Di Sentani, Tidak Ada Mahar Tamako Batu Maka Tidak Ada Pernikahan

Di Sentani, Tidak Ada Mahar Tamako Batu Maka Tidak Ada Pernikahan
info gambar utama

Sekilas, bagi warga di luar wilayah Sentani, Jayapura, Papua, batu berwarna hitam dengan panjang 10-30 cm itu tidak terlihat istimewa. Memang permukaannya mengilap karena sudah dipoles dengan sangat hati-hati. Ini yang menjadi daya tarik utamanya. Setelah dilihat lebih dekat, bentuknya hampir mirip seperti cangkang kerang hijau.

Dari zaman prasejarah hingga abad ke-20, konon batu yang disebut kapak batu atau orang Sentani menyebutnya dengan tamako batu ini digunakan sebagai alat potong dan sebagai alat mempertahankan diri dari serangan musuh. Kalau memang benar, mungkin seiring dengan berubahnya zaman tomako batu dipoles tanpa memiliki permukaan yang tajam saat ini.

Dalam salah satu cerita rakyat Papua, tamako batu juga menjadi salah satu simbol seorang nenek yang menjadi ratu dan berkuasa atas daerah di sekitar Demta (yang sekarang menjadi Kecamatan Demta). Nenek tersebut bernama Sumda dan dijuluki ‘’nenek raksasa’’ karena memiliki kekuatan besar yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya.

Tubuh besarnya diselimuti dan dilapisi oleh batu yang berfungsi sebagai perisai atau tameng untuk melindungi dirinya dari siapa saja yang berkelahi atau berperang dengannya. Dikisahkan bahwa tamako batu adalah salah satu harga yang paling berharga bagi Nenek Sumda.

Jika tamako batu memang dijadikan sebagai simbol kekayaan bagi Nenek Sumda, maka sebenarnya hingga kini suku-suku di wilayah Sentani juga begitu. Tamako batu tersebut sudah tidak memiliki fungsi sebagai alat potong seperti yang dikononkan pada zaman prasejarah, melainkan sudah memiliki fungsi sosial dalam kebudayaan masyarakat setempat.

Terutama sebagai alat pembayaran maskawin, alat bayar denda, atau sebagai pemberian hadiah kepada seseorang. Hingga saat ini tamako batu menjadi maskawin yang wajib ada jika seorang laki-laki hendak menikahi perempuan yang sama-sama berasal dari suku di wilayah Sentani.

Seperti yang pernah dikisahkan jurnalis Antara News, Indrayadi TH. Kala itu sedang ada prosesi pemberian mahar dari pihak laki-laki yang berasal dari Suku Olua kepada pihak perempuan yang berasal dari Suku Mebri di Kampung Yoka, Jayapura, Papua.

Tidak terlalu sulit memang untuk menemukan batu ini. Biasanya para perajin batu menyusuri Danau Sentani. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah tamako batu yang sudah jadi itu benar-benar merupakan batu yang berkualitas yang memiliki panjang 10-30 cm, khusus untuk prosesi penyerahan maskawin.

Mahar Tamako Batu di Sentani, Papua
info gambar

Ada beberapa klasifikasi batu yang nantinya menjadi simbol strata keluarga laki-laki yang akan menikahi seorang gadis. Ada jenis yang disebut alewai dan yanggebha yang memiliki ukuran terpendek dan memiliki bercak seperti bintik-bintik air. Ada pula jenis yun seki atau nokhobu yang memiliki ukuran terpanjang.

Secara khusus, tak ada perlakuan khusus terhadap tamako batu. Ini karena keistimewaan batu ini yang memiliki warna sesuai dengan aslinya tanpa perlu ada pengecatan. Perlu penghalusan saja sehingga nantinya batu tersebut mengilap dengan sempurna dan memperlihatkan keindahan aslinya.

Sekilas, warnanya memang dominan hitam, namun setelah lebih dekat warna tamako batu ada bermacam-macam. Ada yang berwarna hitam pekat di seluruh bagian, hitam kehijauan, hitam berbintik putih, sampai seluruh paduan warna hitam, hijaun, putih pun ada. Setiap jenis tamako batu itu memiliki nilai dan harga yang berbeda.

Tamako Batu di Sentani, Papua
info gambar

Menariknya, hanya orang Sentani saja lah yang paham dan mengerti berapa harga batu yang satu dengan batu yang lain. Meski masih mudah ditemukan, tetap saja baik para perajin maupun pihak keluarga yang akan memberikan maskawin, wajib untuk memilih jenis batu yang benar-benar berkualitas dan tidak asal-asalan. Ini karena tamako batu itu akan dipakai sebagai harga turun-temurun.

Cara untuk mengetahui kualitas tamako batu yang paling tinggi adalah dengan membasahi batu tersebut. Apabila warnanya hijau muda dan hijau gelap, serta ujung batu dapat ditembusi cahaya, ditambah dengan munculnya serat-serta batu, maka inilah batu yang memiliki kualitas paling tinggi. Tentu saja memiliki harga paling mahal, sehingga semakin meninggikan kehormatan kedua keluarga calon mempelain.

Maskawin yang Dibarengi Manik-Manik dan Sejumlah Uang

Proses Penyerahan Maskawin Tamako Batu
info gambar

Tamako batu sebenarnya merupakan ‘’harga’’ yang diperutukkan untuk laki-laki yang ada di pihak keluarga perempuan. Maka dari itu, pihak keluarga laki-laki juga tetap harus memberikah ‘’hadiah’’ kepada saudara-saudara perempuan dari pihak calon mempelai perempuan.

Oleh sebab itu, tamako batu diberikan bersama tiga pasang manik-manik. Tiga pasang manik-maik itu berwarna kuning yang disebut hate, warna biru yang disebut nokho, dan warja hijau yang disebut hawa. Tiga pasang manik-manik ini nantinya harus diikat dengan serat kayu sebagai simbol keterikatan perempuan.

Selain manik-manik, pihak keluarga laki-laki pun harus memberikan sejumlah uang. Jumlah uang yang diberikan merupakan hasil dari kesepakatan kedua belah pihak. Jadi, maskawin ini seolah menjadi paket lengkap yang tak boleh hilang salah satunya.

Tamako batu berkualitas tinggi, tiga pasang manik-manik, serta sejumlah uang. Tak ada maskawin ini, maka tak akan ada pernikahan. Ini karena maskawin tersebut merupakan simbol kehormatan di antara dua keluarga.

--

Sumber: Paparatv.id | Kumpulan Cerita Rakyat Papua, Buku 2 (Grasindo) | Papua.Bisnis.com | Antara News | ImajiPapua.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini