Belajar Kesabaran dari Kue Maksuba Palembang

Belajar Kesabaran dari Kue Maksuba Palembang
info gambar utama

Penulis: Rifdah Khalisha

Saat momen-momen penting di Palembang, terutama sanjo atau silaturahim Lebaran, ada kue tradisional yang tidak pernah absen terhidang di meja. Kehadiran kue tradisional bernama maksuba ini seolah sudah menjadi kewajiban. Bahkan, masyarakat Palembang rela mengerahkan tenaga dan waktunya untuk menyajikan kue dengan rasa legit ini.

Menurut cerita, para perempuan Palembang harus bisa membuat kue-kue basah tradisional, termasuk kue istimewa maksuba. Bahkan, ada tradisi para perempuan tersebut memberi maksuba ke calon mertuanya. Uniknya, kemampuan ini menjadi tolak ukur bahwa mereka sudah siap dan layak memulai kehidupan rumah tangga.

Kue maksuba © Instagram.com/zainalsongket
info gambar

Tradisi tersebut masih ada hingga kini. Menjelang hari raya Lebaran, baik perempuan lajang maupun yang telah menikah, akan membawakan maksuba ketika berkunjung ke rumah orang tua dari pasangannya. Hal ini merupakan bentuk penghargaan dan rasa cinta kepada sosok terhormat.

Dahulu, kue maksuba hanya bisa dimasak oleh seorang juru masak tradisional Palembang atau panggong. Konon, keterampilan memasaknya sudah menjadi warisan secara turun-temurun. Jadi, masyarakat yang hendak merayakan acara besar tentu membutuhkan jasa mereka.

Terlebih, jika memasak maksuba dengan gendok atau pemanggang tradisional berbentuk bulat dengan bahan bakar arang atau kayu. Juru masak harus terus menjaga bara api panas sempurna dan memerhatikan maksuba agar tidak hangus.

Kini, jasa panggong kian meredup karena sudah banyak masyarakat yang bisa membuat kue istimewa ini. Memasak kue maksuba memang butuh kesabaran, ketelatenan, dan perhatian penuh.

Meski bahan dasarnya sederhana dan lebih praktis karena sudah ada oven modern, tetapi proses memasaknya tak mudah dan lama.

Kue maksuba © Sumsel.tribunnews.com
info gambar

Mirip dengan kue basah pada umumnya, maksuba terbuat dari bahan dasar telur, gula pasir, mentega, susu kental manis vanila, dan perasa vanila. Keunikan lainnya terletak pada pemakaian 28—30 telur bebek untuk seloyang kue maksuba.

Kue maksuba dan kue lapis legit sekilas terlihat mirip, warnanya cenderung kuning dengan garis-garis hitam di tengahnya. Maksuba dibuat selapis demi selapis. Setiap lapisnya memerlukan adonan berukuran 250 milimeter dan waktu memanggang selama 10 menit.

Setelah selapis maksuba sudah matang, maka harus segera menuangkan adonan baru ke atasnya. Proses ini terus diulangi hingga memenuhi permukaan loyang. Dalam seloyang kue, biasanya membutuhkan 15 lapis adonan dan waktu memanggang selama 2-4 jam.

Harga kue penuh kesabaran ini tak murah karena mengingat pemilihan bahan dan pembuatannya cukup sulit. Kue maksuba memiliki citarasa legit dan nikmat. Teksturnya lebih padat dan pulen sehingga sepotong maksuba saja sudah membuat perut terasa penuh.

Di Palembang, maksuba menjadi simbol manis dan legitnya silaturahim di Hari Raya. Usai menyantap tekwan dan pempek, akan terasa lengkap bila menutupnya dengan maksuba.

Gimana, Kawan sudah tak sabar ingin mencoba kelezatan kuliner khas Palembang ini?

Referensi:Pemerintah Indonesia | Kompas | Tribun

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini