Melihat Sudut Pandang Desa di Indonesia Lewat Kongres Kebudayaan Desa

Melihat Sudut Pandang Desa di Indonesia Lewat Kongres Kebudayaan Desa
info gambar utama

Selama ini manusia menggunakan teknologi untuk mengeksploitasi alam dan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk kita konsumsi. Munculnya pandemi COVID-19 membuat industri kolaps dan mengubah tatanan masyarakat Indonesia.

Warga yang sebelumnya melakukan urbanisasi ke kota untuk mencari kerja kemudian kembali ke desa. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk untuk menunjukkan berbagai potensi yang ada di desa agar tenaga produktif yang kembali mendapat pekerjaan dan ikut membangun daerahnya.

Desa Sumbu Peradaban Manusia

Desa merupakan sumbu peradaban dalam tatanan masyarakat Indonesia. Selama pandemi, desa ikut terdampak secara sosial, ekonomi, budaya, agama, hingga hukum. Namun di saat bersamaan, desa juga mengajarkan tentang pentingnya relasi sosial.

Desa masih memiliki relasi kekeluargaan dan kerja sama yang kuat. Puncak relasi tersebut berujung pada semangat gotong royong atau kolaborasi. Beragam aspek kehidupan desa ini dibahas pada Serial Webinar Kongres Kebudayaan Desa (KKD) dari tanggal 1 Juli-10 Juli 2020.

Acara ini diselenggarakan oleh Sanggar Inovasi Desa, lembaga di bawah naungan Desa Panggungharjo, dengan dukungan Penuh oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, KPK RI, GIZ. Kongres terdiri dari 20 seri webinar yang melibatkan 103 narasumber. Peserta bisa menyimak acara tersebut secara online lewat aplikasi zoom dan youtube. Informasi mengenai tema dan profil pembicara dapat dilihat di laman https://kongreskebudayaandesa.id

Laman Kongres Kebudayaan Desa
info gambar

Desa sebagai Benteng Terakhir pada Masa Pandemi

Pada pembukaan Kongres Kebudayaan Desa, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam yang mewakili Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono X, mengungkapkan mengenai pentingnya keragaman. ''Secara tematik, membaca desa adalah sebuah introspeksi untuk eksistensinya selama ini. Mengeja Indonesia untuk mengevaluasi perannya sebagai wadah keragaman desa se-Nusantara,'' ujar KGPAA Paku Alam dikutip GNFI dari pers rilis.

Pada masa pandemi ini desa menjadi pertahanan terakhir bagi tatanan bernegara dan berbangsa dalam menghadapi krisis. Desa membuktikan ketangguhannya dalam menghadapi masa krisis. ''Ketangguhan desa tidak hanya karena memiliki air dan udara bersih serta pangan sehat yang ketiganya merupakan komoditas strategis dunia, tetapi juga karena desa memiliki pranata sosial berupa agama dan kebudayaan,'' ungkap Wahyudi Anggoro Hadi, Lurah Desa Panggungharjo.

Kongres Kebudayaan Desa menggelar berbagai kegiatan pada masa pandemi Covid-19 lewat diskusi daring.
info gambar

Dalam pembukaan kongres ini, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemdikbud) Dr Hilmar Farid menyampaikan Pidato Kebudayaan. Ia menyatakan jika Covid-19 membuka mata kita mengenai rapuhnya sistem kesehatan dan ekonomi.

Hilmar juga menyinggung banyaknya orang meninggalkan desa untuk mengadu nasib ke kota, ke tempat yang lebih modern. Melihat kondisi sekarang, ia pun menilai desa bisa menjadi mata air penyejuk di tengah krisis kesehatan seperti saat ini.

''Di tengah ketidakpastian, kita tidak mungkin melanjutkan hidup dengan cara lama. Butuh tatanan baru yang lebih adil dan ramah lingkungan. Semua orang diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup. Selama ini untuk membangun negeri yang modern, desa ditinggalkan. Sekarang saatnya kita kembali karena desa menyediakan pangan dan kesehatan,'' terang Hilmar.

Pada kesempatan itu juga Hilmar menambahkan jika Indonesia perlu menata ulang sistem untuk menegakkan kedaulatan. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri. Ada banyak pengetahuan tradisional yang memiliki keunggulan dan perlu digali ulang. Tatanan baru mengutamakan keselamatan dan kebahagiaan. Bukan sekadar pertumbuhan dan ekonomi.

Seluruh Kalangan Diharapkan Ikut Berperan Membangun Desa

Pandemi ini tidak bisa diketahui kapan akan berakhir. Kita harus cepat-cepat bekerja dan menyesuaikan diri dengan apa yang disebut kenormalan baru. Agar tidak mengulang kembali kesalahan di masa lampau, Indonesia perlu melakukan dekonstruksi di bidang ekonomi sosial dan politik mengalami dekonstruksi.

Kongres Kebudayaan Desa sendiri akan mengidentifikasi budaya desa seperti gotong-royong dan peduli. Lewat Kongres Kebudayaan Desa, akademisi, praktisi, pejabat, hingga petani diharapkan mampu memberi sumbang saran untuk merumuskan kembali desain kebijakan di desa.

Hamparan sawah nan hijau di Majalengka, Jawa Barat, pada
info gambar

Pada prinsipnya, kegiatan Kongres Kebudayaan Desa ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kondisi terkini sektor-sektor pembangunan desa di era pandemi Covid-19 dan imaji tentang tatanan baru pemerintahan dan masyarakat desa. Penggambaran berbagai sektor itu meliputi analisa, dekonstruksi dan rekonstruksi sektor-sektor pembangunan desa, arah kebijakan dan strategi pencapaiannya, serta gambaran program sehingga mampu memberikan arah yang jelas menuju pencapaian tata hidup baru.

Kongres Kebudayaan Desa dimaksudkan sebagai bahan masukan dan rujukan di dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan RPRKPD yang selanjutnya digunakan sebagai bahan penyusunan Rencana Anggaran Pembangunan Desa (RAPBD). Lewat Kongres Kebudayaan Indonesia diharapkan mampu memberi gambaran tentang tatanan baru pemerintahan dan kehidupan warga selama dan pasca Covid-19. Kongres ini berupaya memberikan tawaran alternatif untuk membangun kembali tatanan yang lebih setara, lebih adil, bermartabat, dan anti korupsi, model kehidupan yang lebih harmonis antara manusia dan alam.

Referensi: Kongreskebudayaandesa.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini