Karakter Guyub dan Disiplin dalam Perang Melawan Virus Corona

Karakter Guyub dan Disiplin dalam Perang Melawan Virus Corona
info gambar utama

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah*

Saya miris mengikuti berita tentang penyebaran virus corona di berbagai dunia dan tentu di negeri kita sendiri, miris karena jumlah kematian akibat virus mematikan ini seperti deret ukur bukan deret hitung. Di negara-negara Eropa jumlah kematiannya melebihi angka kematian di daerah asal muasal virus ini-Wuhan Cina. Misalkan di Italia dan Spanyol jumlah orang yang meninggal itu 600-800 sehari, sekali lagi dalam satu hari! Bukan dalam satu bulan. Negeri Amerika Serikat yang merupakan negara terkuat dan termaju di planet bumi ini pun kewalahan menghadapi penyebaran virus ini, jumlah orang yang mati di negeri adidaya ini mencapai lebih dari 65.000 orang (data ketika artikel ini saya tulis). Dan akibat berbagai jenis usaha/pekerjaan ditutup selama 4 minggu sudah ada 22 juta orang lebih kehilangan pekerjaan di seluruh AS.

Update berita tentang penyebaran corona di Indonesia ini juga miris, karena jumlah kematian yang diakibatkannya juga seperti deret ukur, terus bertambah. Ada beberapa daerah lain yang menurun jumlah orang yang terinfeksi dan mati, tapi ada daearah lain di negeri ini yang malah meningkat jumlahnya. Terakhir, hati saya miris pernah melihat video yang diunggah di medos wawancara Najwa Shihab dengan seorang petugas pemakaman yang mengaku memakamkan jenazah puluhan setiap harinya, dan dia menangis memohon pada masyarakat untuk mematuhi aturan pemerintah dalam menghadapi virus corona. Si petugas pemakaman ini menangis juga melihat respon masyarakat yang masih “adem ayem” ditengah gawatnya kondisi penyebaran virus corona, “Jakarta masih macet” – teriak dia, mengekspresikan keluhannya kenapa masyarakat masih tidak “ngeh” terhadap situasi ini, padahal dia sebagai saksi hidup yang menyaksikan sendiri begitu banyak jenazah dimakamkan tanpa boleh diantar keluarganya.

Masih pasiv nya reaksi masyarakat seperti itu tidak hanya di Jakarta, tapi juga didarah-daerah lain dimana masih kita lihat ribuan orang lalu lalang setiap hari, jalan macet –misalnya di hari Senin, seperti hari-hari normal saja. Situasi ini berlawanan dengan himbauan pemerintah tentang Stay at Home (tinggal dirumah), social distancing, physical distancing. Bahkan di berbagai sudut kota di pasang poster-poster mengingatkan masyarakat dengan kalimat yang keras misalkan antara lain “Bagi orang Yang Ngeyel, ada tiga pilihan pertama Tinggal Dirumah, kedua Masuk Rumah Sakit dan ketiga Masuk Kubur”.

Di India yang penduduknya lebih besar dari Indonesia, yaitu lebih dari 1 milyar juga menghadapi masyarakat yang “ngeyel” itu sampai-sampai mengerahkan polisi dengan bersenjata tongkat untuk memukul orang-orang yang masih berkeliaran di jalan, padahal ada kebijakan negara Lockdown. Kondisi di India itu menjadi bahan candaan di Indonesia yang antara lain mengatakan “sebaiknya Indonesia impor polisi dari India”, atau “Jumlah orang yang mati di India sedikit, orang yang pantat nya sakit jumlahnya banyak” – karena dipukuli polisi. TV internasional Al Jazeera pernah melaporkan ada 18 orang sipil di Nigeria yang mati akibat perlakukan aparat keamanan yang melakukan tindakan keras terhadap masyarakat yang ngeyel tidak mematuhi aturan lockdown.

Akan tetapi tentu kita tidak boleh menuduh semena-mena tentang banyaknya orang yang “ngeyel” tidak mau mematuhi peraturan pemerintah atau tidak menyadari bahayanya virus corona ini karena menyangkut banyak faktor, diantaranya banyak yang bertanya “kami makan apa kalau tidak bekerja bila ada lockdown”, atau bagi pengusaha dan pemerintah mengatakan “ekspor kami menurun”, “pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota menurun sekian persen”. Pertanyaan publik kemudian berlanjut, kalau kabupaten/kota dilakukan lockdown penuh – apa pemerintah mampu memberi masyarakat penghasilan sebagai gantinya penghasilan mereka yang hilang akibat lockdown. Memang, persoalan akibat dari penyebaran virus corona ini sangat kompleks karena sangat berkaitan dengan banyak faktor, misalnya faktor ekonomi masyarakat, perekonomian daerah atau negara, psikologi masyarakat, sikap masyarakat dsb. Barangkali karena persoalan-persoalan itu pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) – bukan kebijakan lockdown penuh.

Bangsa ini perlu belajar dari negara-negara yang untuk saat ini berhasil melawan corona, seperti Taiwan, Vietnam dan Cina. Kuncinya adalah kepatuhan masyarakatnya yang tinggi terhadap peraturan pemerintah dan protocol kesehatan dalam menghadapi virus mematikan ini. Memang kita perlu disiplin dengan semangat bersama dalam melawan pandemi ini.

Bangsa Indonesia dikenal dunia karena karakter sosiologis nya yang “guyub”, dibeberapa daerah ada kearifan lokal tentang “guyub” ini, misalkan ada istilah Gotong Royong, Pela Gandong, Kita Orang Samua Basudara dsb. Sifat luhur bangsa tentang “guyub” – bersatu, tanpa pamrih membantu sesama perlu terus menerus dipupuk terutama pada kondisi Pandemi corona sekarang ini. Diberbagai daerah Alhamdulillah sifat tolong menolong ini sudah di wujudkan, misalkan di Yogyakarta ada seorang ibu rumah tangga yang mengumpulkan sayur dan bahan makanan lainnya lalu dimasukkan plastik, digantung didepan rumahnya, dan mempersilahkan masyarakat yang terkena dampak corona ini mengambilnya; ada yang membagikan sembako dijalan-jalan kepada masyarakat, ada yang menyusuri jalan-jalan kecil dan sempit mencari orang-orang yang sudah sepuh untuk diberi bantuan.

Kemerdekaan Indonesia yang di perjuangkan dengan darah itu berhasil kita capai karena sifat luhur saling membantu itu, dimana warga desa, ibu-ibu, warga kampung semua tingkatan masyarakat memasok bahan-bahan makanan bagi para pejuang yang bergerilya melawan penjajah. Doktrin pertahanan TNI itu juga dilandasi atas karakter bangsa yang saling bantu ini, yaitu pertahanan yang meilbatkan rakyat. Wong kita merdeka bisa berhasil karena sifat guyub itu, maka pertempuan melawan virus corona itu juga bisa dimenangkn manakala sifat guyub itu tidak hilang.

Karakter bangsa yang guyub itu manakala ditambah dengan sikap disiplin, maka bangsa ini bisa mengatasi pandemic corona ini dengan lebih baik.

=

*Penulis senior GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini