Benteng Marlborough: Si Kura-Kura Beton, Cagar Budaya Peninggalan Inggris di Bengkulu

Benteng Marlborough: Si Kura-Kura Beton, Cagar Budaya Peninggalan Inggris di Bengkulu
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Inilah Benteng Marlborugh, sebuah benteng pertahanan peninggalan Inggris di Bencoolen (Bengkulu). Kontruksinya mirip kura-kura raksasa. Bangunan ini merupakan warisan cagar budaya di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Balai Pelestarian Kubudayaan Wilayah VII Wilayah Kerja Provinsi Bengkulu dan Lampung. Dilindungi Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Fort Marlborough Si Kura-Kura Beton

Benteng yang beralamat di Jl. Benteng, Kebun Keling, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu ini dibangun oleh para pekerja yang didatangkan dari India, dibantu penduduk lokal. Berdiri di luas lahan 44.000 meter persegi dengan luas bangunan 240 x 170 meter, benteng ini menyandang predikat sebagai benteng terbesar se- Asia Tenggara. Pembangunannya bahkan menghabiskan waktu lima tahun, terhitung sejak tahun 1714-1719.

Benteng Marlborough merupakan warisan cagar budaya

Bila dilihat dari ketinggian, bentuknya memang persis seperti kura-kura, posisi kepala menghadap ke selatan, letaknya tidak jauh dari bibir pantai Malabero. Ketinggian dindingnya bervariasi, antara 8 hingga 8,5 meter, ketebalannya juga bervasiasi mulai dari 1,85 meter hingga 3 meter.

Benteng memiliki meriam yang mengarah ke laut lepas untuk menjaga serangan dari armada laut milik Belanda dan Prancis. Bangunan dikelilingi parit dengan kedalaman 3 meter dan lebar 7 meter, fungsinya sebagai pertahanan dan saluran pembuangan air.

Deretan meriam Fort Marlborough disusun menghadap ke laut lepas

Di depan gerbang utama terdapat tiga makam berkebangsaan Inggris. Makam pertama adalah milik Robbert Hamilton, seorang Kapten Angakatan Laut Inggris yang tewas pada 15 Desember 1793 saat terlibat konflik dengan masyarakat Bengkulu. Makam kedua milik Gubernur Thomas Parr yang tewas di tangan rakyat Bengkulu saat pemberontakan 23 Desember 1807. Sedangkan makam ketiga adalah makam Charles Murray pegawai Thomas Parr yang berusaha menyelamatkannya, namun terluka dan akhirnya wafat pada 07 Januari 1808.

Terdapat 3 makam berkebangsaan Inggris di depan gerbang utama

Dalam sejarahnya, kolonisasi Inggris di Bengkulu berlangsung selama 140 tahun sejak tahun 1685-1825. Pada tanggal 12 Juli 1685 Ralph Ord, seorang wakil dari East India Company (EIC) yang merupakan perusahaan dagang Inggris, berhasil menguasai Bengkulu. Dia berhasil membuat suatu perjanjian dengan masyarakat setempat agar mereka menyediakan rempah-rempah untuk perusahaan ini, sebagai imbalan pihak Inggris akan membantu melindungi wilayah tersebut dari penjajahan Belanda di Bengkulu.

Tujuan utama kedatangan Inggris ke Bengkulu adalah untuk berburu rempah-rempah seperti pala, cengkeh dan lada. Pada abad pertengahan sekitar 1600 Masehi fokus bangsa Eropa adalah rempah-rempah, karena manfaat dan harga yang cukup tinggi. Pada masa itu cengkeh menjadi salah satu rempah yang paling populer dan mahal di Eropa, melebihi harga emas. Saat itu harga 1 kg cengkeh setara dengan 7 gram emas.

Inggris datang ke Bengkulu untuk berburu rempah-rempah

Kerajaan Inggris dan pimpinan EIC di London menyusun struktur pemerintahan sebagai wakil kerajaan dan struktur pimpinan kantor dagang di Bengkulu. Bengkulu menjadi pusat operasi perdagangan Inggris di Sumatra. Mulanya, semua aktivitas wakil kerajaan dan kantor dagang awalnya berpusat di Fort York (1685-1714).

Fort York merupakan benteng pertama yang dibangun Inggris di Bengkulu pada tahun 1585, didirikan di antara laut dan muara sungai bernama Sungai Serut. Ukurannya lebih kecil dari Fort Marlborough, berfungsi sebagai tempat pertahanan utama Inggris dalam mempertahankan daerah penghasil rempahnya dari serangan Belanda dan Prancis. Kemudian akhirnya segala aktivitas dipindahkan ke Fort Marlborogh (1714-1824).

Menurut The Guide Book of Fort Marborough yang diterbitkan Dinas Kebudayaan Pariwisata Provinsi Bengkulu menjelaskan, nama benteng merupakan usulan Josepp Collet, Governur pada saat itu. Nama tersebut dipilihnya untuk menghormati John Churchill, seorang komandan Inggris yang pernah memenangkan pertempuran di Blenheim tahun 1704, Rammilies tahun 1706, Oudenarde tahun 1708, dan Malplaquet tahun 1709. Atas jasa-jasanya tersebut Churchil diberi gelar Duke of Marlborough.

Pada tahun 1824 Sirt Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur yang menjabat saat itu, terus berupaya untuk mencari koloni baru, tujuannya agar Inggris bisa mendominasi di wilayah Asia. Pada saat itu Inggris berhasil menguasai beberapa negara di wilayah India Timur, Selat Malaka, dan Pulau Penang.

Salah satu pulau yang diinginkan Raffles adalah pulau Tumasik (saat ini Singapura) yang masih dalam kekuasaan Belanda. Pada tanggal 17 Maret 1824 dibuatlah Traktat London yang merupakan perjanjian antara pihak Inggris dan Belanda yang salah satu isinya adalah menukar Bengkulu dengan Singapura. Maka, Belanda mendapatkan Bengkulu, sedangkan Inggris mendapatkan Singapura.

Setelah perjanjian tukar guling tersebut, Belanda kembali ke Bengkulu, menguasai wilayah ini termasuk Fort Marlborough. Di bawah kekuasaan Belanda, benteng difungsikan sebagai pusat penimbunan rempah sekaligus benteng pertahanan. Sedikit data yang menuliskan kehadiran Belanda di Benteng ini. Data sejarah lebih banyak menjelaskan kehadiran Belanda dengan peraturan yang ditetapkan kepada penduduk lokal. Kebijakan belanda inilah yang menyebabkan pergerakan rakyat Bengkulu untuk memberontak

Sejak Kemerdekaan Indonesia, Fort Marlborough berfungsi sebagai markas Kepolisian Republik Indonesa sejak tahun 1945. Pada tahun tahun 1949 sempat direbut oleh Belanda, namun berhasil dikuasai kembali oleh Pemerintah Indonesia.

Pembentangan bendera Merah Putih di Fort Marlborough saat peringatan HUT ke-78 RI

Sejak tahun 1949-1983 Fort Marlborugh berfungsi sebagai Markas TNI Angkatan Darat, Komando Distrik Militer 0407. Kemudian, pada tahun 1983-1984 benteng ini dipugar oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI dan menjadi bangunan bersejarah yang terawat dengan baik hingga sekarang.

Terbaru, Fort Marlborugh menjadi lokasi pembentangan bendera Merah Putih formasi 78 pada peringatan HUT ke-78 RI di Bengkulu. (Etri Hayati)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

EH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini