Penghargaan Norwegia untuk Indonesia yang Berhasil Turunkan Emisi Karbon

Penghargaan Norwegia untuk Indonesia yang Berhasil Turunkan Emisi Karbon
info gambar utama

Indonesia dianggap telah berhasil menekan emisi gas rumah kaca (Emisi Karbon) penyebab pemanasan global sebesar 11,2 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2eq) pada periode 2016-2017. Sementara itu, harga karbon dunia sekitar Rp72.617 per ton atau US$5.

Dengan begitu, Norwegia akan membayar sebesar 56 juta dollar AS atau setara dengan Rp812,86 miliar kepada Indonesia atas penurunan emisi tersebut (kurs Rp14.5000 per dollar AS). Dana tersebut akan disalurkan lewat Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup. Presiden Jokowi berpesan agar dana tersebut nantinya digunakan untuk pemulihan lingkungan.

Ini pertama kalinya Norwegia membayar Indonesia karena sukses menurunkan emisi karbon. Uang tersebut merupakan pembayaran berbasis hasil, sebagaimana isi kerja sama Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

Indonesia dan Norwegia telah menandatangani perjanjian bilateral REDD+ sejak tahun 2010 dan berjanji untuk mengurangi emisi karbon. Sebagai gantinya, pemerintah Norwegia akan membayar pemerintah Indonesia hingga US$1 miliar tergantung seberapa jauh target pengurangan emisinya.

Menurut Dubes RI untuk Norwegia, Todung Mulya Lubis, kemitraan kerja sama REDD+ dinilai membuahkan hasil positif karena menguntungkan kedua belah pihak dalam bidang lingkungan hidup. Norwegia tidak hanya memberikan dukungan pendanaan, namun juga dukungan teknis.

Kabar Indonesia akan menerima uang sebesar Rp812 miliar itu disampaikan langsung oleh Pemerintah Norwegia melalui laman resminya pada Jumat (3/7) lalu. Hasil verifikasi pihak ketiga menunjukkan, Indonesia berhasil menurunkan emisi setara dengan sepertiga gas buang karbon yang dihasilkan Norwegia selama setahun. Hasil tersebut didapatkan setelah melakukan kompensasi terhadap beberapa risiko dan ketidakpastian situasi iklim saat penghitungan.

pemandangan kota jakarta
info gambar

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar memaparkan sejumlah komitmen Indonesia hingga akhirnya mendapat insentif. Diantaranya penanganan dan moratorium lahan gambut. Siti menjelaskan, penanganan gambut dan inpres moratorium pertama kali dikeluarin 2011 lalu diperpanjang setiap 2 tahun; 2013, 2015, 2017 hingga pada 2019 setuju dipermanenkan.

Artinya, sejak 2019 tidak boleh ada izin baru di hutan primer dan lahan gambut. Selain itu ada juga penanganan kebakaran hutan dan lahan, penurunan deforestasi, pembangunan sistem pengendalian emisi gas rumah kaca, penggunaan energi terbarukan, serta pengembangan biofuel sebagai pengganti minyak bumi.

ratas lingkungan hidup
info gambar

Sementara itu, Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas di Istana Merdeka Jakarta pada (6/7) lalu dalam rangka kelanjutan kerja sama penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan kebijakan instrumen nilai ekonomi karbon (Carbon Pricing), meminta berbagai regulasi yang mampu mendukung percepatan penurunan GRK dapat segera dirampungkan.*

Sumber : antaranews.com | mediaindonesia.com | katadata.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini