Upaya Kembalikan Kejayaan Komoditas Nilam Aceh yang Terlelap Puluhan Tahun

Upaya Kembalikan Kejayaan Komoditas Nilam Aceh yang Terlelap Puluhan Tahun
info gambar utama

Nilam (Pogostemon cablin Benth) hanya menjadi tanaman sampingan bagi sebagian besar petani yang masih setia membudidayakannya. Sekilas, tanaman ini hanya tampak seperti semak hijau yang tumbuh liar di ladang pertanian.

Tidak heran, orang luar menyebutnya patchouli, yang berasal dari bahasa Tamil, yang berarti daun hijau. Di Indonesia, orang lebih sering menyebutnya nilam, khususnya di daerah Sumatra. Sedangkan di Jawa disebut dilem wangi.

“Nilam merupakan bahan baku pembuatan minyak atsiri, yang umumnya digunakan sebagai penguat aroma parfum dan bahan kosmetik,” tulis M Burhanudin dalam Jejak Peradaban: Nilam, Primadona Aceh yang Tertidur.

Riwayat Nilam Aceh yang Kualitasnya Dianggap Terbaik di Dunia

Sebagian warga Aceh menganggap nama lokal untuk nama ini sebenarnya berasal dari singkatan untuk sebuah perusahaan eksportir rempah-rempah Hindia Belanda di Aceh, yaitu Netherlands Indische Landook Acheh Maatschappij (NILAM).

Sejak zaman kolonial Belanda, Aceh dikenal sebagai daerah penghasil utama nilam di Nusantara. Tidak hanya dari sisi produktivitas, kualitas nilam Aceh pun diakui sebagai salah satu yang terbaik di dunia.

Di Aceh, serta pengembangan tanaman nilam umumnya berasal di daerah pesisir barat, terutama Aceh Selatan, Subulussalam, Aceh Barat, dan Aceh Jaya, ada pula yang dikembangkan di pesisir timur, seperti di Lhokseumawe dan Aceh Utara.

Sempat berjaya

Budidaya nilam Aceh pernah mencapai kejayaan sekitar tahun 1990-an hingga 1998. Puncaknya pada 1998 saat harga minyak nilam mencapai Rp1,2 juta - 1,4 juta/Kg dari harga sebelumnya sekitar Rp25 ribu - Rp250 ribu.

Namun euforia ini tidak bertahan lama, harga nilam anjlok sehingga banyak lahan nilam kemudian beralih fungsi menjadi lahan sawit, jagung, dan lain-lain. Ada beberapa alasan mengapa harga nilam merosot.

Bupati Aceh Jaya, Teuku Irfan TB menyebut hal ini disebabkan petani masih menerapkan teknologi biasa dan serangan hama penyakit paku atau buduk. Harga nilam yang menurun drastis menyebabkan semangat petani memudar dan beralih sistem penanaman lain.

Untuk mengembalikan kejayaan nilam, Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti menginisiasi Klaster Inovasi (Klasinov) Nilam Aceh di Kabupaten Aceh Jaya pada 2017.

Kisah Kota Singkil: Atlantis dari Aceh yang Ditinggalkan karena Tsunami

Klasinov Aceh merupakan sebuah model pendekatan untuk peningkatan ekonomi rakyat, mendorong kolaborasi dan sinergi pelaku inovasi khususnya untuk industri nilam di Aceh. Melalui klaster ini, dirinya berharap dapat meningkatkan produksi petani.

Salah satunya, jelas Irfan melalui teknologi penanam, penyulingan dan kepastian pasar untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas minyak nilam rakyat. Penyakit pada tanaman nilam dan teknik penyulingan dengan kualitas rendah merupakan hambatan serius.

“Pada 2019 kami akan mengalokasikan anggaran melalui DAK (Dana Alokasi Khusus) sampai Rp10 miliar untuk pengembangan industri nilam,” katanya yang dimuat Technology Indonesia.

Kembali berjaya

Tim Atsiri Research Center (ARC)/Pusat Penelitian Nilam Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh mengajak warga Geunteut untuk kembali menanam nilam. ARC menyatakan komitmen untuk mendampingi petani dari hulu sampai hilir.

Ketua ARC Muhammad Syaifullah menuturkan pemilihan Geunteut sebagai percontohan karena desa itu memiliki sejarah bertani nilam. Dirinya pun cukup puas dengan kualitas tanaman apalagi nilam di Geunteut tidak memakai pupuk kimia.

“Kualitas sekitar 80 persen, tetapi untuk perdana, cukup bagus,” ujarnya yang dimuat Kompas.

Peran Sungai Singkil dalam Kejayaan Perabadan Aceh yang Kini Terlupakan

ARC juga coba mengintervensi harga dengan membeli langsung minyak nilam dari petani. Pembelian dilakukan oleh koperasi Inovac, sayapi bisnis ARC. Harga terendah Rp500.000 per kg, sedangkan harga tertinggi mengikuti harga pasar.

Belakangan harga minyak nilam stabil, antara Rp600.000 hingga Rp700.000 per kg. Kepastian harga membuat petani lebih semangat dan tenang. Tidak hanya di sana, ARC juga melahirkan pengusaha-pengusaha muda untuk membuat produk turunan nilam.

Beberapa produk turunan nilam, seperti parfum, aroma terapi, cairan pembersih tangan, dan lulur. Kini terdapat 30 usaha rintisan di bawah binaan ARC. Dirinya ingin suatu saat dari Desa Geunteut akan lahir produk turunan nilam.

“Saya yakin nanti akan lahir parfum dari Geunteut. Kita tidak perlu lagi beli parfum luar karena punya produk sendiri. Kami akan mengajarkan cara pembuatannya,” ujar Syaifullah.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini