Adat Pengantin "Putri Jenggolo": Upaya Melestarikan Budaya Leluhur Sidoarjo

Adat Pengantin "Putri Jenggolo": Upaya Melestarikan Budaya Leluhur Sidoarjo
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Kawan GNFI yang berdomisili di jawa pasti seringkali menjumpai atau bahkan pernah terlibat langsung dalam sebuah pernikahan yang dikonsep dengan adat jawa ala Yogya atau Solo. Ketika membicarakan konsep pernikahan dengan adat jawa, maka kemungkinan besar pilihannya akan mengerucut pada kedua konsep tersebut. Namun ternyata, konsep pernikahan adat jawa tidak harus mengerucut pada konsep Yogya atau Solo saja. Sebuah konsep adat pengantin dari Sidoarjo Jawa Timur yang biasa dikenal dengan sebutan Pengantin “Putri Jenggolo” dapat menjadi opsi lain dari pernikahan dengan konsep adat jawa.

Mungkin namanya masih terdengar asing bagi masyarakat, bahkan di Sidoarjo sendiri konsep adat pengantin ini belum begitu populer. Meskipun demikian, menurut website warisanbudaya.kemdikbud.go.id konsep adat pengantin ini sudah secara sah tercatat menjadi Warisan Budaya Takbenda dari Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2018. Maka dari itu, tulisan ini hadir untuk turut serta mempopulerkan dan memperkenalkan keberadaannya agar semakin dikenal oleh masyarakat.

Latar Belakang Terciptanya Adat Pengantin Putri Jenggolo

Menurut Pak Sudirman selaku budayawan Sidoarjo yang dirangkum dalam penelitian Amelia Anggraini dari Universitas Negeri Surabaya menjelaskan bahwa terciptanya adat pengantin Sidoarjo ini pada mulanya berawal sebelum tahun 2000-an ketika ada salah seorang perias senior dari Kecamatan Krian yang menyampaikan ide tentang adat pengantin asli Sidoarjo. Kemudian beliau menyampaikan gagasannya kepada Harpi (Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia) Melati Sidoarjo agar Sidoarjo mempunyai baju pengantin yang otentik. Sehingga Harpi Melati Sidoarjo menggandeng budayawan untuk melakukan riset dan observasi peninggalan kebudayaan yang ada di Sidoarjo. Peninggalan kebudayaan ini nantinya akan diterapkan pada adat dan tata rias pengantin yang otentik dari Sidoarjo.

Butuh waktu riset dan observasi yang cukup panjang untuk mengolah serta menerapkan peninggalan kebudayaan Hindu-Budha di Sidoarjo pada konsep adat rias pengantin ini. Dalam wawancara Pak Sudirman dengan Radar Sidoarjo pada 2020, beliau menyebutkan baru pada 29 Agustus 2006 adat rias pengantin ini dikukuhkan dengan nama “Putri Jenggolo”. Nama tersebut diambil dari nama Kerajaan Jenggolo yang dulunya pernah berdiri di wilayah Delta Brantas atau yang kini bernama Sidoarjo pada tahun 1042 Masehi. Konsep adat pengantin ini juga diadaptasi dari artefak atau peninggalan budaya masa kerajaan Hindu-Budha yang ada di Sidoarjo seperti Candi Pari dan Candi Dermo.

Ciri Khas Adat Pengantin Putri Jenggolo

Adat pengantin Putri Jenggolo mempunyai ciri khas yang melekat dan terdapat pada aksesoris busananya. Menurut penelitian Kencana dan Mutimmatul dari Universitas Negeri Surabaya, ciri khas mencolok terlihat pada pengantin putri yang menggunakan sanggul gelung keling hasil adaptasi dari Candi Pari. Selain itu, pengantin putri juga menggunakan aksesoris utama pada kepala yang diberi nama Jamang. Jamang ini terinspirasi dari ragam hias Candi Dermo yang mempunyai 3 lengkungan menyerupai wajah hewan. Dengan detail jamang berupa kuncup bunga cempaka bermakna cinta abadi dan harapan pengantin agar hidup mengayomi, harmonis, serta tentram selamanya. Sementara itu, pada pengantin pria ciri khasnya terletak pada aksesoris kepala yang menggunakan udeng pacul gowang khas Sidoarjo. Selebihnya, untuk kelengkapan tata rias yang lainnya seperti pakaian dan jarik yang digunakan dalam adat Putri Jenggolo ini masih berkiblat pada tata rias seperti yang digunakan di Jawa Tengah. Hal ini tidak lepas dari pengaruh budaya Yogya dan Jawa Tengah yang sudah terlanjur kental mempengaruhi budaya di Jawa Timur sejak masa Kesultanan Mataram.

Rangkaian Upacara Adat Pengantin Putri Jenggolo

Menurut Pak Sudirman selaku budayawan Sidoarjo, adat pengantin Putri Jenggolo mempunyai rangkaian upacara juga yang dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap pra-nikah, tahap menikah, dan tahap pascamenikah. Ketiga tahapan ini hampir sama seperti adat pernikahan jawa pada umumnya tetapi yang membedakan terletak pada tahap pascamenikah atau temu manten. Pada tahap temu manten ini terdapat makna yang tidak bisa dipisahkan dari tradisi masyarakat Sidoarjo. Hal itu bisa dilihat dari prosesinya yang meliputi:

  1. Rebut jago loro pangkon yang bermakna merebut hati gadis pujaan membutuhkan pertarungan batin.
  2. Prosesi kedua adalah tukar kembar mayang rontek, kembang mayang adalah sebuah hiasan yang terbuat dari anak pisang dihiasi janur dan bunga jambe bermakna lambang perjaka dan gadis dari kedua mempelai.
  3. Prosesi ketiga adalah memberi bekusut, bekusut adalah uang yang diberikan oleh mempelai putra kepada mempelai putri dan bermakna nafkah lahir batin pada istri.
  4. Prosesi keempat adalah menginjak gandik dan pipisan, gandik dan pipisan adalah alat untuk menghaluskan jamu. Maknanya kedua mempelai tetap sehat dan jauh dari segala penyakit.
  5. Prosesi kelima adalah tutuk telur yang bermakna pengantin putri nantinya akan mengandung anak dari pernikahan tersebut.
  6. Prosesi berikutnya adalah mendudukkan kedua mempelai oleh orang tua,
  7. Dilanjutkan dengan prosesi jemput besan.
  8. Lalu kedua mempelai akan masuk prosesi makan nasi kuning bersama saling menyuapi dengan makna dalam berkeluarga harus menerima dan saling memberi.
  9. Terakhir adalah prosesi sungkeman atau memohon restu pada orang tua untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Upaya Pengenalan di Masyarakat

Meskipun sudah tercatat sebagai karya budaya dalam website warisanbudaya.kemdikbud.go.id dan melalui riset yang cukup panjang tetapi nyatanya masih belum banyak masyarakat yang memilih adat pengantin Putri Jenggolo ini. Hal itu seperti yang disampaikan oleh Nasucha selaku Ketua Harpi Melati Sidoarjo dalam wawancaranya dengan Jawapos.com pada tahun 2016 bahwa pakian adat jenggolo dianggap sudah kuno oleh masyarakat. Sehingga kemudian secara bertahap pakian adat pengantin Putri Jenggolo mulai melakukan riset untuk modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Diantaranya menurut penelitian Edo Shamsidar dari Universitas Negeri Surabaya yaitu modifikasi agar nyaman digunakan pada busana pengantin muslim dengan penataan jilbab yang sesuai dengan bentuk busana pengantin dan lain sebagainya. Harapannya agar masyarakat khususnya di Sidoarjo semakin banyak yang mengenal dan menggunakan adat pengantin Putri Jenggolo ini. Mengingat, adat penganti “Putri Jenggolo” merupakan karya budaya yang diilhami oleh budaya leluhur Sidoarjo.

Referensi

Anggraeni, A. (2022). Kajian Tata Upacara Adat Pengantin Jenggolo Sidoarjo. E-jurnal Unesa Vol. 11, No.1.

Shamsidar, A.E., Kusstianti, M. (2018). Modifikasi Tata Rias Pengantin Muslim “Putri Jenggolo” Sidoarjo. E-jurnal Unesa Vol. 7, No. 3.

Wijaya, K.A., Faidah, M. (2020). Rekayasa Desain Aksesoris Jamang Pada Tata Rias Pengantin Putri Jenggolo Terinspirasi Candi-Candi Di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Ilmu Humaniora Unja Vol. 4, No. 2.

https://www.jawapos.com/features/01872/melihat-kiat-harpi-melati-sidoarjo-melestarikan-busana-adat-jenggolo

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=8780



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NI
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini