Siapa Sangka, Indonesia Adalah Produsen Nikel Terbesar Dunia

Siapa Sangka, Indonesia Adalah Produsen Nikel Terbesar Dunia
info gambar utama

Kawan GNFI, nikel sebagai komoditas yang dihasilkan oleh Indonesia ini sempat tidak diperhitungkan. Ini karena data-data yang kerap diperlihatkan cenderung memperlihatkan prospek produksi batubara yang juga menjadi komoditas unggulan negeri ini untuk memasok kebutuhan dunia ini.

Namun, siapa sangka kalau lembaga riset bank investasi dan keuangan asal Amerika Serikat, Morgan Stanley, memprediksi bahwa penggerak produk komoditas Indonesia dalam waktu dekat akan bergeser. Dari yang tadinya batu bara bergeser ke nikel.

Menurut lembaga tersebut nilai ekspor dari Indonesia diperkirakan akan naik seiring dengan peningkatan investasi yang signifikan dengan perusahaan-perusahaan di China. Apalagi cadangan bijih nikel Indonesia termasuk yang terbesar dengan kualitas yang sesuai untuk bahan baku baterai mobil listrik (EV), sebuah teknologi alat transportasi yang akan akan digandrungi di masa yang akan datang.

‘’Kami yakin batu bara tidak akan melanjutkan perannya sebagai pendorong utama pertumbuhan karena banyak negara ingin menurunkan emisi karbon dalam perekonomiannya,’’ tulis riset Morgan Stanley yang dirilis Selasa (6/10/2020) dikutip Katadata.co.id.

Secara data, Morgan Stanley melihat bahwa kontribusi produk domestik bruto (PDB) batu bara Indonesia sudah memperlihatkan angka penurunan pada kuarta kedua tahun ini menjadi sekitar 7 persen saja, seiring dengan pelemahan konsumsinya. Padahal sejak tahun 2000 sampai awal 2010, kontribusi PDB batu bara bisa mencapai di atas 10 persen.

Dunia Akan Bergantung pada Indonesia

Cadangan Nikel Indonesia yang Melimpah
info gambar

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pengembangan teknologi tenaga listrik yang sedang dikembangkan di beberapa negara maju di dunia, dalam upaya mengurangi emisi karbon, merupakan salah satu indikasi permintaan yang bullish (tren naik), khususnya untuk Indonesia.

Jadi, meski konsumsi batu bara sudah mulai ditinggalkan, Indonesia sebenarnya tetap berpotensi menjadi negara yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan nikel pada teknologi EV.

Menurut data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2019 mencatat bahwa Indonesia rupanya negara produsen dan penyumbang kebutuhan nikel terbesar dunia. Dari total produksi nikel dunia yang berjumlah 2,668 juta ton Ni, Indonesia ternyata menyumbang sekitar 800 ribu ton Ni dalam kurun waktu sepanjang tahun 2019.

Jumlah tersebut secara otomatis menobatkan Indonesia sebagai negara produsen bijih nikel terbesar di dunia. Disusul oleh Filipina dengan jumlah 420.000 ton Ni, Rusia 270.000 ton Ni, dan Caledonia 220.000 ton Ni.

Sumber daya dan cadangan nikel yang dimiliki Indonesia pun masih cukup tinggi. Tercatat hingga Juli 2020, total neraca sumber daya bijih nikel Indonesia mencapai 11,88 miliar ton, sedangkan total sumber daya logam nikel sebesar 174 juta ton. Sumber daya ini tersebar di tiga provinsi yaitu di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku utara.

Sedangkan untuk jumlah produksi nikel Indonesia, menurut catatan Wood Mackenzie, sudah naik hingga 36 persen pada tahun 2014 hingga 2019 menjadi 817 ribu ton. Angka ini setara dengan 32 persen pangsa pasar global dan menjadi yang terbesar di dunia.

Dengan cadangan yang melimpah itu, seharusnya Indonesia sudah mulai bersiap untuk menjaga pasokan termasuk mencegah inefisiensi pemanfaatan bijih besi. Pasalnya, Morgan Stanley sudah memprediksi dalam hitungan bahwa permintaan stainless (baja tahan karat) yang digunakan dalam komponen EV akan naik sedikitnya 2 persen per tahun hingga tahun 2025 nanti.

Angka tersebut berpotensi melonjak tajam menjadi 12 persen pada tahun 2025 dan meningkat lebih tajam menjadi 23 persen pada tahun 2030.

Dalam upaya untuk mencegah inefisiensi pemanfaatan bijih besi, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebenarnya sudah memberlakukan pelarangan ekspor komoditas bijih nikel mulai 1 Januari 2020 silam. Salah satu alasanny adalah karena untuk menjaga cadangan dan mempertimbangkan banyaknya smelter nikel yang sudah mulai beroperasi di Indonesia.

Selain itu, rupanya perkembangan teknologi dalam negeri juga kini sudah mampu mengolah bijih nikel kadar rendah. Melihat kebutuhan pasokan nikel dalam negeri yang cukup tinggi, maka upaya pelarangan ini dicanangkan bukan hanya sebatas bisnis, melainkan bisa saling menguntungkan untuk para pelaku usaha dalam negeri juga.

Brand Otomotif Dunia Akhirnya Harus Bangun Pabrik di Indonesia

Mobil Listrik Hyundai
info gambar

Pelarangan ekpor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia sebenarnya memberi dampak yang baik juga salah satunya adalah penjajakan beberapa perusahaan otomotif dunia untuk bisa membangun pabrik baterai EV di Indonesia.

Tak bisa dipungkiri memang kalau konsumsi nikel dunia hingga saat ini bergantung pada peningkatan produsen otomotif. Bagi negara maju yang sudah mulai mengembangkan teknologi kendaraan listrik, seperti Hyundai Motor, Indonesia sudah dilirik menjadi tempat investasi paling menjanjikan.

Hal ini dibuktikan dengan perjanjian pembangunan pabrik manufaktur perusahaan otomotif asal Korea Selatan ini di Indonesia yang diteken pada akhir 2019 lalu. Total modalnya diketahui mencapai 1,55 miliar dolar AS hingga tahun 2030 mendatang. Investasi tinggi ini dinilai pantas karena pihak Hyundai Motor sudah melihat potensi produksi EV di Indonesia yang menjanjikan.

Masih dari Korea Selatan, Reuters mewartakan bahwa Hyundai Motor Group dan LG Chem bahkan sedang dalam perundingan untuk membentuk perusahaan patungan untuk memproduksi baterai EV di Indonesia. Namun, hingga artikel ini ditulis, kedua perusahaan raksasa Korea Selatan tersebut belum membuat keputusan pasti.

Hal lebih menakjubkannya lagi, Tesla, salah satu produsen mobil listrik terkemuka asal Amerika Serikat itu juga sedang menimbang untuk membangun pabrik lithium di Indonesia. Pertimbangan utamanya tentu saja karena cadangan nikel Indonesia yang melimpah. Namun berita yang pernah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, itu belum ada berita maupun laporan terbaru.

Sebenarnya, bukan hanya mengandalkan perusahaan dan produsen mobil listrik dari luar negeri saja. Indonesia juga sudah sepatutnya untuk mulai mengembangkan mobil listrik buatan sendiri. Modal besarnya sudah ada, yaitu nikel yang melimpah di negeri ini.

Mobil Esemka seharusnya bisa maju duluan ya sebelum Hyundai dan Tesla benar-benar masuk ke Indonesia.

--

Sumber: Katadata.co.id | Investing.com | AP3I.or.id | Reuters

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

DY
IA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini