Saksi Mata : Mengenang Gentingnya September 1965

Saksi Mata : Mengenang Gentingnya September 1965
info gambar utama

Saya dan dua kakak saya yang masih kecil itu pada siang hari tanggal 30 September 1965 itu ikut ketakutan karena mendengarkan siaran radio RRI dimana ada pengumuman dari Dewan Revolusi tentang penangkapan anggota Dewan Jendral. Diumumkan juga bahwa semua pangkat Jendral para perwira TNI dihapuskan dan pangkat tertinggi adalah Kolonel (Almarhum Muamar Gadhafi ketika melakukan kudeta di Libia, dia juga mengumumkan pangkat tertinggi di militer Libia adalah Kolonel). Saya menyaksikan para tetangga yang menjadi anggota PKI mendengarkan pengumuman itu dengan sangat seksama. Selain dari RRI mereka juga membaca berita dari surat kabar komunis “Harian Rakyat”.

Besoknya suasana di kampung saya Kapasari, Surabaya (juga dimana-mana di tanah air ini) sangat tegang terutama pada malam hari. Di Jakarta telah terjadi penculikan dan pembunuhan jendral-jendral TNI Angkatan Darat; dan itu diikuti dengan ancaman pihak komunis untuk menculik dan membunuh warga yang anti PKI terutama masyarakat Islam dan pengikut organisasi-organisasi Islam. Para tokoh atau pemimpin organisasi Islam rumahnya sudah di beri tanda khusus oleh PKI sebagi tanda akan diculik dan dibunuh.

Kakak sepupu saya Almarhum Cak Abas yang menjadi ketua Ansor ranting Kapasari ini termasuk rumahnya yang sudah ada tanda nya artinya dia menjadi target yang akan dibunuh. Kebetulan rumah nya Cak Abas ini berdempetan dengan rumah saya yang hanya berdinding kayu. Yang saya ingat dia diminta saudara-saudara untuk bersembunyi di langgar atau musholla milik keluarga besar kami yang lokasinya persis didepan rumah dia. Saya kemudian tidak mengikuti kabar dimana selanjutnya Cak Abas ini bersembunyi, namun yang jelas dia tidak ada dirumah.

Kondisi negara dengan cepat berbalik setelah Jendral Suharto menguasai keadaan dan menggagalkan pemberontakan PKI itu dan menemukan jenazah para jenderal Angkatan Darat yang disiksa dan dibunuh dimasukkan kedalam sebuah sumur di daerah Lubang Buaya dekat Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma Jakarta. Dalam kondisi yang berbalik ini, gilirannya para pengikut dan pentolan PKI dimana-mana termasuk di kampung saya pada berlarian dan bersembunyi. Seingat saya setahun – dua tahun setelah gagalnya Gerakan 30 September PKI itu yaitu tahun 1966-1967 terjadilan perburuan dan pembunuhan besar-besaran terhadap anggota PKI dimana-mana. Saya melihat truk-truk tentara yang menangkap para anggota dan simpatisan PKI (dan kabarnya mereka dibunuh di luar kota). Cak Abas dan para pengurus Ansor NU tentu lega dengan berbaliknya situasi itu dan berkata “kalau lah PKI yang menang, kita-kita ini yang dibunuh”.

Gerakan 30 September PKI yang gagal ini menyebabkan kekacauan negara, kondisi ekonom menurun dengan sangat drastis, penangkapan anggota PKI terjadi dimana-mana. Gerakan pemberontakan PKI itu menimbulkan kerugian di berbagai sektor di Indonesia, baik kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Soal rugi ini juga menimpa anak-anak seusia saya yang pada saat pemberontakan PKI itu terjadi kami-kami ini sudah dikelas 6 SR atau Sekolah Rakyat (SD sekarang), karena pasca G 30 S PKI itu sekolah ditutup selama satu tahun akibatnya kami rugi satu tahun, yaitu seharusnya tahun 1966 kami sudah masuk SMP kelas 1, tapi akibat mundur satu tahun, baru tahun 1967 kami masuk SMP.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini