"Saya Kini Menyadari, Pentingnya Faham Tahun-tahun Penting dalam Sejarah"

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

"Saya Kini Menyadari, Pentingnya Faham Tahun-tahun Penting dalam Sejarah"
info gambar utama

Dulu ketika saya masih sekolah di madrasah dan kemudian di Sekolah Rakyat tahun 50-60 an saya mendapatkan pelajaran Sejarah Indonesia. Saya disuruh oleh guru menghafal tahun-tahun perang Diponegoro, perang Imam Bonjol, datangnya kapal-kapal dagang Belanda VOV ke Batavia (Jakarta) dsb. Dalam ulangan ataupun ujian selalu muncul pertanyaan tentang tahun-tahun dalam sejarah Indonesia itu. Saya setelah dewasa bertanya dalam diri sendiri kenapa ada mata pelajaran Sejarah Indonesia itu, apa manfaatnya menghafalkan tahun-tahun kejadian dalam sejarah kita. Mata pelajaran yang sia-sia – kata saya dalam hati.

Namun dewasa ini saya baru menyadari suatu bangsa itu bangga akan bangsa dan negaranya karena sejarah gemilang masa lalu. Sejarah menjadi faktor menumbuhkan jati diri dan kebanggaan akan bangsanya sendiri, sejarah bangsa pula yang menjadi faktor rakyatnya untuk maju berkreativitas dan bernovasi.

Baru-baru ini dunia menyaksikan perhelatan referendum empat wilayah di Ukraina timur/selatan untuk bergabung atau tidak dengan Federasi Rusia. Wilayah yang merupakan sekitar dari 20% wilayah total Ukraina yang mayoritasnya penduduk dan suku Rusia sejak tahun 2014 memberontak dari pemerintaahan Kiev, dan wilayah ini menjadi target Operasi Militer Khusus Rusia dalam rangka melindungi warga suku Rusia itu. Hasil referendum sudah diduga mayoritas warganya setuju untuk bergabung dengan Rusia. Vladimir Putin presiden Rusia ketika acara penandatangan persetujuan atas keinginan warga dari keempat wilayah itu dalam pidatonya mengatakan “Rusia adalah kekuatan seribu tahun yang besar, sebuah negara peradaban,…….”. penggalan kalimat dalam pidatonya itu ditujukan kepada Amerika Serikat dan sekutunya NATO untuk tidak menginjak harga diri Rusia karena Rusia adalah bangsa besar.

Menteri Luar Negeri India Dr. S Jaishankar pada saat ditanya seorang moderator wanita di acara GLOBSEC (Global Security) 2022 Bratislava Forum di Republik Slovakia (berlangsung tanggal 2-4 Juni 2022) – dengan sebuah pertanyaan keras tentang sikap India terhadap konflik Rusia Vs Ukraina – apakah memihak kubu barat (AS dan Eropa) atau kubu Cina/Rusia, karena memang di dunia ini faktanya ada dua kubu itu.

Sang menteri dengan keras dan tegas mengatakan “that the construct you are trying to impose on me” (itu konstruksi pikiran anda yang anda paksakan kepada saya” dan mengatakan “totally disagree” ketidak setujuannya atas pertanyaan itu. Menteri Jaishankar mengatakan dengan keras “I don’t accept that India has to join either the US axis or China axis. We are one-fifth of the world’s population, fifth or sixth largest economy in the world…we are entitled to weigh our own side”; yang intinya mengatakan “jangan paksa kami mmemihak dua kubu itu, kami adalah negara yang penduduknya 1/5 penduduk dunia, kekuatan ekonomi ke lima ke enam dunia, karena itu kami punya hak untuk menentukan sikap kami sendiri.

Seperti Vladimir Putin, Menteri Luar Negeri India itu bermaksud mengatakan pada dunia bahwa jangan main-main dengan India karena dia merupakan bangsa yang besar, penduduknya yang besar setelah Cina, ekonominya besar dan orang-orang pintarnya menguasai teknologi IT di arena global. Rusia dan India, negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jepang, Cina, Timur Tengah, Turki dsb memiliki kebanggaan akan sejarah masa lalunya yang gemilang. Bahkan mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu waktu pidato di Kongres Amerika Serikat pernah mengatakan dengan bangga “we are the ancient nation”, karena maklum bangsa Israel adalah bangsa yang tertulis di kitab-kitab suci agama besar dan banyak nabi utusan Allah berasal dari Israel.

Dulu presiden pertama RI Bung Karno pernah mengatakan dengan lantang bahwa kita bukan bangsa coolie (kuli), pernyataannya itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia ini bukan bangsa rendahan. Bung Karno dan para pejuang bangsa ingin Indonesia merdeka dari penjajahan tidak karena hanya soal sumber-sumber alam yang dirampok penjajah tapi juga soal harga diri bangsa karena diperlakukan dengan hina ratusan tahun sementara Indonesia itu dalam sejarahnya adalah bangsa yang besar. Hal ini salah satu ditunjukkan di di candi Borobudur ada 63 relief species rempah-rempah di Nusantara in, dan ada juga relief sebuah Kapal yang besar.

Hal ini menunjukkan bahwa sejak dulu bangsa Indonesia sudah melakukan hubungan dagang atau diplomasi dan berdagang dengan negara-negara lain di dunia. Bahkan dalam catatan sejarah, kerajaan Majapahit di Jawa Timur dan Sriwijaya di Sumatra merupakan “Regional Super Power” pada masanya karena memiliki armada dan tentara yang besar dan kekuasaannya dalam kurun waktu yang lama membentang dari nusantara sampai kawasan Asia Tenggara. (Murid-murid di Thailand pun belajar sejarah kebesaran kekuasaan kedua kerajaan nusantara ini.)

Menurut saya, para ahli sejarah, para pendidik perlu mengajarkan sejarah bangsa ini kepada generasi muda tidak hanya tentang tahun-tahun kejadian di masa lalu, namun juga diajarkan tentang bagaiman hebatnya bangsa ini menjadi negara besar dikawasan Asia, bagaiman hebatnya armada yang dimiliki kerajaan-kerajaan, kesultanan masa lalu, bagaimana peran sumber alam nusantara berupa rempah-rempah itu dalam peradaban dunia, bagaimana para pujangga di negeri ini memiliki kontribusi tinggi dalam bidang budaya dan sastra, bagaimana seorang wanita bisa menjadi Ratu di Aceh, bagaimana para pejuang dari berbagai suku di Surabaya dengan senjata seadanya berani melawan tentara Inggris pemenang perang dunia kedua dsb.

Sejarah bangsa yang gemilang (maupun yang kelam) harus menjadi faktor penyemangat bangsa untuk maju kedepan. Sedangkan sejarah kelam harus menjadi pelajaran berharga bangsa untuk menatap masa depan. Generasi muda sejak masa dini harus diajarkan bahwa bangsa Indonesia ini bukan bangsa kaleng-kaleng yang dengan mudah tunduk pada kemauan bangsa lain.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

Terima kasih telah membaca sampai di sini