Mengenal Reog Cemandi, Warisan Budaya Takbenda Dari Desa Cemandi Sidoarjo

Mengenal Reog Cemandi, Warisan Budaya Takbenda Dari Desa Cemandi Sidoarjo
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untukMelambung

Apa yang kawan GNFI pikirkan ketika mendengar nama Reog Cemandi? sepertinya kesenian yang satu ini masih belum familiar terdengar di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya. Tetapi kesenian ini nyata adanya dan masih terus-menerus dilestarikan oleh para pegiatnya hingga saat ini. Seperti namanya, Reog Cemandi merupakan kesenian yang berasal dari Desa Cemandi, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Reog Cemandi diyakini sudah ada sejak zaman Kolonial Belanda sekitar tahun 1922 dan merupakan salah satu upaya warga Desa Cemandi untuk menghalau orang-orang Belanda yang akan memasuki desa.

Latar Belakang Munculnya Kesenian Reog Cemandi

Menurut penelitian oleh Nur Azizah Dwiyani dari Universitas Negeri Surabaya, pelestarian Reog Cemandi saat ini sudah memasuki generasi kelima dan dipimpin oleh Pak Susilo. Pak Susilo menyampaikan bahwa pada awalnya, kesenian ini dicetuskan oleh seorang warga Desa Cemandi yang bernama Dul Katimin. Beliau adalah warga Desa Cemandi yang menjadi santri di Pondok Pesantren Sidoresmo Surabaya. Saat itu, Dul Katimin merasa prihatin dengan kondisi warga desa asalnya (Desa Cemandi) yang terus-menerus tersiksa karena diminta membayar pajak kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Menanggapi hal itu, Dul Katimin lalu meminta saran kepada Kyainya yang bernama Kyai Mas Al-Basyaiban. Kemudian sang kyai memberikan perintah kepada Dul Katimin dan santri lainnya untuk mencari enam buah kayu nangka dengan ukuran masing-masing 50 cm, kayu randu dengan panjang satu telapak kaki orang dewasa, lulang atau kulit hewan, tanding (potongan dari bambu), dan rotan atau penjalin.

Para santri dan warga akhirnya menggunakan kayu nangka tersebut untuk dijadikan enam kendang. Sementara itu, batang kayu randu tadi dibelah menjadi dua bagian dan digunakan untuk membuat topeng menyerupai raksasa (buto) dengan taring yang menyeringai. Terciptalah dua buah topeng raksasa yang diberi nama banongan lanang dan banongan wadon. Kedua unsur yakni kendang dan topeng buto merupakan inti kesenian Reog Cemandi ini. Lantas pak kyai memerintahkan dua orang warga Desa Cemandi untuk mengenakan topeng tersebut untuk kemudian diisi dengan makhluk ghaib yang diyakini adalah sosok genderuwo. Banongan lanang dan banongan wadon berjalan di depan dengan diiringi oleh penabuh kendang lalu berputar mengelilingi Desa Cemandi sambil banongan lanang mengayun-ayunkan golok sebagai simbol kesiapan menebas lawan.

Rangkaian Prosesi Kesenian Reog Cemandi

Reog Cemandi dipertunjukkan dengan dua cara yaitu secara arak-arakan dan tampil di tempat. Biasanya Reog Cemandi ditampilkan dalam acara iring-iringan pengantin, acara karnaval, dan acara peringatan 1 Muharram di Desa Cemandi. Rangkaian presesi penampilan Reog Cemandi dimulai dengan penyajian sesaji oleh pemimpin Reog Cemandi yang disiapkan sejak malam sebelum penampilan dilaksanakan. Prosesi kedua adalah arak-arakan para penampil Reog Cemandi menuju tempat pementasan dengan berjalan beriringan (penabuh kendang berada di tengah dan penari topeng mengiringi di kanan-kiri). Ketika sampai di lokasi pentas para penampil melakukan salam pembuka sebagai bentuk hormat kepada penonton yang ada di lokasi pementasan. Setelah melakukan salam pembuka, pimpinan Reog Cemandi lalu menyanyikan syair dengan iringan pukulan kendang. Syair tersebut berbahasa jawa dan berbunyi sebagai berikut:

“Iki reog, reog cemandi. Reog e wong Sidoarjo. Ayo konco podho nyawiji. Bebarengan bangun negoro. Lakune wong urip eling Gusti niro tansah ibadah ing tengah ratri . Suci diri jiwo mawa raga. Sumingkiro barang ala sing nggudho riko eling Gusti niro, sing sayup, sing rukun.”

yang mempunyai arti:

ini reog, reog cemandi. Reognya orang Sidoarjo. Ayo teman bertekad bersama-sama membangun negara. Jalannya hidup manusia ingat Tuhan. Selalu beribadah di sepanjang waktu. Menyucikan diri jiwa dan raga. Menjauhlah keburukan yang menggoda dirimu. Ingat Tuhanmu, hidup yang damai dan hidup yang rukun.

Setelah pemimpin Reog Cemandi menyanyikan syair tersebut lalu para penari topeng mulai bergerak melakukan tariannya. Dalam tarian ini disertakan pula gerakan silat yang bertujuan menambah atraksi pada pertunjukannya. Usai menampilkan tarian, penari topeng dan penabuh kendang mulai berjalan meninggalkan lokasi pentas.

Pergeseran Fungsi dan Upaya Pelestarian Reog Cemandi

Foto: kikomunal-indonesia.dgip.go.id
info gambar

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nindia Aldinov Gustiani dari Universitas Negeri Surabaya, dalam kesenian Reog Cemandi telah terjadi beberapa kali pergeseran fungsi. Hal tersebut dilakukan oleh pegiat Reog Cemandi sebagai upaya adaptasi terhadap perkembangan zaman dan masyarakat. Pergeseran fungsi yang terjadi di antaranya adalah ketika masa Kolonial Belanda, Reog Cemandi berfungsi untuk menghalau penjajah yang akan masuk ke Desa Cemandi. Memasuki masa pasca kemerdekaan, Reog Cemandi mempunyai fungsi sebagai ritual dengan digunakan untuk kegiatan ruwat desa atau bersih desa setiap menjelang bulan puasa dan kegiatan selametan pada 1 Muharram sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang diberikan selama satu tahun. Kemudian pada tahun 1980-an hingga tahun 2000-an Reog Cemandi mulai difungsikan sebagai media hiburan pada acara karnaval seperti pada karnaval menyambut 17 Agustus atau kemerdekaan.

Memasuki tahun 2015 menurut Pak Susilo selaku generasi kelima pelestari Reog Cemandi, kesenian ini mulai diperkenalkan pada generasi muda sebagai bentuk alih generasi dengan memasukkannya dalam ekstrakulikuler di SD Negeri Cemandi 406 sampai saat ini. Upaya melestarikan dan memperkenalkan Reog Cemandi pada masyarakat baik itu di dalam Kabupaten Sidoarjo maupun di luar Sidoarjo terus dilakukan oleh para seniman pegiat dan pemerintah. Sampai akhirnya pada tahun 2018 Reog Cemandi secara resmi ditetapkan oleh Kemendikbud sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Kabupaten Sidoarjo seperti yang tercantum dalam website warisanbudaya.kemdikbud.go.id.

Referensi

Dwiyani, N.A. (2017). Kesenian Reog Cemandi Di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2005-2015. Jurnal Pendidikan Sejarah Unesa Vol. 5, No. 1.

Gustiani, N.A. (2020). Pergeseran Fungsi Reog Cemandi Di Desa Cemandi Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Pemikiran Seni PertunjukanUnesa Vol. 1, No. 15.

Website warisanbudaya.kemdikbud.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NI
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini