Dilema Larangan Mudik di Tengah Pandemi Covid-19

Dilema Larangan Mudik di Tengah Pandemi Covid-19
info gambar utama

Dilansir dari mediaindonesia.com, pada saat memimpin rapat terbatas, Presiden Jokowi mengatakan bahwa setelah larangan mudik bagi ASN, anggota TNI, POLRI, dan pegawai BUMN sudah dilakukan minggu lalu, ia juga menyampaikan bahwa mudik akan dilarang bagi semuanya.

Sepenggal instruksi Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas di Istana Negara menjadi "ke-ambyar-an" masyarakat Indonesia untuk menikmati Idul Fitri 1441 Hijriyah di tengah keluarga dan saudara di kampung.

Selain membuat “ambyar” hati masyarakat Indonesia, kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra, terutama bagi masyarakat yang terbiasa melakukan mudik setiap tahunnya dan berada di wilayah zona merah.

Kebijakan tersebut memaksa setiap masyarakat untuk mematuhi dan mengurungkan niat melakukan mudik. Larangan mudik tidak hanya berlaku bagi masyarakat kebanyakan. Larangan mudik juga berlaku bagi para ASN, dan memiliki konsekuensi yang tegas jika melanggarnya.

Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan pelarangan mudik | Foto: harianhaluan.com
info gambar

Menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2020 ini, Kementerian PANRB dan Badan Kepegawaian Negara mengeluarkan edaran mengenai larangan mudik bagi ASN serta penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang melakukan mudik pada masa darurat kesehatan Covid-19.

Niatan mudik masyarakat (termasuk ASN, Polisi, TNI dan Pegawai BUMN) harus segera dihentikan saat ini, tahun ini. Mengapa hal tersebut dilakukan? Mengingat Sebagian besar mudik dilakukan oleh masyarakat Jabodetabek menuju ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan sebagainya.

Bahkan dengan banyaknya orang yang mudik dari Jakarta, kota ini menjadi sangat sepi ketika hari lebaran. Survey yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC) kepada 2.437 responden di 34 provinsi, diantaranya 12% responden menyatakan akan tetap mudik meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19. Dengan kata lain, diperkirakan 3 juta orang akan mudik Lebaran. Sementara itu, 4% dari responden menyatakan telah mudik terlebih dahulu.

Kebijakan larangan mudik harus diakui dan didasari oleh karena penyebaran Covid-19 ini cepat menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, bahkan dunia yang dirasakan sebagai simalakama yang sangat berat. Akan tetapi, berbagai kebijakan harus diterapkan dan dipatuhi agar virus corona segera lenyap dari bumi Indonesia.

Secara demografi, penduduk daerah Indonesia rata-rata warga berusia lanjut (Senior Citizen). Warga lansia merupakan salah satu kelompok masyarakat yang paling rentan terpapar virus Corona. Apalagi bila memiliki penyakit bawaan.

Ketika sebagian besar dari kita memutuskan untuk mudik, apalagi banyak kasus orang terjangkit Covid-19 tanpa gejala sama sekali, maka orang yang terjangkit tanpa gejala tersebut tanpa sadar akan menjadi carrier menularkan dan menyebar kepada orang lain.

Bayangkan bila para pemudik tersebut menjadi carrier yang menularkan Covid-19 kepada orang-orang tua kita di desa. Banyak pendapat bahwa penyebaran Covid-19 terjadi di perkotaan. Jadi, ketika mudik ke desa akan semakin masif penyebaran Covid-19 di pedesaan.

Maka, penyebaran akan semakin luas dan sangat berpotensi tinggi menimbulkan kematian, karena menjangkit banyak orang tua di pedesaan. Para perantau memiliki potensi sebagai carrier yang dapat menularkan kepada mereka yang ada di daerah. Tentu itu tidak kita inginkan. Daripada virus Covid-19 atau Corona ini makin menyebar ke pedesaan, lebih baik tegas mengatur warga agar tidak mudik. Caranya, mobilitas orang dari dan ke zona merah (Jabodetabek khususnya) dikunci, tidak bisa keluar dan masuk seenaknya, serta semua jalan provinsi dijaga ketat aparat keamanan dan perhubungan.

Namun, hal tersebut tentu diharapkan tidak akan menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia karena untuk kebaikan diri sendiri, keluarga, masyarakat sekitar, dan untuk Indonesia. Kita menjadi bagian yang harus menahan diri sebisa mungkin untuk tetap di rumah hingga masa pembatasan siaga pandemi Covid-19 ini berakhir.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya mudik lebaran, Pemerintah Daerah (Pemda) sudah menyiapkan berbagai strategi untuk mencegah arus mudik dari kota ke daerah, baik di dalam pulau maupun antar pulau.

Kebijakan pemerintah teruang dalam beberapa peraturan merupakan intervensi total yang dilakukan pemerintah, yaitu dengan mengeluarkan berbagai Peraturan maupun Surat Edaran, diantaranya Permenhub No.25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19, dan SE Menteri PAN-RB No. 46 Tahun 2020 tentang Larangan Mudik bagi ASN dan SE BKN No. 11/SE/IV/2020 yang berisi tentang Hukuman bagi ASN yang melaksanakan Mudik di masa Pandemi Covid-19.

Pelarangan tersebut berlaku hingga 31 Mei 2020 untuk angkutan darat, 15 Juni 2020 untuk angkutan kereta api, 8 Juni 2020 untuk angkutan laut, dan 1 Juni 2020 untuk angkutan udara.

Maka dari itu, saat ini pemerintah tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan masyarakat. Butuh kepedulian masyarakat dalam pencegahan Covid-19. Walaupun diakui banyak yang terkena dampaknya secara faktor ekonomi, seperti penguasaha travel dan otobus, mobil pariwisata, para kondektur, supir dan crew yang ada di perusahaan tersebut harus off bekerja.

Begitu pun dengan beberapa SPBU juga akan terkena dampaknya. Biasanya menjelang mudik, akan ada kenaikan pendapatan karena volume pengisian bahan bakar yang di order dari PT. Pertamina meningkat termasuk dari sektor-sektor lain yang sangat banyak terdampak.

Apalagi dengan masih banyaknya masyarakat yang nekat untuk mudik dengan melalui “jalan tikus”. Beraninya pemudik melalui jalan tikus adalah bentuk mengelabuhi petugas penjagaan di setiap jalan agar tidak memberikan sanksi kepada pemudik.

Menghadapi kondisi darurat ini kita harus sabar, tawakal, ikhlas, dan menahan rindu sementara untuk bertemu keluarga dan sanak saudara karena Idul Fitri tahun 2020 ini tidak dapat mudik. Kita tidak sendirian, banyak orang tua yang mengalami hal seperti ini.

Rela berkorban tidak berkumpul, bertemu, dan bersilaturahmi secara langsung di Hari Raya Idul Fitri adalah bentuk partisipasi aktif dalam menanggulangi wabah pandemi Covid-19. Silaturahmi secara langsung dapat diganti dengan silaturahmi melalui dunia maya, yang dapat mempertemukan kapan dan di mana saja.

Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi mempermudah untuk mendekatkan yang jauh, walau kadang menjauhkan yang sudah dekat. Silaturahmi dapat dilakukan melalui video call, telepon, dan berbagai media sosial.

Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dapat menghilangkan rasa rindu yang mendalam. Mensyukuri apa telah dikaruniakan, tidak berkeluh kesah, disiplin dan berdoa mohon kekuatan dari Tuhan, menjadi penyemangat lahir batin di tengah kondisi sekarang.

Tidak mudik tahun ini bukan berarti tidak sayang dan tidak hormat dengan orang tua. Justru wujud rasa sayang agar orang tua tetap sehat. Ya, kita hanya bisa berdoa semoga pandemi Covid-19 di Indonesia segera berakhir dan kita bisa mudik kembali dengan gembira dan hati yang tenang.

Bangkit Indonesiaku, bangkit negaraku. Semoga Covid-19 segera berakhir, sehingga dapat menikmati kebersamaan dengan keluarga dengan waktu yang lebih berkualitas.

Sumber: Kompasiana / Tirto.id / Media Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini