Kuning dan Hangat, Cicipi Nikmatnya Laksa Khas Tangerang

Kuning dan Hangat, Cicipi Nikmatnya Laksa Khas Tangerang
info gambar utama

#FutureSkillsGNFI

Kuning dan hangat? Laksa, lebih tepatnya Laksa Mie khas Tangerang. Makanan khas yang satu ini merupakan kearifan lokal kebanggaan warga Tangerang, bahkan PemKot Tangerang sampai mendirikan kawasan khusus yang merupakan pusat para pedagang laksa dan menjadi tempat wisata kuliner yang cukup terkenal.

Tempat ini bernama “Kawasan Kuliner Laksa Tangerang”, beralamatkan di Jl. Moch. Yamin no 113, Kelurahan Babakan, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang Banten.

Berpatokan di sebelah Pom Bensin Pertamina setelah Tangcity Mall, yang berdekatan pula dengan SMP Negeri 4 Tangerang dan Lapas Perempuan Kota Tanegerang.

Di tempat yang bangunannya berupa saung panjang ini, terdapat 7 tenant atau penjual laksa yang berbeda, mereka menjajakan laksa buatan dapur mereka masing-masing dengan rasa dan keunikan laksa yang berbeda-beda juga.

Kedai Milik UU | Foto: Dokumentasi Pribadi

Mang UU atau yang akrab juga disapa dengan panggilan “Bang Jangkung” merupakan salah satu penjual laksa disana. Kedai milik nya terletak di deretan paling pertama, dekat dengan tempat parkir.

Mang UU, penjual Laksa Mie Khas Tangerang | Foto: Dokumentasi Pribadi

UU mengaku bahwa dirinya sudah berjualan di tempat ini sejak tahun 2010. Sementara kawasan laksa ini telah berdiri sejak 2009. Sekarang ia berjualan dibantu dengan beberapa karyawan lainnya.

Ia menjelaskan bahwa isi dan komponen dari laksa mie khas Tangerang ini adalah mie putih yang terbuat dari tepung beras putih. Tekstur mie ini agak kasar dan keras, tidak lentur seperti mie pada umum nya. “Perpaduan bihun dan Spaghetti, tapi kasar,” ujar nya.

Kemudian mie tersebut diberikan irisan daun yang terlihat seperti seledri namun sebetulnya itu adalah daun kucai. Daun kucai juga mirip dengan daun bawang, namun ternyata tetap berbeda karena daun bawang memiliki rasa sedikit pedas daripada daun kucai yang lebih gurih.

Mie Laksa yang belum disiram kuah, disiapkan karyawan di kedai milik UU | Foto: Dokumentasi Pribadi

Lalu, kedua komponen tersebut disiram dengan hangat nya kuah laksa yang berwarna kuning dan berbahan dasar santan. Kuah ini berisikan kacang hijau, parutan kelapa sangrai, dan potonan kentang. Kemudian ditaburkan daun kucai lagi diatasnya. Komponen-komponen ini adalah isian dari laksa mie versi “polos”, dihargai mulai dari 10 ribu rupiah.

Versi lainnya adalah dengan ditambahkan nya protein seperti telur rebus dan daging ayam bagian dari 8 potong, pastinya opsional untuk menambah cita rasa. Versi ini dihargai mulai dari 15 ribu rupiah. Adapula berbagai jenis kerupuk yang ditawarkan untuk disantap bersama dengan laksa.

Laksa Mie Tangerang versi menggunakan telur rebus | Foto: Dokumentasi Pribadi

Selain laksa mie, anda juga akan diberi sajian otak-otak bakar beserta sambal. Namun ini merupakan menu yang dibayar terpisah.

Di Indonesia sendiri terdapat banyak jenis laksa, setiap daerah memiliki ciri khas nya masing-masing. Ketika ditanya tentang perbedaan Laksa Tangerang dengan yang lainnya, Mang UU menjelaskan bahwa perbedaan terbesarnya dapat dilihat dari mie yang digunakan. Laksa daerah lain biasanya menggunakan mie yang bening dan halus seperti bihun (terbuat dari beras) atau sohun (dari pati sagu, kentang, ubi, atau singkong). Perbedaan lain nya terdapat pada penggunaan santan yang lebih kuat dan banyak, serta isian laksa nya.

Papan nama tempat ini. | Foto: Dokumentasi Pribadi

Tempat yang menyajikan hidangan lezat ini, beroperasi mulai dari jam 9 pagi hingga 9 malam. Apabila anda datang di jam yang ramai, jangan khawatir kehabisan tempat parkir. Karena lahan parkir motor dan mobil di lokasi ini sangat luas.

Jadi jika anda main ke Tangerang atau justru warga asli Tangerang, terutama anda yang penasaran dengan rasa laksa mie ini, jangan lupa cicipi Laksa Mie di Kawasan Kuliner Laksa Tangerang ini, ya!

 

Referensi: Wawancara

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini