Mengenal Mitologi Ukiran Suku Asmat dan Penyembahan Arwah Leluhur

Mengenal Mitologi Ukiran Suku Asmat dan Penyembahan Arwah Leluhur
info gambar utama

Suku Asmat bermukim di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Suku ini sangat terkenal dengan hasil seni ukiran atau pahat patung yang menakjubkan. Di balik estetika patung-patung, rupanya tersimpan sebuah mitologi yang menjadi pedoman kehidupan masyarakat Suku Asmat.

Salah satu jenis patung paling terkenal milik suku Asmat bernama Mbis, bentuknya seperti tumpukan patung yang bertumpang tindih dan dipahat terbuka pada sebatang pohon besar yang dijungkirbalikkan. Pohon itu memiliki ketinggian antara 4-12 meter. Nama Mbis diberikan orang Asmat pada tonggak patung nenek moyang, dibuat untuk memperingati kematian anggota keluarga karena dipenggal musuh, khususnya orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupan mereka.

Mitologi seni ukiran Suku Asmat memiliki kisah yang panjang. Singkatnya, orang Asmat meyakini bahwa Fumiripits—nenek moyang mereka, telah menurunkan suku Asmat melalui patung Mbis, sehingga para keturunan suku ini dipercaya sebagai ahli pahat. Oleh sebab itu, bagi masyarakat suku Asmat, mengukir ditambah menganyam, bernyanyi, dan menari, sudah menjadi bagian utama dalam kehidupan mereka. Orang Asmat yang tidak punya keterampilan tersebut, berarti sudah mati.

Peran Sungai bagi Suku Asmat sebagai Jalan Roh Menuju Keabadian

Safan, tujuan akhir kehidupan orang Asmat

Menurut kepercayaan orang Asmat, dunia ini terbagi tiga: Asamat Ow Capinmi, tempat manusia hidup; Damir Ow Capinmi, tempat persinggahan orang yang sudah meninggal dan belum masuk dalam tempat istirahat kekal di surga; dan Safan , tempat peristirahatan terakhir yang kekal (surga).

Mayoritas orang Asmat ingin masuk ke Safan kalau mereka sudah tiada karena itu dianggap tempat tinggal arwah para leluhur (nenek moyang), penuh kebahagiaan dan tak ada penderitaan.

Untuk berhasil memasuki Safan, orang Asmat harus banyak berbuat kebaikan selama hidup, termasuk menghormati roh nenek moyang dan taat kepada semua aturan adat suku Asmat.

Orang suku Asmat percaya bahwa ketika para pahlawan, tetua adat, dukun, dan panglima perang meninggal, roh mereka dapat langsung masuk ke Safan. Tetapi, jika seseorang meninggal karena penyakit, dibunuh, atau terkena sihir hitam, ia akan tinggal di Damir Ow Capinmi dan tak dapat masuk ke Safan.

Nah, roh yang tidak sampai ke Safan inilah yang dianggap mendatangkan penyakit, penderitaan, bencana, atau bahkan peperangan bagi orang Asmat yang masih hidup.

Untuk dapat menghindari semua keburukan itu, orang Asmat yang masih hidu/p harus menebus roh-roh tersebut dengan mengadakan pesta dan membuat ukiran. Dengan mencantumkan nama mereka pada ukiran atau patung, para roh itu diharapkan dapat masuk ke dalam Safan.

Penyembah arwah

Masyarakat Asmat sangat menjaga hubungan antara manusia dengan sesa manusia, Tuhan, alam, dan dunia spiritual. Untuk memperoleh perlindungan di dunia atau masuk ke Safan, mereka harus mengadakan ritual magis atau penyembahan terhadap para leluhur.

Penyembahan itu dapat diberikan melalui pahatan rupa manusia pada media kayu, melakukan pengayauan (membunuh seseorang untuk mengambil kepalanya), balas dendam, bernyanyi, atau menari. Dari sana juga, suku Asmat terkenal punya banyak sekali ritual.

Dekat dengan alam

Orang Asmat hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam secukupnya—seperti sagu, ikan, udang, hewan hutan, tanpa merusak atau mengubahnya. Mereka hanya mengambil seperlunya untuk digunakan hari itu, kemudian besoknya akan dicari lagi.

Pohon sagu bagi orang Asmat melambangkan sosok ibu karena ia selalu memenuhi kebutuhan makan mereka.

Hubungan yang sangat dengan dengan alam membantu masyarakat Asmat mengenali ragam tumbuhan dan hewan, sehingga mereka dapat meracik obat, kemudian menguatkannya dengan mantra. Ramuan itu kerap dipakai dalam praktik magi putih dan hitam.

Suku Asmat, Titisan Dewa yang Mendiami Bumi Papua

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

AH
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini