Skill Dasar untuk Kamu Beradaptasi dengan Digitalisasi

Skill Dasar untuk Kamu Beradaptasi dengan Digitalisasi
info gambar utama

Penulis: Fishya Elvin

Menjadi manusia yang lahir di era digital, dengan perbedaan teknologi yang dirasakan oleh generasi sebelumnya membuat digital native harus mau beradaptasi dengan situasi. Banyak perubahan dan tuntutan yang harus dilewati, seperti halnya selera generasi digital yang mudah tenggelam pada aplikasi-aplikasi yang canggih serta tampilan pengguna yang estetik.

Terdapat beberapa hal yang sudah dirangkumkan untukmu dalam beradaptasi dengan digitalisasi.

Berkembang di era pandemi dan perkembangan teknologi informasi ternyata berdampak pula pada cara berpikir generasi sekarang, khususnya dalam mencari sumber hiburan. Tidak heran, banyak anak muda yang terjebak pada media sosial, karena media sosial lah yang menjadi sumber hiburan bagi mereka dan bisa memvalidasi perasaan mereka dengan baik.

Menurut Forrester Survey, dari 4.602 pengguna internet berusia 12-17 tahun di Amerika Serikat, 63 persen responden menggunakan Tiktok setiap pekan, sedangkan 57 persen responden memilih Instagram. Instagram mengalami penurunan sebesar empat poin dari 61 persen pada 2020. Sebaliknya, Tiktok mengalami kenaikan sebesar 13 poin dari 50 persen pada 2020. Data ini membuktikan banyaknya generasi muda yang mengakses media sosial. Dari media sosial-media sosial inilah, digital native dapat mengakses hiburan.

Menyadari bahwa persaingan dalam menarik perhatian generasi muda di dalam media sosial cukup tinggi, kamu harus mengetahui bahwa kamu bisa menjadi pasar yang sangat potensial bagi penyedia platform media sosial. Sebagai contoh, aplikasi media sosial saat ini sudah dilengkapi dengan personalized content sehingga pengguna dapat berinteraksi langsung dengan konten-konten yang sesuai dengan minatnya. Jangan sampai fitur ini malah membuatmu terjerumus dan kecanduan bermain media sosial. Generasi muda harus mampu membagi waktu, antara kebutuhan untuk eksis di dunia maya dengan kepentingan duniawi yang lainnya.

Untuk itu, diperlukan kewaspadaan dalam mengakses hiburan di media sosial, karena internet saat ini adalah tempat yang berbahaya. Media sosial memang bisa menjadi wadah yang tepat untuk menghibur diri, tetapi penggunanya juga harus berhati-hati. Terlepas dari harus adanya rasa hati-hati dalam mengakses konten di media sosial, kamu bisa memanfaatkannya untuk sesuatu yang lebih bermanfaat lagi. Siapapun bisa menjadi content creator, karena output dari media sosial itu sendiri tidak perlu tepat, karena standar konten yang tepat juga tidak ada. Konten bisa dibuat dengan ringan. Kamu bisa berkreasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang ini.

Selanjutnya, generasi digital dituntut untuk lebih fasih dalam fintech. Fintech adalah singkatan dari financial technology yang berarti teknologi keuangan. Perkembangan teknologi telah membuat inovasi teknologi dalam bidang finansial ini menjadi lebih praktis, mudah, dan efektif. ATM bisa diakses dimana saja, karena berada di genggaman tangan. Orang-orang bisa berbelanja dan mengakses aplikasi untuk bertransaksi apapun dengan mudah.

Menurut Chief Executive Officer (CEO) Populix, Timothy Astandu, yang dikutip dari Republika, generasi sekarang sangat pintar menggunakan layanan keuangan daring untuk berbelanja, mengontrol pengeluaran, atau mendapatkan promosi yang lebih baik. Untuk mengakses uang mereka di ATM, mereka tidak perlu menggunakan mesin, tetapi cukup gawai saja. Hal ini juga akhirnya mendorong mereka mencoba hal-hal baru seperti berinvestasi di umur yang masih sangat muda.

Untuk itu, dengan semakin banyaknya keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan aplikasi fintech, maka generasi muda harus bisa mengaplikasikannya di dalam kehidupan dan melek terhadap perkembangan teknologi saat ini. Meskipun saat ini pemberlakuan e-money dan aplikasi fintech masih terbilang belum merata dan menyeluruh, tetapi tidak ada yang tahu di masa depan kalau kita akan sepenuhnya memanfaatkan teknologi ini dan sistem pembayaran yang konvensional sudah tidak lagi dibutuhkan.

Pada era digitalisasi, generasi muda mengalami beberapa tantangan yang di antaranya merupakan keterlambatan kematangan emosi mereka. Penggunaan teknologi yang intensif membuat kesabaran berproses mereka berkurang sehingga dapat menurunkan daya juang mereka pula. Hal ini diperparah dengan kurangnya dukungan lingkungan di sekitar mereka. Itulah mengapa kematangan mental generasi muda dapat berkurang.

Pada akhirnya, kata kunci yang terpenting adalah adaptasi. Digital native harus mau berkomunikasi dengan lebih baik, serta mempelajari pola komunikasi dengan orang lain secara langsung, bukan hanya dari media sosial saja. Terisolasi di rumah dan maraknya penggunaan aplikasi yang serba daring membuat mereka lupa cara berinteraksi secara langsung dengan orang lainnya. Komunikasi yang baik diperlukan untuk menjaga kesehatan mental juga, dengan saling menghargai, sehingga apapun yang sedang dirasakan dan biasanya terpengaruh buruk dari internet dapat teratasi.

 

Referensi: Republika | CNBC | OCBC NISP | Kompas

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini