Selat Solo, Kuliner Hasil Akulturasi Eropa dan Jawa

Selat Solo, Kuliner Hasil Akulturasi Eropa dan Jawa
info gambar utama

Bicara soal kuliner Nusantara, siapa yang tak setuju bila banyak hidangan dari berbagai daerah di Indonesia memiliki rasa yang lezat? Setiap etnis bahkan memiliki resep dengan ciri khas masing-masing.

Bahkan, bila suatu masakan dibuat di daerah lain, kemungkinan rasanya akan berbeda menyesuaikan dengan lidah masyarakat di daerah tersebut. Ditambah lagi, ada pengurangan atau penambahan bumbu serta bahan yang kadang menjadikan sebuah makanan jadi punya banyak variasi.

Salah satu ciri khas masakan Indonesia adalah kaya bumbu yang berasal dari rempah-rempah, termasuk jahe, lengkuas, cabai, kemiri, kencur, kunyit, serai, hingga temu kunci. Berbagai masakan pun tak selalu autentik asli Indonesia karena mendapat pengaruh dari luar negeri, misalnya China, Timur Tengah, India, hingga Eropa.

Pengaruh bangsa India pada masakan Indonesia bisa dilihat pada hidangan dari Sumatra yang kerap menggunakan banyak rempah seperti pala dan cengkeh. Sedangkan, kedatangan para pedagang Eropa ke Indonesia memengaruhi hidangan-hidangan yang menggunakan bahan seperti tomat, kol, labu, dan wortel. Kemudian, masakan dengan pengaruh dari China misalnya nasi goreng, mi, dan siomay.

Mengenal hidangan selat solo

Salah satu contoh hidangan Indonesia yang mendapat pengaruh dari Eropa adalah selat solo. Masakan khas Jawa Tengah ini seperti memadukan antara salad dan steik. Selat solo sendiri terdiri dari potongan daging khas dalam, telur rebus, kentang, tomat, wortel, selada, dan buncis, kemudian diberi kuah encer berwarna cokelat.

Kuah selat solo rasanya manis dan tercium aroma pala yang cukup kuat. Memang kuahnya terbuat dari bawang putih, cuka, kecap manis, kecap inggris, air, pala, dan merica. Pada penyajiannya, selat solo juga seringkali ditambahkan keripik kentang, irisan bawang bombay, mayones, dan taburan lada hitam dengan butiran kasar untuk menambah sensasi pedas.

Selain menggunakan potongan daging, ada juga yang membuat selat solo dengan mengolah daging sapi menjadi galantin. Galantin dibuat dari daging cincang yang dikukus bersama tepung roti, telur, dan bumbu. Bentuknya seperti sosis tetapi ukurannya lebih besar. Sekilas, mungkin juga mirip rolade. Namun, galantin tidak menggunakan kulit atau dadar telur sebagai bungkusnya, seperti pada rolade.

Selat solo dan sejarahnya

Pada masa kolonial Hindia-Belanda, banyak orang Eropa datang ke Indonesia dan membawa bahan masakan, beserta teknik memasaknya. Saat itu, para ningrat dan kaum terdidik mulai diperkenalkan pada makanan Eropa seperti roti, keju, dan steik yang merupakan hidangan kelas atas. Momen tersebut juga yang membuat hidangan Indonesia mendapatkan pengaruh dari Eropa, salah satunya selat solo.

Selat solo diyakini merupakan perpaduan antara steik khas Eropa dengan selera masyarakat Jawa. Pengaruh Eropa juga bisa dilihat dari penggunaan mayones dan kecap inggris, sementara selera Jawa didapatkan dari penggunaan kecap manis.

Saat itu, tak semua hidangan khas Eropa bisa diterima dengan mudah oleh kaum ningrat di Kasunanan Surakarta. Masyarakat di Jawa terbiasa dengan makanan dengan cita rasa manis. Maka, untuk menyesuaikan dengan lidah orang Jawa, steik pun dimodifikasi dengan kecap manis.

Nama selat sendiri berasal dari kata slachtje yang berarti salad. Sedangkan, dagingnya yang disebut bistik, berasal dari bahasa Belanda yaitu biefstuk. Namun, karena sulit melafalkan slachtje, akhirnya hidangan tersebut lebih sering disebut selat.

Di Eropa pun, daging untuk steik biasa disajikan dalam ukuran besar dan dimasak setengah matang. Sedangkan para Raja di Kasunanan Solo tidak terbiasa makan daging seperti itu. Maka dari itu, daging pun dipotong lebih kecil dan dimasak hingga matang.

Mengutip Medium.com, bagi orang Belanda, hidangan tersebut belum pantas disebut bistik. Sebab, komposisi sayurannya cukup banyak sehingga membuat makanan tersebut lebih cocok disebut salad dengan daging asap.

Jika ingin mencicipi selat solo, Anda dapat mencobanya di Warung Selat Solo Mbak Lies. Lokasinya ada di Jalan Veteran, Gang 2, Serengan, Solo. Warung selat solo tersebut telah berjualan sejak tahun 1978. Di sana, selat solonya juga dilengkapi dengan lidah sapi dan mustard yang menjadi keunikannya.




Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini