Building Smarter Government: Eksplorasi Peran AI dalam Birokrasi dan Pelayanan Publik

Building Smarter Government: Eksplorasi Peran AI dalam Birokrasi dan Pelayanan Publik
info gambar utama

Era digital yang semakin progresif, artificial intelligence menjadi teknologi populer yang mampu mengubah segi-segi kehidupan, termasuk birokrasi dan pelayanan publik. Banyak peneliti dan praktisi berpendapat jika perbandingan antara manusia dengan mesin tidaklah mudah dan simpel yang mana mungkin saja komputer tidak andal dalam menalar, tetapi kapabilitasnya dalam menghadapi data-data jauh lebih unggul dibanding dengan otak manusia.

Hal ini menginisiasi peluang teknologi kecerdasan buatan dalam penanganan data administrasi publik yang jumlahnya banyak. Potensi yang dimiliki artificial intelligence sangat tinggi dalam mengubah mekanisme pemerintah dan memperbaiki kualitas layanan terhadap masyarakat. Kemampuan komputasi yang andal, analisis data dan algoritma yang tangkas menjadikan kecerdasan buatan ini bisa menyediakan solusi yang efektif, responsif, dan terbuka dalam merespons tantangan pada sektor publik saat ini.

Saat ini artificial intelligence sering digunakan dalam pelayanan publik salah satunya yaitu chatbot. Chatbot ialah suatu program yang bisa melakukan percakapan cerdas melalui medium suara ataupun teks dengan cara berdialog singkat terhadap pengguna.

Cara kerja chatbot yakni dengan mengartikan pesan yang disampaikan pengguna, berikutnya mendeterminasi dan eksekusi berdasarkan instruksi kemudian menyampaikan hasil kepada user. Respons cepat yang disampaikan chatbot mengenai pertanyaan umum dari masyarakat dapat mengefisiensikan waktu dalam pelayanan publik. Pertanyaan-pertanyaan umum tersebut dapat berupa prosedur administrasi, perizinan, jadwal dan jam kerja operasional, serta informasi lain yang sekiranya masih general.

Perkembangan Kecerdasan Buatan Mendorong Transformasi Dalam Dunia Photojurnalis

Selain penggunaan chatbot untuk mengefisiensikan layanan publik, apapun dari segi pertahanan dan keamanan yakni digunakannya robot. Dengan kecerdasan buatan, robot dapat diberdayakan dalam rangka melindungi sektor ekonomi dan infrastruktur misalnya landasan udara dan pembangkit listrik yang rawan. Robot bisa diperintahkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang cukup membahayakan manusia, seperti mendeteksi ranjau dan meredakan bahan peledak.

Sementara itu, artificial intelligence juga berperan dalam kontrol dan memonitor birokrasi. Kapabilitas kecerdasan buatan yang mumpuni dalam analisis data yang unggul dan deteksi pola dari tindakan yang tidak lazim, bisa membantu dalam peningkatan akuntabilitas dan transparansi birokrasi yang ada dengan pemberian informasi secara real-time disertai peringatan sedini mungkin (early warning system).

Hal tersebut bisa menjadi indikator jika terjadi degradasi kualitas layanan yang dapat berdampak pada kestabilan birokrasi. Selain itu, kecerdasan buatan juga bisa menganalisis sistem keuangan negara, sehingga jika terjadi penyelewengan atau sekadar transaksi yang tidak normal bisa langsung terdeteksi. Dengan demikian, artificial intelligence juga bisa berkontribusi dalam pencegahan korupsi di Indonesia.

Dari berbagai keandalan artificial intelligence seperti tersebut di atas, kecerdasan buatan akan berdampak transformasional dalam skup tujuan teknologi secara general. Meskipun banyak digunakan oleh sektor publik maupun privat, sebagian besar belum memanfaatkan peluang besar kecerdasan buatan ini.

Dampak artificial intelligence akan melonjak dalam sepuluh tahun mendatang, sebab asuransi, pendidikan, hukum, kesehatan, keuangan, manufaktur, ritel, transportasi, hiburan dan perikanan, serta berbagai aspek industri akan berubah dengan memanfaatkan pembelajaran mesin (machine learning).

Masifnya dampak kecerdasan buatan pada dekade ke depan, menjadikan peran manusia diambil alih oleh kecerdasan teknologi. Situasi ini tampaknya tidak bisa diotomatisasi dengan segera. Pada masa mendatang, pekerjaan-pekerjaan dapat dilakukan oleh mesin dan hal ini mengindikasikan hanya mesin yang berkuasa. Namun perspektif mengenai peran artificial intelligence pada sektor publik ini kurang tepat.

Asumsi kecerdasan buatan dan manusia sama-sama memiliki kapasitas dan kapabilitas yang sama, tetapi realitasnya tidak seperti itu. Akurasi, kecepatan, dan konsistensi yang logis memang lebih unggul artificial intelligence, tetapi kemampuan emosional, intuisi, dan sensitivitas, serta kultur yang dimiliki manusia akan jauh lebih mengefektifkan. Banyak orang menganggap kecanggihan komputer dilihat dari potensi belajar dan pembuatan keputusan sesuai dengan informasi yang tersedia.

Melihat Kecerdasan Buatan yang Ada Dalam Kehidupan Sehari-hari

Namun publik tidak sadar penuh bahwa kecerdasan yang dimiliki mesin dan manusia itu berbeda. Simpelnya, artificial intelligence memutuskan dan bertindak secara cerdas, sehingga mampu mengidentifikasi sistem informasi dengan optimalisasi tren-tren relevan saat ini.

Oleh karenanya perlu meningkatkan potensi kolaborasi antara manusia dengan artificial intelligence. Produktivitas keduanya akan lebih masif dan automasi dari aktivitas kognitif yang rutin tidak lagi menjadi ancaman. Umumnya teknologi baru sering kali membuat kegelisahan pada saat awal penerapan dan tahap pengembangan dan akan memperlihatkan nilai sesungguhnya di kemudian hari.

Meskipun demikian, hal tersebut tidak bermaksud untuk menunggu hingga hasil akhir dari kecerdasan buatan ini muncul. Namun hal ini menjadi tantangan utama dalam relevansinya dengan pola pikir, perilaku, dan cara kerja manusia sehingga dapat mensinergikan teknologi baru dengan strategis dalam organisasi publik.

Tantangan yang akan dihadapi oleh sektor publik cukup signifikan, khususnya human resource yang ada di dalamnya. Sumber daya manusia dituntut untuk proaktif dan adaptif terhadap atmosfer baru yang diciptakan oleh kecerdasan buatan. Sikap dan etika dalam menjaga segala bentuk privasi harus ditingkatkan. Selain itu, agar tidak terjadi gap skill pegawai sektor publik semestinya turut aktif dalam mengembangakan keterampilan baik secara mandiri atau disediakan oleh organisasi sektor publik.

Dengan demikian, kompetensi akan memenuhi kapasitas yang dikehendaki sehingga dalam pemberian layanan publik dapat tercapai efektivitas dan efisiensi yang akan berimpak pada akuntabilitas dan transparansi pelayanan. Dengan demikian, hadirnya kecerdasan buatan akan mencerdaskan manusia yang membuatnya. Hal ini juga memberikan peluang baru dalam pekerjaan dan mesin sebagai bagian di dalamnya, bukan malah menggantikan eksistensi manusia itu sendiri.

Perkembangan Industri Chatbot Berbasis Kecerdasan Buatan di Indonesia

Referensi:

  • Reis, J., Santo, P. E., & Melão, N. (2019, June). Impacts of artificial intelligence on public administration: A systematic literature review. In 2019 14th Iberian conference on information systems and technologies (CISTI) (pp. 1-7). IEEE.
  • Azwary, F., Indriani, F., & Nugrahadi, D. T. (2016). Question answering system berbasis artificial intelligence markup language sebagai media informasi. Klik-Kumpulan Jurnal Ilmu Komputer, 3(1), 48-60.
  • Dhanabalan, T., & Sathish, A. (2018). Transforming Indian industries through artificial intelligence and robotics in industry 4.0. International Journal of Mechanical Engineering and Technology, 9(10), 835-845.
  • Brynjolfsson, E., & McAfee, A. (2017). The Business of Artificial Intelligence.
  • DeCremer, D., & Kasparov, G. (2021). AI Should Augment Human Intelligence, Not Replace It.
  • Photo by Robynne Hu on Unsplash

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini