Hustle Culture, Sering Dilakukan Padahal Bukan Kondisi Baik

Hustle Culture, Sering Dilakukan Padahal Bukan Kondisi Baik
info gambar utama

Ramai jadi perbincangan kalangan anak milenial yang menunjukkan tentang fenomena hustle culture. Tak hanya mahasiswa saja, Kawan yang sudah bekerja mungkin beberapa kali atau malah kerap melakukannya.

Beberapa dari Kawan barangkali tak menyadari bahwa telah melakukan yang namanya hustle culture. Hustle culture merupakan suatu gaya hidup yang membuat Kawan terus menerus bekerja keras. Menjadi pribadi yang bekerja keras tentu jadi sifat yang baik dan patut dimiliki tiap individu.

Akan tetapi, bekerja keras dalam konteks hustle culture bukanlah sesuatu yang positif melainkan sebaliknya. Kerja keras ini berupa sifat yang terus bekerja keras hingga lupa untuk beristirahat. Di bandingkan memilih beristirahat sejenak guna melepas kepenatan, Kawan yang terjebak dalam hustle culture justru tak akan berhenti melakukan suatu hal tersebut.

Alhasil ini berdampak pada kondisi tubuh yang tak sehat karena memaksakan tubuh untuk terus bekerja. Meskipun kondisi ini dapat dimiliki siapa pun, tetapi kalangan milenial lah yang sering terjebak di dalamnya.

Hal ini disebabkan oleh stigma atau pandangan terhadap anak muda yang sudah seharusnya melakukan segalanya di masa muda. Dengan kata lain anggapan yang mendorong anak muda untuk mengeksplor dan memanfaatkan waktu muda dengan baik seringkali menjadi bebas tersendiri bagi anak muda.

Begitu pula Kawan yang sudah bekerja. Jam kantor hanya sampai pukul lima sore, tetapi seringkali Kawan justru membawa sisa pekerjaan ke rumah. Seharusnya Kawan tak perlu melakukannya mengingat ini sudah diluar jam kerja.

Ilustrasi | Foto: Pexels
info gambar

Ciri-ciri Kawan terkena hustle culture yang paling mudah diamati ialah Kawan cenderung menjauhkan diri dari teman-teman lainnya atau Kawan jadi pribadi yang lebih suka menyendiri. Tentu ini bukan hal yang baik, dengan begitu Kawan harus menjauhi diri dari bahaya hustle culture, diantaranya.

  1. Produktivitas Menurun

Jangan salah, ketika Kawan melakukan sesuatu dengan terburu-buru berdalih dengan kata produktif tidaklah benar. Sebaliknya karena sudah terlalu sering bekerja, tubuh menjadi mudah lelah hingga pekerjaan dapat terselesaikan, tetapi tak maksimal.

  1. Peningkatan Stres

Dibandingkan meningkatkan produktivitas diri, sikap hustle culture justru makin tingkatkan stres. Stres yang terus menerus dirasakan akan berubah menjadi peningkatan kecemasan hingga depresi.

  1. Fisik dan Mental Sama-sama Lelah

Melakukan aktivitas yang baik adalah aktivitas yang berdampak baik pada fisik maupun mental. Keduanya penting bagi diri Kawan. Jika salah satunya sakit, maka rasa tak enak pada tubuh pasti dirasakan, apalagi kalau keduanya sama-sama lelah. Kondisi fisik dan mental yang lelah membuat Kawan tak bersemangat menjalani keseharian.

Oleh karena itu, penting bagi Kawan untuk menerapkan work life balance. Keseimbangan dalam hidup penting agar Kawan juga tak hanya berusaha untuk tetap hidup di dunia ini, tetapi juga menikmati apa yang ada di dunia.

Jika Kawan sudah terlanjur terjebak dalam hustle culture, maka coba terapkan cara-cara ini guna menghindarinya.

  1. Jangan Lagi Membandingkan Diri

Membandingkan diri dengan teman maupun influencer yang terlihat begitu keren dalam pengalamannya tentu tak aka nada habisnya. Ingat, bahwa tiap orang memiliki pencapaian yang berbeda-beda dengan waktu yang tak sama pula. Kawan juga pasti dapat meraih apa yang diinginkan dengan waktunya sendiri.

  1. Jangan Kebanyakan Kerja, Pergi Berlibur!

Ketika waktu weekend datang, jangan penuhi weekend dengan menghadap laptop untuk menyelesaikan laporan, tetapi manfaatkan untuk memanjakan diri dengan berlibur ke tempat yang Kawan suka. Bekerja terus menerus hanya menghasilkan pekerjaan yang selesai, tetapi kenyamanan diri tak akan pernah Kawan rasakan. Hindari kebiasaan hustle culture, ya!

Referensi: Good Doctor | VIVA

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AD
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini