Mengenal Sape, Alat Musik Dayak yang Mengiringi Welcoming Dinner World Water Forum ke-10

Mengenal Sape, Alat Musik Dayak yang Mengiringi Welcoming Dinner World Water Forum ke-10
info gambar utama

Welcoming dinner atau sambutan makan malam untuk tamu dari berbagai negara dan delegasi diisi dengan penampilan musik daerah. Para hadirian merupakan mereka yang datang di World Water Forum ke-10 di Bali, tepatnya di Taman Garuda Wisnu Kencana (GWK) pada Minggu, 19 Mei 2024.

Adapun penampilan pengisi acara musik tersebut berlangsung dengan syahdu dan indah dengan iringan alunan musik tradisional Indonesia, yaitu Sape.

Sape merupakan alat musik tradisional asal Kalimantan, tepatnya Dayak. Bentuk instrumen tersebut menyerupai gitar dan cara memainkannya dengan dipetik. Pementasan musik Sape pada welcoming dinner World Water Forum ke-10 ini dibawakan oleh seniman bernama Ayuan Pradiwa.

Ayuan Pradiawa memainkan Sape lengkap dengan tataran riasnya yang cantik dan juga pakaian khas Dayak yang menawan. Pada malam itu, Ayuan Prawida memainkan lagu-lagu populer dengan Sape seperti lagu “Karena Su Sayang” oleh Near ft Dian Sorewea, “A Thousand Years” oleh Christina Perri, “Menghapus Jejakmu” oleh Noah, dan “Nothing’s Gonna Change My Love for You” oleh George Benson.

Baca Juga: Bali Street Carnival Libatkan Sanggar Seni Meriahkan World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali

Sape biasanya digunakan untuk mengiringi acara hajatan dan berbagai tarian di suku Dayak. Sape juga merupakan alat musik yang berfungsi untuk mengungkapkan perasaan kegembiraan, sayang, kerinduan, sampai rasa kesedihan.

Pada dahulu kala, instrumen tersebut dipercaya memiliki makna yang berbeda berdasarkan waktu dimainkannya. Apabila dimainkan saat siang hari, Sape akan menghasilkan irama-irama yang seperti pengungkapan perasaan gembira dan bahagia. Sedangkan apabila dimainkan pada malam, Sape menghasilkan irama yang bernada sedih, sendu, atau syahdu.

Sape juga dimanfaatkan oleh suku Dayak untuk menyampaikan pujian-pujian kepada yang kuasa, entah itu berupa roh-roh ataupun manusia yang memiliki kuasa.

Sape terbuat dari kayu Adau yang dapat ditemukan di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu). Kemudian akan diukir dengan berbagai corak tradisional khas suku Dayak yang memenuhi permukaan kayu alat musik ini dengan panjang sekitar 1 meter.

Baca Juga: Mengenal Sagara Kerthi, Tradisi Bali yang Memukau Delegasi World Water Forum ke-10

Yohanes Avun selaku Wakil Bupati Mahulu juga melakukan upaya-upaya untuk melestarikan alat musik tradisional suku Dayak tersebut, salah satunya dengan cara komunitas seniman Sape bernama Grup Sape Putra Daerah (GSPD).

Komunitas ini didirikan sejak 15 Juli 2018 di Kabupaten Mahulu dan telah tersebar sampai 37 kampung dan desa. Yohanes Avun mengungkapkan bahwa komunitas GSPD ini berkembang pesat di Mahulu dan hampir seluruh desa terdapat cabang-cabang dari kelompokt ersebut.

Sape memang memiliki hubungan yang sangat erat dengan kebudayaan suku Dayak di Kabupaten Mahulu. Alat musik tradisional itu juga sangat unik apabila dikolaborasikan dengan alat musik modern, seperti bass, drum, dan keyboard.

Sape tersebar di wilayah Malinau, Samarinda Kutai Barat, dan Mahakam Ulu. Namun, hanya ada di Kalimantan saja, Sape juga dapat ditemukan di luar negeri seperti di Malaysia dan Brunei Darussalam.

Referensi:

https://voi.id/musik/382622/lantunan-indah-pertunjukan-musik-sape-meriahkan-wwf-ke-10-di-bali

https://indonesia.go.id/ragam/seni/seni/dentingan-sape-meremukkan-tulang-belulang

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FZ
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini