Terhentinya Langkah Sang Penakluk Eropa Karena 'Sengatan Listrik' dari Sumbawa

Terhentinya Langkah Sang Penakluk Eropa Karena 'Sengatan Listrik' dari Sumbawa
info gambar utama

Waktu itu adalah pertengahan Juni 1815. Pasukan Napoleon Bonaparte, kaisar Prancis, yang telah lama malang melintang di laga pertempuran di Eropa, terkejut kalau dia dan pasukannya terjebak dalam hujan terus-menerus di Waterloo, sebuah kota kecil di sebelah selatan Brussels, ibu kota Belgia sekarang.

Hujan lebat seolah tak berhenti, apalagi langit juga masih menghitam. Pasukan besar itu nyaris tak bisa bergerak. Tanah yang sangat becek dan licin membuat tentara mereka sangat sulit bermanufer, pun meriam-meriam besi mereka di didorong secara manual ataupun ditarik dengan kuda-kuda.

Meriam-meriam besi berton-ton beratnya tersebut tak mampu melewati medan dengan kondisi seperti itu. Pasukan artileri yang selama ini menjadi andalan Napoleon Bonaparte dalam banyak pertempuran, tak mampu berbuat banyak. Tenaga pasukan yang terkenal kuat tersebut terkuras hebat.

Pada perang tersebut, Perancis dikeroyok negara-negara Eropa di mana Inggris dan Jerman menjadi motor pentingnya. Di masa itu, jalan raya yang mulus sangat jarang sekali di Eropa. Lengkap sudah derita Napoleon.

Dalam pertempuran yang fenomenal tersebut, Napoleon yang memimpin pasukan Prancis melawan Koalisi Ketujuh yang merupakan persekutuan militer Inggris dan tentara Prusia. Di pertempuran ini, 15.000 tentara Inggris dan 7.000 tentara Prusia tewas atau terluka.

Dari pihak Napoleon, pasukan yang mengalami kematian lebih besar, sekitar 26.000 orang. Selain itu, ada 6.000-7.000 prajurit ditawan dan 15.000 lainnya melakukan desersi.

"Pasukan Prancis yang membawa kereta dengan persenjataan yang berat-berat dihalangi oleh lapisan-lapisan lumpur yang tebal. Dengan demikian bala bantuan yang diharapkan Napoleon terlambat tiba, dan akibatnya sangat fatal baginya: kekalahan di Waterloo tanggal 18 Juni 1815. Sejarah telah membuktikan bahwa peristiwa Waterloo ini telah mengubah peta dunia" seperti dikutip A.B. Lapian dalam "Nusantara: Silang Bahari" yang dimuat di buku Panggung Sejarah: Persembahan Kepada Prof. Dr. Denys Lombard (2011: 81).

Mengapa kondisi alam saat itu begitu buruknya, dan menyebabkan kekalahan Napoleon seperti ditulis Lapian?

Kekalahan pasukan Prancis di bawah kepemimpinan Napoleon ternyata, menurut beberapa penelitian, bukan hanya dikarenakan perlawanan Inggris dan Prusia saja. Tapi faktor yang sangat mendominasi kekalahan pasukan Bonaparte adalah dikarenakan adanya ‘kiriman listrik’ dari Sumbawa, Indonesia, yang berjarak ribuan kilometer dari Waterloo.

Tak lain adalah dampak dari erupsi gunung Tambora di Pulau Sumbawa yang menewaskan sekitar 100.000 orang, dua bulan sebelumnya.

Pertempuran Waterloo | wikimedia commons
info gambar

Menurut Dr Matthew Genge dari Imperial College London yang melakukan penelitian tentang Tambora, ia menemukan bahwa abu vulkanik letusan Tambora dialiri listrik dan dapat memendekkan arus listrik ionosfer, lapisan atas atmosfer yang bertanggung jawab dalam pembentukan awan.

Akibatnya terjadi pembentukan awan yang kemudian diikuti dengan hujan lebat di seluruh Eropa dan menyebabkan kekalahan Napoleon Bonaparte.

Kaldera Raksasa Tambora | dw.com
info gambar

Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Geology (22 Agustus 2018) tersebut, mengonfirmasi adanya kaitan antara letusan dan kekalahan tentara Napoleon Bonaparte.

Dalam makalahnya, Dr. Genge menjelaskan letusan Gunung Tambora dapat menghempaskan abu ke atmosfer pada ketinggian yang lebih dari yang diperkirakan sebelumnya, yaitu bisa mencapai hingga 100 kilometer di atas tanah.

"Sebelumnya, para ahli geologi mengira kalau abu vulkanik terperangkap di lapisan langit yang lebih rendah karena semburan material vulkanik naik secara ringan dan perlahan," ujar Dr. Genge, seperti dikutip dari Deutsche Welle.

"Namun penelitian saya menunjukkan jika abu dapat melesat ke tingkat lapisan atmosfer atas karena kuatnya daya listrik."

Serangkaian percobaan Dr. Genge membuktikan, kekuatan elektrostatik dapat mengangkat abu jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan daya apung abu itu sendiri.

Ia menciptakan sebuah model untuk menghitung seberapa jauh abu vulkanik dengan muatan listrik bisa melesat ke langit, dan menemukan bahwa partikel yang lebih kecil bisa mencapai ionosfer selama erupsi besar.

"Batu dan abu vulkanik dapat memiliki muatan listrik negatif. Efeknya sangat mirip seperti dua magnet didorong menjauh satu sama lain jika kutub mereka sama," jelasnya.

Hasil eksperimen ini juga konsisten dengan catatan sejarah dari letusan lainnya.

"Vigo Hugo dalam novel Les Miserables pernah mengatakan jika langit dengan awan yang tak biasa cukup untuk membawa kiamat sebuah dunia. Dan kini kita sudah selangkah lebih dekat untuk memahami bagian Tambora melalui pertempuran yang terjadi dibelahan bumi lain," pungkas Genge.

(Dari berbagai sumber)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

AH
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini