Menjelang Lebaran, Tradisi 'Andilan' Warnai Masyarakat Betawi Tempo Dulu

Menjelang Lebaran, Tradisi 'Andilan' Warnai Masyarakat Betawi Tempo Dulu
info gambar utama

Bagi masyarakat Betawi tempo dulu, hari raya idul fitri atau momen lebaran merupakan hari paling istimewa yang ditunggu-tunggu dalam kehidupan. Tradisi nyorog dan andilan mewarnai kehidupan masyarakat menjelang lebaran.

Menurut JJ Rizal, selaku penulis, memotong kerbau atau kebo 'andilan' merupakan sebuah tradisi masyarakat Betawi tempo dulu untuk menyambut bulan Ramadan. Mereka dulu memiliki kebiasaan mengumpulkan uang untuk kemudian dibelikan kerbau kebo.

“Nanti sebelum bulan puasa kerbau itu akan mereka pelihara, mereka gemukkan selama bulan puasa. Mereka kasih makan yang baik,” ujar Sejarawan, penulis, sekaligus pendiri penerbitan Komunitas Bambu itu dikutip dari Kompas Travel.

Selama bulan puasa, masyarakat Betawi akan secara bergiliran menggembalakan kerbau tersebut di tanah-tanah lapang. Pada saat itu, tanah lapang masih banyak ditemukan di Jakarta. Setelah bulan Ramadan tiba, masyarakat Betawi akan menyembelih kerbau tersebut dan memasaknya bersama-sama.

Sementara itu, seorang netizen menjelaskan secara detail andilan di forum 'Wisata Sejarah Bekasi'. Menurutnya, kalau sudah mau dekat hari lebaran orang kampung Betawi tempo dulu biasanya sibuk melunaskan paketan daging kebo atau andilan.

"Andilan artinya ngikut patungan beli kebo buat dipotong mo lebaran, biar kaga berat mangkanya dibikin paketan (lorisan) uang kas arisan dikumpulin selama setahun buat beli kebo ntar kekurangannya entuh warga pada nambain," tulis Sarin Sarmadi atau Bang Ilok pakai bahasa Betawi.

Tradisi Andilan masyarakat betawi | Foto: travel.kompas.com
info gambar

Bagi orang Betawi tempo dulu yang namanya daging kerbau wajib hukumnya harus ada pada saat Idul fitri atau Lebaran.

"Kalo kaga ada daging kebo bebawaan atawa nyorog ke orang tua atawa saudara nyeng lebih tua kurang afdhal dan rada jengah (malu)," tulis yang dikenal juga dengan sebutan Bang Ilok itu.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tradisi itu dilakukan karena zaman dahulu belum ada biskuit atau makanan kaleng buat berbagi kepada sanak saudara yang lebih tua jadi harus mengolah masak sendiri.

"Entuh daging kebo nyengudah disemur ditaro ditentengan (Rantang) ditimpalin ama sayur kembili, sambelan plus gabus kering ama nasi. Lantas kalo udah komplit dibawain dah pas ari mau takbiran ke rumah baba dan sodara kita nyeng lebih tua," jelasnya.

Kebo Andilan dipotongnya biasanya dua hari atau sehari sebelum lebaran. Bagi yang ikut andilan harus pada datang, ikut membantu pemotongan kerbau.

"Resep bet dah kalau ari entuh pas mau motong kebo andil orang pada ngumpul. Entuh bocah pada nonton kebo dipotong," tulisnya.

Jika dilihat dari cara memasaknya pun berbeda dengan cara warga saat ini. Tua muda turut membantu mulai proses pemotongan hingga memasak.

"Untuk bapak-bapak tugasnya membersihkan daging, sedangkan ibu-ibu memasak daging kerbau. Sementara yang muda menyiapkan kayu bakar," jelas H. Sani, salah seorang warga Betawi Condet dikutip dari Kompas Travel.

Menurut H. Sani, ada dua makna yang dapat disampaikan melalui tradisi motong kebo andilan. Pertama ialah bersyukur kepada Allah, kedua menumbuhkan rasa gotong-royong dan rasa kebersamaan antara manusia.

Mulai Hilang

Tradisi motong kebo andilan mulai berangsur-angsur hilang. Penyebabnya mulai luntur nilai tradisi warisan nenek moyang pada masyarakat Betawi saat ini.

Hanya saja dirinya tak mengklaim jika tradisi ini benar-benar hilang dari peradaban masyarakat Betawi, karena masih ada daerah pinggiran Jakarta yang masih melakukannya.

"Biasanya masyarakat Betawi pinggiran masih memegang teguh tradisi ini, seperti di daerah Tangerang, Bekasi, Depok dan beberapa daerah lain yang mayoritas penduduknya orang Betawi. Meski saat ini hewan kerbau mulai sulit ditemui di Jakarta, mereka mengganti kerbau dengan seekor sapi. Yang penting makna dan tujuannya sama," tutur H. Sani.

Tradisi ini kini semakin sulit ditemui, sambung Rizal. Ia menyebut, ada beragam faktor yang menyebabkan tradisi ini nyaris punah.

“Karena sekarang kan udah susah cari lapangan untuk ngangon (menggembalakan kerbau), perubahan dalam sosial masyaraat dan beragam faktor lainnya. Padahal tradisi ini yang menarik adalah kebersamaan, guyub antar-masyarakat, enggak ada sekat yang kaya dan miskin jadi satu. Ini budaya yamg penting dan sehat, harusnya dipelihara dan dijadikan pertunjukan budaya,” katanya.

Padahal menurutnya tradisi motong kerbau andilan ini tidak hanya dilakukan umat muslim.

"Jadi yang Kristen, Hindu, semua berbaur menjadi satu dan bersama-sama menikmati olahan daging kerbau itu," kata ahli sejarah Betawi itu.*

Sumber: Netizen di Facebook | Kompas Travel

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini