Lauw, Roti Legendaris dengan Gerobak Dorong yang Khas

Lauw, Roti Legendaris dengan Gerobak Dorong yang Khas
info gambar utama

Saat anda sedang berjalan di kawasan Stasiun Gondangdia hingga Cikini. Pastinya anda pernah melihat deretan penjaja roti yang mendorongnya dengan gerobak. Roti Lauw, tertera dalam nama gerobak jajanan yang begitu dikenali oleh masyarakat. Bukan sekadar dikenali, roti ini ternyata sudah bertahan hingga puluhan tahun.

Roti Lauw sudah ada sejak tahun 1940, dan Lau Tjoan To mengawali usaha ini dengan membuat sendiri rotinya, dan menjualnya dengan gerobak. Setelah pamornya naik, pada 1948, ia membuka toko di Gondangdia. Berdasarkan brosur tua, Roti Lauw, yang menjadi koleksi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, mendapatkan informasi jika roti tersebut adalah langganan Istana Kepresidenan Bogor.

Lau Tjoan To atau dikenal dengan nama Junus Jahja memang lahir dari keluarga pembuat roti. Ayahnya Lau Lok Soei memiliki pabrik roti di Mester bernama insulide.

Lauw, sempat jadi brand roti idola. Apalagi, ketika toko-toko roti Lauw mulai berdiri tahun 1980-an. Aneka varian rasanya tak jauh berbeda dengan Tan EK Tjoan, tetapi Lauw tetap punya rasa khas sendiri. Sayang, sekarang ruang gerak bisnis roti satu ini tak selebar dulu.

Roti Lauw dan citarasanya

Ketenaran Roti Lauw bukan saja karena citarasanya, melainkan karena keawetannya yang sanggup disimpan selama tiga hari dan tetap tidak berubah rasanya apalagi menjadi bulukan. Salah satu jenis roti yang paling digemari konsumen adalah roti gambang.

Cita rasa roti yang padat, keras, dan berwarna kecokelatan itu memang akan membuat siapapun jadi bernostalgia. Tentunya roti ini bisa jadi alternatif mengganjal perut, sebab kolaborasi kayu manis, gula merah, dan. Taburan kacang wijen membuat perut kenyang dan puas.

Sejak dahulu Pabrik Roti Lauw memang terkenal mampu menerima pesanan “roti buaya” yang menjadi persyaratan utama setiap acara lamaran perkawinan orang Betawi. Mereka juga yang mula-mula memperkenalkan roti buaya dengan isi coklat

Lauw, yang saat ini dikelola oleh generasi ketiga keluarga Lau Tjoan To, masih menjaga cita rasanya sebagai roti jadul. Ronico Yuswari, penerus generasi kedua Lauw Bakery, menuturkan kepada Bakerymagazine, bahwa resep dan tampilan roti dari dahulu hingga kini masih sama.

Memang seiring perkembangan waktu dan produk makanan, Roti Lauw juga melakukan inovasi sehingga hadir banyak pilihan rasa. Ada rasa keju, mocca, pisang keju, kacang, dan masih banyak lainnya.

Pasukan gerobak keliling legendaris

Sejak awal Roti Lauw memang terkenal dengan penjualan melalui gerobak. Hal yang masih dipertahankan hingga sekarang.

Roti legendaris ini sampai sekarang bukan hanya dijual lewat gerai-gerai tokonya, tetapi juga dijual oleh para pedagang gerobak keliling. Untuk memanggil para pembeli, pedagang gerobak roti Lauw biasanya akan menggunakan terompet pencet dengan bunyi yang khas.

Di sekitaran Cikini, setiap pagi akan ada deretan gerobak roti Lauw di depan toko ini, sebab para penjaja roti mengambil dagangan mereka di toko ini. Para pedagang itu akan menjajakan roti-roti ini di sekitar Stasiun Gondangdia.

Berkelas dan membumi, mungkin itu sebutan yang pas untuk menggambarkan bagaimana Roti Lauw sudah menjadi favorit berbagai kalangan. Bahkan bentuk gerobaknya pun tidak berubah, masih dengan gerobak yang dominan warna biru putih, yang bagian atasnya ada papan bertuliskan Roti Lauw.

Hadapi persaingan

Seperti yang dialami oleh banyak roti jadul, Lauw juga mengalami persaingan yang cukup berat. Roti Lauw mulai kalah dengan aneka rasa roti modern dengan banyak campuran butter.

Dilansir dari Tribunnews, menurut distributor roti Lauw di kawasan Menteng, Yohanes Suwandi, tak banyak anak muda yang tahu rasanya, meski masih banyak yang menjajakan menggunakan gerobak ke gang-gang kecil Jakarta.

Hingga pada akhirnya, penjualan roti Lauw dari tahun 2000-an hingga sekarang agak menurun.

Padahal, dulu Lauw menjadi kegemaran kalangan menengah atas. Bahkan, sempat juga masuk gerai mal di kawasan Kelapa Gading. Tetapi, sekarang pasarnya berubah. Hanya kelas menengah ke bawah yang jadi pembelinya.

Untuk menikmati roti manis Lauw, harga satu roti bisa mencapai Rp6.000, untuk yang manis spesial dan agak modern Rp7.000 dan untuk roti tawar Rp12 ribu.

Sudah banting harga, Lauw makin tak dilirik pembeli. Tapi mereka masih bertahan dengan 28 pedagang keliling khusus di kawasan Menteng, satu pedagang bisa membawa 150 roti.

Tetapi, jika sudah kenal rasa khas roti Lauw, Yohanes yakin orang itu akan tetap setia. Lauw hingga kini tetap berusaha mempertahankan rasa. Ini salah satu hal yang membuat Lauw bertahan hingga sekarang.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini