Hari Kesadaran Tsunami, Cerita dari Jepang dan Mitigasi Bencana Kearifan Lokal dari Aceh

Hari Kesadaran Tsunami, Cerita dari Jepang dan Mitigasi Bencana Kearifan Lokal dari Aceh
info gambar utama

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 5 November sebagai Hari Kesadaran Tsunami Sedunia. Sejak ditetapkan pada Desember 2015, PBB mengajak masyarakat dunia untuk memperingatinya, agar orang-orang semakin sadar dan mengetahui segala hal tentang tsunami dan bahayanya.

Dipilihnya 5 November sebagai Hari Kesadaran Tsunami Sedunia adalah sebagai penghargaan kepada Hamaguchi Goryo atas tindakan heroiknya menyelamatkan 400 nyawa ketika terjadi tsunami di Jepang pada tahun 1854. Kisah tersebut dikenal dengan sebutan “Inamura No Hi” atau “Api dari Tumpukan Padi”.

Diceritakan, pada hari itu terjadi gempa bumi Ansei-Nankai. Hamaguchi Goryo membakar lumbung padi miliknya sendiri yang terletak di atas bukit. Goryo melakukannya karena ia tidak memiliki banyak waktu untuk memberitahu penduduk desa yang berada di area pantai, bahwa tsunami akan segera datang.

Para penduduk tidak menyadari tanda-tanda akan datangnya tsunami, saat terjadi gempa. Mereka terlalu sibuk mempersiapkan festival panen pada hari itu. Ketika melihat lumbung padi yang terbakar, mereka semua panik dan berbondong-bondong pergi ke bukit untuk memadamkan api. Beberapa saat setelah mereka tiba di bukit, tsunami langsung menghantam desa mereka. Mereka berpendapat bahwa api dari kebakaran lumbung padi itu yang telah menyelamatkan mereka dari tsunami.

Indonesia Rawan Tsunami

Tentu kita ingat kejadian mega tsunami di wilayah Aceh-Andaman pada tahun 2004. Ternyata itu bukan tsunami pertama di Indonesia. Berdasarkan penelitian paleoseismologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bencana gempa-tsunami di wilayah Aceh pernah terjadi sekitar tahun 1390 dan 1450. Tsunami 1450 diduga sebagai penyebab kemunduran Kerajaan Islam Samudra Pasai.

Katalog Tsunami Indonesia Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, dalam rentang tahun 1629-2018, telah terjadi 176 tsunami. Sebagian diakibatkan oleh gempa, beberapa lainnya diakibatkan longsoran dan akibat letusan gunung berapi. Tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 terjadi karena gempa bumi besar yang memicu tsunami. Kemudian berulang lagi di Pangandaran pada 2006, di Palu pada 2018, dan di Banten pada 2018.

Menurut data BMKG, Pantai Selatan Jawa telah dilanda 20 kali kejadian tsunami yang dipicu oleh goncangan gempa bumi. Wilayah yang pernah dilanda tsunami tersebut adalah Pangandaran (1921 dan 2006), Kebumen (1904), Purworejo (1957), Bantul (1840), Tulungagung (1859), Jember (1921) dan Banyuwangi (1818, 1925, 1994).

Tsunami Palu, 2018
info gambar

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan, potensi gempa bumi megathrust yang dapat memicu terjadinya tusnami akan terus ada di bagian selatan Pulau Jawa.

“Megathrust akan terus ada, enggak akan berakhir potensi ini. Potensi tsunami lengkap kita punya banyak sekali tide gauge (alat pengukur ketinggian level air, red.) yang bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial/ BIG,” kata Daryono setelah acara dialog di BMKG, Jakarta, Jumat (3/11), seperti dikutip laman berita ANTARA.

Deteksi Dini Tsunami

Daryono menjelaskan, tingginya aktivitas kegempaan di wilayah selatan Pulau Jawa, karena merupakan titik zona subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia.

“Potensi gempa tertinggi bisa mencapai 8,7 Skala Richter dan resiko paling parah bisa menimbulkan tsunami dan gelombang tinggi mecapai 18 meter,” tambahnya. Potensi tsunami dahsyat tersebut bisa terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur.

Merespon kondisi itu, Kepala BMKG Pusat Dwikorita Karnawati turun ke Banyuwangi. Pihaknya bersama petugas BMKG Stasiun Meteorologi Klas III Banyuwangi, BPBD dan warga mengecek langsung alat dan jalur evakuasi di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.

Dusun Pancer dipilih karena di tempat tersebut pernah terjadi bencana tsunami pada 1994. Puluhan warga menjadi korban, serta banyak mengakibatkan kerusakan.

“Ini merupakan bagian dari penerapan Peraturan Presiden nomor 93 tahun 2019 mengenai pengembangan dan penguatan sistem informasi dan peringatan dini tsunami. Pesan Presiden dalam memberikan peringatan dini harus cepat dan tepat,” kata Dwikorita.

Alat deteksi tsunami. Sumber: brin.go.id
info gambar

Peneliti Senior Pusat Penelitian Mitigasi Bencana & Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr. Ir. Amien Widodo, M.Si, menyoroti tentang pengembangan alat dan teknologi deteksi dini tsunami.

Menurutnya, investasi ratusan miliar rupiah paska gempa tsunami Aceh 2004 untuk menghasilkan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia, kembali dipertanyakan efektifitasnya dalam mencegah jatuhnya korban jiwa. Gempa bumi Palu, Sulawesi Tengah dengan magnitudo 7,5 Skala Richter pada 28 September 2018, pukul 18.02 WITA dan diikuti tsunami tanpa peringatan. Akhir Desember 2018 di Selat Sunda terjadi lagi tsunami tanpa ada gempa yang terjadi, sehingga tsunami tersebut tanpa peringatan dini.

“Sistem Peringatan Dini (SPD) bukan alat utama dalam menghadapi ancaman sebab alat tersebut mempunyai keterbatasan, bisa ngadat/ rusak atau hilang”, kata Amien.

Menurut keterangan Amien, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pernah menyatakan bahwa seluruh BUOAY (alat terapung yang bisa mendeteksi gelombang yang disebabkan oleh gempa bumi bawah laut, red.) tsunami yang terpasang sudah tidak mengirim pesan sejak tahun 2012.

“Kesiapsiagaan masyarakat menghadapi gempa bumi dan tsunami bukan sekadar masalah teknologi melainkan juga masalah sosial budaya dan ekonomi politik yang perlu dilatihkan secara kontinyu agar bisa menjadi budaya. Kesiapsiagaan masyarakat tidak boleh ditinggalkan”, tambahnya.

Mitigasi Tsunami Kearifan Lokal

Dalam Katalog Tsunami BMKG disebutkan, pernah terjadi gempa bumi besar berkekuatan 7.6 SR yang berpusat di sebelah barat Pulau Simeulue, Aceh pada Januari 1907. Gempa tersebut menyebabkan gelombang tsunami yang mengakibatkan lebih dari 300 korban jiwa dan kerusakan parah di sepanjang pantai dan daratan Simeulue.

Diceritakan dalam Ekspedisi Cincin Api, Hidup Mati di Negeri Cincin Api (2013), kala itu setelah gempa bumi, banyak masyarakat Simeulue yang menuju ke pinggir laut untuk menangkap ikan karena air laut yang surut. Tak disangka, gelombang tsunami tiba-tiba muncul dan menggulung banyak orang, pohon-pohon, perahu, serta rumah-rumah warga.

Kejadian menyedihkan itu menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Simeulue. Mereka menceritakan peristiwa tsunami itu dalam Syair Smong. Dalam Syair Smong terdapat pelajaran mengenai cara mitigasi bencana tsunami, yaitu ketika terjadi gempa, lalu air laut surut, segeralah lari menuju bukit.

Syair tersebut sering dilantunkan hingga sekarang, agar semua orang bisa mengambil pelajaran.

Sumber:

https://www.antaranews.com/berita/3806742/bmkg-potensi-tsunami-akibat-megathrust-di-selatan-jawa-akan-terus-ada

https://www.its.ac.id/tgeofisika/id/memperingati-hari-kesadaran-tsunami-5-november-2/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Imam Muttaqin lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Imam Muttaqin.

Terima kasih telah membaca sampai di sini