala yang lebih besar. Produksi masker transparan buatannya saat ini diprioritaskan untuk keluarganya terlebih dulu, meskipun ia tak memungkiri saat ini sedang mengerjakan masker transparan untuk orang yang telah memesan.

“Belum direncanakan karena belum ada dananya dan juga dukungan teman-teman Gerkatin,” kata Dwi. “Memang ada produksinya hanya untuk keluargaku saja dulu, baru yang lainnya. Sekarang saya lagi buat pesanan sekita 30 biji,” pungkasnya.

Salah satu orang yang sudah memesan masker transparan bikinan Dwi ialah Marsudiyati Partamaningsih atau Ibu Aning. Ibu Aning mengaku masker transparan buatan ketua Gerkatin asal Sleman itu nyaman dan membantunya berkomunikasi dengan teman tuli.

“Nyaman dipakai saat berkomunikasi dengan teman-teman tuli. Masker ini dapat meminimalisir hambatan berkomunikasi pada tuli yang terbiasa lips reading,” ujar guru Sekolah Luar Biasa Karnamanohara itu dikutip GNFI dari Solider.id.

Menurutnya, masker transparan ini lebih cocok dipakai di tempat pelayanan publik yang berhubungan dengan komunikasi. Di rumah sakit saat melayani pasien tuli menjadi salah satu contohnya. Dwi berharap setiap pemberi pelayanan publik wajib mengenakan masker transparan ini saat melayani orang tuli.

Referensi: Solider.id | Facebook.com/@Forhumanityofficial |

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dimas Wahyu Indrajaya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dimas Wahyu Indrajaya.

Terima kasih telah membaca sampai di sini