Waste-to-Energy, Solusi Permasalahan Sampah dan Alternatif Energi Berkelanjutan

Waste-to-Energy, Solusi Permasalahan Sampah dan Alternatif Energi Berkelanjutan
info gambar utama

Sampah merupakan salah satu permasalahan yang masih terus dicari solusinya hingga saat ini. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi berakibat pada meningkatnya jumlah konsumsi masyarakat. Peningkatan jumlah konsumsi menyebabkan semakin meningkatnya kuantitas sampah yang dihasilkan, baik sampah rumah tangga maupun sampah industri.

Berdasarkan Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022, jumlah sampah nasional mencapai 21,1 juta ton. Di mana 65,71% (13,9 juta ton) dapat terkelola, sedangkan sisanya 34,29 (7,2 juta ton) belum dikelola dengan baik.

Penumpukan sampah tersebut dapat menimbulkan dampak lingkungan yang merugikan, sehingga diperlukan suatu jalan keluar untuk meminimalisir dampak negatif tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut ialah waste-to-energy. Di sisi lain, metode ini juga dapat menjadi energi berkelanjutan dibandingkan bahan bakar fosil.

Waste-to-Energy (WtE) adalah pemanfaatan sampah yang tidak dapat didaur ulang sebagai sumber energi, baik dalam bentuk uap, listrik, atau panas. Untuk sampah menjadi energi, terdapat tiga proses konversi sampah menjadi energi, yaitu termokimia, physicochemical, atau biokimia.

Mengubah Limbah menjadi Energi Berkelanjutan dengan PLTBm

Teknologi yang menggunakan proses termokimia di antaranya: insinerasi (pembakaran langsung), gasifikasi, dan pirolisis (pemanasan) yang akan menghasilkan bahan bakar padat atau cair. Teknologi yang memanfaatkan proses psychochemical adalah ekstraksi yang menghasilkan bahan bakar cair. Sedangkan, teknologi yang memanfaatkan biokimia di antaranya: fermentasi dan anaerobic digestion (pemecahan material organik tanpa oksigen) yang akan menghasilkan bahan bakar gas.

Metode yang umumnya digunakan dalam WtE adalah metode insinerasi. Insinerasi atau pembakaran langsung merupakan suatu proses pembakaran secara termal pada suhu 850-1400 derajat Celcius di dalam insinerator. Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran akan dipulihkan menggunakan boiler.

Di dalam boiler, terjadi pertukaran panas antara gas hasil pembakaran dengan air yang akan menghasilkan uap. Uap panas tersebut akan mengonversi air dalam boiler menjadi steam. Kemudian, steam menggerakan turbin yang terhubung pada generator listrik sehingga menghasilkan suatu energi listrik.

Dampak Positif dan Negatif Waste-to-Energy

Waste-to-Energy merupakan salah satu metode yang dapat mengurangi sampah secara signifikan.

Terdapat beberapa kelebihan dari metode waste-to-energy, di antaranya mengurangi ketergantungan sampah bahan bakar fosil, mengurangi volume sampah yang menumpuk di TPA, menjadikan sampah lebih bermanfaat, serta menyediakan energi bersih dan berkelanjutan.

Menjelajahi Energi Terbarukan: Solusi Ramah Lingkungan untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Meskipun memiliki beberapa manfaat, WtE juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini karena WtE menghasilkan gas beracun yang mengandung karbondioksida, dioksin, sulfur, nitrogen, furan, dan asam klorida. Apabila mekanisme kontrol tidak efektif, maka gas beracun tersebut dapat terlepas secara bebas. Tentunya, hal tersebut memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia.

Di antara polutan yang dihasilkan WtE, dioksin merupakan yang paling berbahaya. Dikutip dari United Nations Environment Programme (UNEP), sumber utama dioksin yang berhamburan di udara adalah insinerator.

Sementara, telah disebutkan sebelumnya bahwa metodeinsinerasi merupakan metode yang umum digunakan pada WtE. Selain itu, pembangunan WtE juga memerlukan biaya lebih besar dibandingkan metode pengolahan sampah lainnya.

Pembangunan PLTSA di Indonesia

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) diatur dalam Peraturan Presiden No 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah. Regulasi ini menjelaskan bahwa PLTSa di Indonesia perlu dibangun dalam rangka mengubah sampah menjadi sumber energi serta meningkatkan kualitas lingkungan.

Dalam hal ini, PLTSa disebut sebagai suatu energi alternatif yang berkelanjutan. Melalui program ini, diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam mengatasi permasalahan tumpukan sampah dan menjadi pilihan energi untuk beralih dari bahan bakar fosil.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 12 kota di Indonesia sejak 2019 hingga 2022. PLTSa yang dibangun terletak di DKI Jakarta, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado.

Mengenal Peranan Penting Startup EBT dalam Masa Depan Energi Berkelanjutan

Waste-to-Energy (WtE) merupakan sebuah alternatif yang dapat dipilih untuk menanggulangi permasalahan penumpukan sampah dengan mengubahnya menjadi sumber energi. Dengan memanfaatkan sampah yang sebelumnya dianggap sebagai limbah, WtE mampu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta mengurangi volume sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Namun, perlu diperhatikan bahwa WtE juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan, terutama terkait dengan emisi gas beracun seperti dioksin yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan WtE harus
dilakukan dengan cermat dan dilengkapi dengan mekanisme kontrol yang efektif untuk meminimalkan dampak negatifnya.

Referensi:


[1] Kemenko PMK, “7,2 Juta Ton Sampah di Indonesia Belum Terkelola Dengan Baik.” Accessed: May 18, 2024. [Online]. Available: https://www.kemenkopmk.go.id/72-juta-ton-sampah-di-indonesia-belum-terkelola-dengan-baik
[2] S. N. Qodriyatun, “Pembangkit Listrik Tenaga Sampah: Antara Permasalahan Lingkungan dan Percepatan Pembangunan Energi Terbarukan,” aspirasi, vol. 12, no. 1, pp.
63–84, Jun. 2021, doi: 10.46807/aspirasi.v12i1.2093.
[3] M. Yuliani, “INCINERATION FOR MUNICIPAL SOLID WASTE TREATMENT,” J Rekayasa Lingkungan, vol. 9, no. 2, Dec. 2016, doi: 10.29122/jrl.v9i2.1997.
[4] Waste 4 Change, “Waste to Energy (WTE): Jawaban Atas Permasalahan Sampah?” Accessed: Apr. 29, 2024. [Online]. Available: https://waste4change.com/blog/waste-to-energy-wte-indonesia/
[5] “Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar.”

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AD
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini