JagaPasar, Gerakan Perlindungan Diri dari Korona

JagaPasar, Gerakan Perlindungan Diri dari Korona
info gambar utama

Saat seruan lebih baik di rumah digaungkan, ada orang-orang yang harus bekerja untuk mencukupi periuknya. Tak bekerja sehari saja, bisa jadi hari itu dia tak makan. Di sisi lain, ada juga yang membutuhkan bahan makanan untuk mengisi perut. Pasar adalah salah satu tempat yang tidak bisa berhenti meski pandemi menyerang negeri ini.

Ika Ayu, warga Jogja sekaligus pendiri JagaPasar, merasa prihatin dengan pedagang Pasar Legi di dekat rumahnya. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Ika berbelanja di pasar itu.

”Pasar ini kan memang tempat bertemunya banyak orang. Pembeli ke pasar, lalu membawa lauk untuk keluarganya,” ungkapnya.

Di Pasar Legi itu ada beberapa pedagang yang memiliki kios kecil. Bahkan, banyak yang berjualan di emperan. Usia pedagangnya beragam. Kerap kali, pada jam tertentu, berjubel orang. Interaksi banyak orang itu membuat tempat tersebut rawan penularan Covid-19.

Perempuan 33 tahun itu merasa terketuk untuk membantu pedagang. Dia tak mau penjual atau pembeli di pasar tersebut tertular korona. Kalau sampai banyak yang kena, siapa yang menyediakan bahan kebutuhan sehari-hari?

Mulanya, yang dia pikirkan adalah membagikan masker dan hand sanitizer. Setidaknya dua perlengkapan itu bisa menjadi langkah preventif. ”Saya keliling pasar, membagikan paket itu,” ujarnya.

Ika merasa bahwa gerakan itu harus masif. Namun, dia tak mampu kalau harus bergerak sendiri. Untung, dia dekat dengan beberapa aktivis di Kota Gudeg. Setidaknya ada yang membantu untuk menambah jumlah paket yang dibagikan. Teman-teman aktivis mendukung Ika untuk bergerak di pasar. Sementara di antara rekan lain, ada yang mendirikan dapur umum dan melakukan berbagai kegiatan solidaritas lainnya.

Dari sini, jangkauan semakin luas. Donasi dikumpulkan. Ika juga bergerilya di media sosial untuk mengumpulkan dukungan. Salah satunya lewat Twitter.

Jangkauan Ika semakin luas. Dia bertugas di Jogja sisi selatan. Selain Pasar Legi, ada Pasar Niten hingga Pasar Induk Giwangan. Ada juga yang bergerak di Jogja bagian timur. Gerakan yang semakin besar itu kemudian dinamai JagaPasar.

Mereka masuk ke pasar-pasar untuk mengingatkan pedagang akan pentingnya menggunakan masker sebagai bentuk perlindungan diri. Namun, membagikan masker dan hand sanitizer adalah langkah jangka pendek. Ada pekerjaan jangka panjang yang sedang dipikirkan. Bagaimana seandainya Jogja menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan membatasi aktivitas di pasar? Bisakah pedagang menjalani work from home (WFH) juga?

Ika bersama relawan lain mencoba untuk membuka diskusi di tengah pedagang. Melibatkan pedagang pasar itu sebuah keharusan. Mereka yang akan menjalani. Ika dan relawan lain hanya memfasilitasi.

Sempat terpikir untuk membuat aplikasi jual beli daring. Namun, ada banyak kendala. Pertama, kebiasan pembeli untuk memilih dagangan paling bagus. Dikhawatirkan, dengan sitem daring, mereka tak bisa memilih. Lalu, ada juga yang sudah punya langganan. Masalah lainnya terkait dengan teknologi. Pedagang yang sudah sepuh merasa kesulitan kalau berjualan secara online. Belum lagi soal siapa yang mengantarkan.

Pasar Legi Kotagede.Foto: Detik
info gambar

”Dinas pasar di Jogja sebenarnya sudah memberlakukan pasar tutup sampai pukul 12.00,” tuturnya. Namun, menurut Ika, pasar ramai pukul 07.00 hingga 09.00. ”Pukul 11.00 rata-rata sudah pulang pedagangnya,” ungkapnya.

Dia juga berusaha menemui lurah pasar (petugas pasar). Tujuannya, mengetahui persiapan yang dilakukan. Namun, dari beberapa lurah pasar yang dia temui, belum ada persiapan. ”Memang seperti dugaan, tidak ada kesiapan khusus, kecuali ada tambahan wastafel, disemprot dengan jadwal, dan diminta pulang pukul 12.00,” ujarnya.

Ika dan relawan lain terus melakukan asesmen terkait dengan apa yang dibutuhkan oleh pedagang. Hasilnya akan diajukan kepada pemerintah daerah. Dia berharap, ke depan ada penanganan yang tegas untuk wilayah Jogja. Dia bersama dengan aktivis lain akan membuat gerakan yang lebih besar lagi untuk penanganan Covid-19 di Kota Pelajar. ”Kami sedang menyiapkan pernyataan sikap untuk tepat satu bulan kebijakan tanggap darurat Jogja, tapi belum ada wacana ke PSBB,” ungkap Ika.

Sumber: JawaPos

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Indah Gilang Pusparani lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Indah Gilang Pusparani.

Terima kasih telah membaca sampai di sini