Siapa Sangka! Indonesia adalah Salah Satu Negara Penghasil Gas Alam Terbesar di Dunia

Siapa Sangka! Indonesia adalah Salah Satu Negara Penghasil Gas Alam Terbesar di Dunia
info gambar utama

Gas alam merupakan komponen vital dalam manajemen suplai energi dunia. Seperti minyak mentah dan batu bara, gas alam tercipta dari bahan bakar fosil sisa-sisa tanaman, hewan dan mikroorganisme yang tersimpan di dalam tanah selama jutaan tahun. Dibandingkan bahan fosil lainnya, gas alam dinilai sebagai sumber energi paling bersih, karena memiliki intensitas karbon yang rendah. Gas alam juga merupakan sumber penting untuk produksi baik bahan bakar maupun amonia yang merupakan komponen vital dalam produksi pupuk petrokimia.

Gas alam dalam bentuk cair dalam tabung (liquified petroleum gas/LPG), digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan kehidupan sehari-hari. Sedangkan gas alam yang sudah terkompresi (compressed natural gas/CNG) biasa digunakan untuk kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor atau industri. Berikut ini lima negara penghasil gas alam terbesar di dunia versi Kontan.

Negara dengan Produksi Gas Alam Terbesar di dunia

Sejak 1971, Amerika Serikat, Uni Soviet dan Kanada secara konsisten mencatatkan total produksi terbesar di dunia. Pasca Uni Soviet runtuh, Rusia muncul sebagai penggantinya. Luas wilayah yang besar, cadangan gas alam yang melimpah didukung teknologi yang canggih membuat ketiga negara tersebut mampu menguasai produksi gas alam dunia. Pada 1970, Amerika Serikat memproduksi sebesar 517 juta m3, diikuti Uni Soviet (187 juta m3) dan Kanada (54 juta m3).

Pada 2018 posisinya tidak jauh berbeda, AS masih menjadi penguasa dengan produksi sebesar 831,8 juta m3, posisi kedua ditempati Rusia dengan total produksi 669,5 juta m3, lalu diikuti Iran (239,5 juta m3), Kanada (184,7 juta m3), Qatar (175,5 juta m3), sementara Indonesia berada di posisi ke-11 dengan total produksi 73,2 juta m3, satu tingkat di atas Malaysia yang mencatatkan produksi sebesar 72.5 juta m3.

Pemanfaatan Gas Alam di Indonesia

Pemanfaatan gas alam di Indonesia dimulai pada 1960-an ketika produksi gas alam dari ladang gas alam PT Stanvac Indonesia di Pendopo, Sumatra Selatan, dikirim melalui pipa gas ke pabrik pupuk Pusri I-A milik PT Pupuk Sriwidjaja di Palembang. Perkembangan pemanfaatan gas alam di Indonesia meningkat pesat sejak 1974, di mana Pertamina mulai memasok gas alam melalui pipa gas dari ladang gas alam di Prabumulih, Sumatra Selatan, ke pabrik pupuk Pusri II, Pusri III dan Pusri IV di Palembang.

Pada waktu yang bersamaan, pada 1974, Pertamina juga memasok gas alam melalui pipa gas dari ladang gas alam di lepas pantai (offshore) Laut Jawa dan kawasan Cirebon untuk pabrik pupuk dan industri menengah dan berat di kawasan Jawa Barat dan Cilegon, Banten. Pipa gas alam yang membentang dari kawasan Cirebon menuju Cilegon, Banten. Selain untuk kebutuhan dalam negeri, gas alam di Indonesia juga di ekspor dalam bentuk LNG (liquified natural gas).

Saat ini, ada beberapa wilayah yang tercatat sebagai penghasil gas alam terbesar di Indonesia, di antaranya Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Papua Barat dan Kepulauan Riau. Gas alam yang sudah di produksi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri serta di ekspor ke berbagai negara.

Produksi Gas Alam Indonesia

Indonesia baru masuk daftar negara penghasil gas alam terbesar yakni pada 1978, dengan total produksi 11,2 juta m3, setelah itu angkanya kian meningkat seiring dibukanya beberapa titik blok migas. Puncaknya pada 2000, Indonesia menjadi negara Asia paling tinggi dan peringkat ke-6 dunia dalam memproduksi gas alam. Total produksi kala itu mencapai 70,5 juta m3/tahun.

Sementara pada 2018, produksi gas alam Indonesia mencapai 73,7 juta m3, kendati secara peringkat turun ke posisi 11, namun dari sisi produksi volumenya meningkat sebesar 3.2 juta m3 dibandingkan tahun 2000.

Untuk kawan GNFI yang ingin melihat data perkembangan negara dengan produksi gas alam terbesar, berikut motion graphic-nya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Iip M. Aditiya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Iip M. Aditiya.

Terima kasih telah membaca sampai di sini