Apakah Penting UMKM Memiliki Sertifikasi Halal?

Apakah Penting UMKM Memiliki Sertifikasi Halal?
info gambar utama

Pada era modern saat ini, sertifikasi halal pada produk merupakan sebuah tuntutan bagi pelaku usaha di Indonesia agar mendapatkan jaminan atas kehalalan produk yang dikonsumsi. Pelaku usaha di Indonesia didominasi oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) (Rido dan Sukmana 2021).

Tercatat 99,99% dari seluruh pelaku usaha di Indonesia merupakan UMKM (Kemenkop dan UKM 2018). Pada Peraturan Undang-Undang no. 20 Tahun 2008, kriteria UMKM dibedakan menjadi usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. UMKM menjadi sektor yang mampu berkompetisi dan menjadi pelaku usaha yang unggul terhadap daya saing dan pertumbuhan ekonomi negara (Nasution dan Lubis 2018).

Tidak dapat dipungkiri juga bahwa pengusaha UMKM merupakan pengusaha yang terdiri dari berbagai kalangan usia. Meningkatnya UMKM di Indonesia maka meningkat pula kesadaran akan pentingnya halal dalam sebuah produk (halal awareness).

Di Indonesia, halal sudah menjadi sebuah trend dalam pemasaran karena setiap pelaku konsumen akan selalu bertanya-tanya apakah produk yang akan dikonsumsi memiliki sertifikat halal atau tidak. Selain itu, trend halal menjadi sebuah kampanye global yang dikemas dalam bentuk halal lifestyle atau gaya hidup halal. Hal ini didasari karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga akan menuntut dan memiliki kewaspadaan atas kehalalan produk yang akan dikonsumsi atau digunakan (Rido dan Sukmana 2021).

Menyoroti Pentingnya Kesadaran Halal di Kalangan Konsumen Muslim

Gaya hidup halal tidak hanya berbicara tentang mengonsumsi makanan atau minuman, tapi juga berbicara tentang gaya berpakaian, bertata rias, berwisata, dunia farmasi, dan transaksi di perbankan.

Pada Selasa, 28 Mei 2024, penulis melakukan wawancara bersama salah satu pengusaha UMKM, yaitu Ana Cake. Ana Cake adalah UMKM bidang kuliner yang dikategorikan sebagai usaha mikro. Berdasarkan hasil wawancara, Ana sebagai pemilik usaha Ana Cake ini mengatakan bahwa saat ini usaha yang ditekuni belum memiliki sertifikasi halal. Adapun alasannya karena beliau belum mengetahui bagaimana cara melakukan sertifikasi halal pada sebuah produk makanan.

“Sebelumnya, sistem jualan saya dilakukan dengan sistem Pre-Order (PO). Jika berbicara dampak, saat ini tidak ada dampak negatif yang signifikan akibat dari tidak adanya sertifikasi halal pada produk makanan saya. Namun, di beberapa kesempatan ada beberapa konsumen yang menanyakan apakah makanan yang dijual sudah halal atau belum, karena saya beragama Islam jadi saya menjelaskan bahwa makanan yang saya jual halal dan terjauhi dari hal-hal yang diharamkan,” ujar Ana.

Menurut pemilik Ana Cake tersebut, sertifikasi halal pada produk yang dijual tetaplah sangat penting karena dengan adanya sertifikasi halal konsumen tidak perlu khawatir tentang produk makanan yang akan dikonsumsi. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa ada konsumen yang tidak jadi membeli produk makanan dari Ana Cake karena belum memiliki sertifikasi halal.

Oleh karena itu, Ana sebagai pemilik tetap akan melakukan sertifikasi halal pada produk makanan yang akan dijual dalam waktu dekat. Hal ini dikarenakan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama juga menyediakan layanan sertifikasi halal gratis pada tahun 2024 untuk satu juta pelaku usaha mikro dan kecil.

Program ini direncanakan untuk membantu pengusaha makanan dan minuman di kalangan usaha mikro dan kecil yang sudah wajib memiliki sertifikasi halal paling lambat 17 Oktober 2024.

Menuju Pariwisata Halal Dunia, Kawasan Kuliner di Labuan Bajo Tersertifikasi Halal

Dilansir pada situs resmi LPH USK (Lembaga Pemeriksa Halal Universitas Syiah Kuala), proses sertifikasi halal memerlukan dua puluh satu (21) hari kerja dengan proses sebagai berikut:

  1. Pemilik usaha melakukan pendaftaran melalui PTSP Halal (https://ptsp.halal.go.id) dan melengkapi persyaratan serta memasukkan produk/layanan yang akan didaftarkan.
  2. BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) akan memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan dan produk/layanan yang diajukan pemilik usaha. Jika sesuai akan dikirim ke LPH USK.
  3. LPH USK akan meng-input biaya pemeriksaan terhadap produk/layanan yang diajukan oleh pemilik usaha untuk diterbitkan invoice oleh BPJPH. Biaya terdiri dari biaya pemeriksaan, biaya pengujian, biaya akomodasi
  4. Pemilik usaha akan melakukan pembayaran atas invoice yang telah diterbitkan oleh BPJPH.
  5. BPJPH akan memeriksa pembayaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, jika sesuai BPJPH akan menerbitkan STTD (surat tanda terima pendaftaran), dan prosesnya dikirim ke LPH USK.
  6. LPH USK melakukan pemeriksaan dan/atau menguji kehalalan produk yang diusulkan oleh pemilik usaha.
  7. MUI (Majelis Ulama Indonesia) memberikan fatwa kehalalan Produk yang diusulkan oleh pemilik usaha.
  8. BPJPH menerbitkan sertifikat halal, dan pemilik usaha dapat mengunduhnya melalui aplikasi PTSP Halal.

Jadi, sangatlah penting bagi pengusaha UMKM untuk melakukan sertifikasi halal pada produk-produk yang akan dijual. Saat ini, pemerintah dan BPJPH juga memastikan bahwa proses sertifikasi halal dirancang secara efisien dan terjangkau bagi UMKM, yaitu prosedur yang sederhana, biaya yang terjangkau, waktu pengerjaan yang lebih cepat, penyediaan bantuan teknis, serta sosialisasi yang masif.

Bagi Kawan GNFI yang merupakan pelaku UMKM, jangan lupa untuk melakukan proses sertifikasi pada produk yang Kawan GNFI jual!

Dorong Potensi Ekonomi, Sertifikasi Halal Produk Mamin Digiatkan di 3000 Desa Wisata

Sumber Referensi:

  1. [Kemenkop & UKM] Kementerian Koperasi dan UKM. (2018). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2017-2018 [Internet]. [diunduh 2024, 10 Juni]. Tersedia pada: https://www.depkop.go.id/data-umkm
  2. Nasution, D. P., & Lubis, A. I. F. (2018). Peranan UKM terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik, 3(2), 58- 66.
  3. Rido, M., & Sukmana, A. H. (2021). The urgence of halal certification for MSME business. Jurnal of Applied Business and Banking (JABB), 2(2), 129-142.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini