Teruskan Gerakan Ramah Lingkungan, Ozon Bumi Tak Lagi Menipis

Teruskan Gerakan Ramah Lingkungan, Ozon Bumi Tak Lagi Menipis
info gambar utama

Salah satu isu yang tengah diperjuangkan untuk dipulihkan adalah isu mengenai lapisan ozon yang menipis. Sejak tahun 1980, aktivis lingkungan telah melakukan gerakan-gerakan kelingkungan guna meningkatkan kesadaran orang-orang akan pemulihan ozon. Gerakan tersebut harus terus diberlakukan jangka panjang, karena lapisan ozon tidak dapat pulih dengan instan pula.

Ozon merupakan molekul gas yang tersusun dari tiga atom oksigen secara alami, yang terdapat di atmosfer bumi dan menyerap radiasi sinar ultraviolet pada panjang gelombang tertentu. Lapisan ozon 90 persennya terdapat pada lapisan stratosfer di atmosfer bumi, yang berada di ketinggian 35 sampai 45 kilometer di atas permukaan air laut. Sisanya berada di lapisan troposfer.

Ozon diketahui sebagai selimut pelindung bumi, terbukti dari fungsinya yang menyerap radiasi sinar ultraviolet sehingga planet kita tidak terpapar sinar matahari secara langsung. Keberadaan ozon juga menentukan keberadaan oksigen untuk manusia bernafas pula. Hal ini yang membuat lapisan ozon sangat penting dan betapa berbahayanya apabila lapisan ini terus menipis.

Sebagai sistem perlindungan alami makhluk hidup di bumi, radiasi sinar UV-B akan meningkat apabila lapisan ozon terus menipis. Radiasi ini mampu menyebabkan katarak dan kanker kulit pada manusia. Di samping itu, dampaknya bagi bagi hewan dan tumbuhan adalah radiasi yang akan memperlambat masa pertumbuhan mereka akibat metabolisme dan reproduksi yang tidak stabil.

Lapizan ozon mulai memulih

Zat Berbahaya Bagi Ozon © Unsplash/Veeterzy
info gambar

Kabar baiknya, dampak buruk itu tidak akan terjadi, setidaknya dalam waktu dekat ini. Lapisan ozon yang awalnya terus menipis kini mulai memulih. Dilansir dari Al Jazeera melalui studi US National Center for Atmospheric Research (NCAR), lapisan ozon mengalami perubahan akibat Protokol Montreal 1987 yang meregulasi 100 jenis zat berbahaya dengan didukung oleh 443 juta masyarakat Amerika untuk menghindari dampak buruk dari menipisnya ozon, yakni kanker kulit.

100 jenis zat berbahaya tersebut juga diketahui sebagai Bahan Perusak Ozon (BPO). Terdiri dari unsur karbon, hydrogen, klorin, dan bromin, zat berbahaya ini sangat stabil dan tidak mudah terurai pada lapisan troposfer. BPO terwujud dari Chlorofluorocarbon (CFC), Hydrochlorofluorocarbon (HCFC), Halon, Metil bromida, Karbon Tetraklorida (CTC), dan Methyl Chloroform yang dihasilkan peralatan pendingin seperti lemari es, pendingin ruangan (AC), dan alat pemadam kebakaran.

Dikutip dari United Nations, melalui pengamatan lubang pada lapisan ozon yang awalnya seluas Amerika Utara, kini sudah memulih 1 sampai 3 persen setiap 10 tahunnya. Dengan kalkulasi tersebut, diperkirakan lapisan ozon dapat pulih sepenuhnya di tahun 2030 sampai 2060. Regulasi dan kebijakan yang telah dicanangkan dinilai cukup berhasil untuk menangkal segala jenis penyakit untuk manusia apabila lapisan ozon benar-benar tipis.

Manusia dapat turut melindungi lapisan ozon dengan mengurangi produksi BPO. Berdasarkan perjanjian internasional Konvensi Wina lalu Protokol Montreal 1987, langkah-langkah yang harus diambil oleh para pihak untuk membatasi produksi dan konsumsi bahan-bahan perusak ozon yang diawasi adalah produksi zat CFC. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, zat CFC dihasilkan dari peralatan pendingin.

Dilansir dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia telah menindaklanjuti perjanjian internasional Konvensi Wina dan Protokol Montreal 1987 itu dengan Pemantauan Penggunaan BPO di bengkel-bengkel servis AC, Bimbingan Teknis kepada Teknisi AC/Refrigerasi, dan Fasilitasi Uji Kompetensi Teknisi AC/Refrigerasi Tahun 2011.

Meskipun demikian, gerakan kelingkungan yang saat ini terus dilakukan tidak boleh menurun. Kemauan dan kesadaran kita semua harus terus ditingkatkan agar kejadian yang sama pada lapisan ozon tidak terulang lagi. Dengan demikian, kita sudah terus berpartisipasi dalam memerangi perubahan iklim yang membahayakan kehidupan manusia.

Referensi: Al Jazeera | DLHK Jogja | UN

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini