Menapaki Riwayat Pembangunan Museum Papua di Jerman

Menapaki Riwayat Pembangunan Museum Papua di Jerman
info gambar utama

Pesona yang dimiliki Indonesia nyatanya tidak pernah berhenti memikat hati masyarakat dunia. Keanekaragaman budaya nusantara yang kali ini berhasil mencuri perhatian bahkan berasal dari wilayah paling timur tanah air, yaitu Papua.

Bukan hanya dalam bentuk apresiasi singkat atau keinginan untuk mempelajari secara sekilas, rasa kagum kali ini bahkan membuat seorang antropologi asal Jerman, Dr. Werner Weiglein, rela menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk mendalami budaya Papua, dan mendirikan Museum Papua di tanah kelahirannya, Jerman.

Museum Papua berada di sebuah kota bernama Gelnhausen, tepatnya beralamat di Hanauer Landstraße 32, pada lahan seluas kurang lebih satu hektare yang juga menjadi lokasi dari Rumah Budaya Indonesia dan dibangun sendiri oleh Weiglein.

Ada lebih dari 800 artefak budaya Papua yang disimpan pada museum tersebut. Yang pasti, kepemilikan artefak juga dilakukan Weiglein dengan melibatkan persetujuan dan campur tangan pihak pemerintah Papua selama masa pengumpulan hingga peresmian yang dilakukan pada tahun 2015.

Memiliki tujuan untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada warga Jerman, seluruh area museum yang dibangun Weiglein dipenuhi dengan nuansa ornamen khas Indonesia, sehingga merepresentasikan keindahan dan kultur Indonesia pada bangunan secara keseluruhan.

Melansir laman resmi Kemdikbud-Ristek, disebutkan bahwa koleksi yang ada di museum meliputi berbagai budaya dari masyarakat Papua, mulai dari patung, jimat, topeng, dan berbagai benda-benda budaya masyarakat di pulau paling timur Indonesia tersebut.

Kisah Pria dari Papua, Lepas Kesempatan Jadi Bupati Demi Bina Anak Jalanan di Nabire

Sosok di balik Museum Papua di Jerman

Pendiri Museum Papua
info gambar

Berdasarkan informasi yang dipublikasi oleh Lucky Saud, seorang diplomat Indonesia untuk Jerman, sosok Weiglein membagikan cerita mengenai bagaimana awal mula dirinya tertarik dengan Indonesia sampai akhirnya terpikir untuk membangunan museum, termasuk apa alasan dirinya lebih menyukai kebudayaan Papua dibanding kebudayaan Indonesia lainnya.

Dijelaskan, sosok yang sepanjang ceritanya fasih berbahasa Indonesia ini mulai mengenal Indonesia sejak tahun 1972. Menariknya, Weiglein yang kala itu berstatus sebagai mahasiswa dan ingin berwisata bersama teman-temannya justru pertama kali menginjakkan kakinya ke Indonesia dengan menjatuhkan pilihan pada wilayah Yogyakarta.

Dirinya lalu melanjutkan perjalanan sampai ke Bali menggunakan sepeda motor, dan banyak membangun hubungan pertemanan baru dengan masyarakat asli Indonesia sepanjang petualangannya. Setelah menyelesaikan pendidikan dan bekerja, Weiglein pertama kali memiliki kesempatan berkunjung ke Papua pada tahun 1978 dan langsung jatuh hati.

“Irian Jaya (Papua) itu luar biasa, saya paling senang dengan daerah sana” ungkap Weiglein.

Lebih lanjut, Weiglein lalu mulai bekerja sebagai pemandu wisata dan membawa banyak turis mancanegara yang berasal dari berbagai negara di wilayah Eropa untuk berkunjung ke Papua. Pekerjaannya itu ia lakukan untuk membantu memperkenalkan potensi wisata di Provinsi setempat.

Pada tahun 1995, Weiglein bersama dengan temannya yang merupakan orang Indonesia asli yang ia kenal saat sempat berwisata ke Bali, akhirnya bekerja sama membangun sebuah resort di Papua tepatnya Wamena, yang diberi nama The Baliem Valley Resort, dan masih ada hingga saat ini.

“Saya sampai hari ini peduli sekali, cinta Indonesia. Saya kenal baik seluruh Indonesia, tapi tetap Papua yang paling dikenal intensif,” bangga Weiglein.

Suku Asmat, Titisan Dewa yang Mendiami Bumi Papua

Ide awal membangun Museum Papua

Koleksi barang daerah Papua di Museum Papua Jerman
info gambar

Weiglein mengungkap, bahwa awalnya dia tidak terpikir untuk membangun museum, kecintaannya pada Papua hanya sebatas sering membawa hadiah (souvenir) barang khas Papua saat pulang ke Jerman.

Ide membangun museum dicetuskan oleh seorang teman yang juga berasal dari Gelnhausen, lokasi di mana Museum Papua saat ini berada. Teman Weiglein berpendapat bahwa barang-barang unik yang berasal dari Papua patut diketahui oleh publik dengan cara dibuatkan museum.

Weiglein akhirnya mulai mengembangkan ide mendirikan museum pada tahun 2013. Dijelaskan bahwa semua tahap persiapan sampai pembangunan dilakukan secara totalitas dengan meluangkan waktu, tenaga, dan materi yang tak sedikit.

Namun dari usahanya itu, Weiglein mengaku tidak menyesal dan justru merasa senang sekaligus bangga dengan hasil dari usaha yang dia lakukan dalam membangun Museum Papua.

Demi tetap menghormati pemerintah Indonesia terutama pemerintah daerah Papua, sebulan sebelum museum diresmikan pada tahun 2015, Weiglein bahkan mengunjungi Lukas Enembe, Gubernur Papua yang menjabat kala itu untuk menyampaikan undangan peresmian yang juga akan dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, yang pada tahun itu dijabat oleh Anies Baswedan.

Wilayah Paling Kaya di Papua, Pendapatannya Kalahkan Semua Kabupaten di RI
Tanda peresmian Museum Papua oleh Anies Baswedan
info gambar

Museum Papua pada akhirnya diresmikan pada tanggal 11 Oktober 2015 oleh Anies Baswedan. Sama seperti museum pada umumnya, beberapa benda ditempatkan berdasarkan wilayah spesifik tertentu dan diberi penjelasan dalam buku katalog benda dalam bahasa Jerman.

Informasi yang dimuat dari setiap benda yang dimiliki oleh museum berisi nama benda, penjelasan singkat, ukuran dan kegunaan, serta informasi penting lainnya terkait benda tersebut.

Selang beberapa bulan setelah peresmian, Mathius Awaiyouw yang menjabat sebagai Bupati Jayapura pada kala itu juga berkesempatan untuk berkunjung ke Jerman dengan difasilitasi sepenuhnya oleh Weiglein. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukan Weiglein sebagai wujud penghargaan dan rasa cintanya terhadap wilayah dan masyarakat Papua.

“Museumnya sangat besar dan bagus sekali. Kalau orang Eropa ingin mengetahui budaya Papua, dapat langsung ke museum itu dan dapat melihat apa saja keunikannya,” terang Mathius sepulang dari kunjungannya yang dipublikasi pada laman resmi pemerintah Kabupaten Jayapura.

Istora Papua Bangkit, Istana Olahraga Megah Pemegang 3 Rekor MURI

Pembangunan Rumah Budaya Indonesia

Rumah Budaya Indonesia
info gambar

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada area yang sama dengan Museum Papua juga dibangun Rumah Budaya Indonesia yang akhirnya diresmikan pada tahun 2018 oleh Mendikbud periode 2016-2019, yaitu Muhadjir Effendy.

Kala itu, pembangunan Rumah Budaya Indonesia bertujuan untuk menunjukkan kebudayaan Indonesia yang lebih luas. Tidak hanya Papua, namun juga kebudayaan yang berasal dari wilayah lain, seperti Jawa dan Bali.

Tak kalah dengan koleksi yang terdapat di Museum Papua, di wilayah yang baru dibangun tersebut juga terdapat barang-barang antik yang Weiglein dapatkan dari teman-temannya di Indonesia, untuk mengisi koleksi di museum yang ia bangun.

Koleksi di Museum Papua dan Rumah Budaya Indonesia
info gambar

Beberapa koleksi yang dapat ditemui pada Rumah Budaya Indonesia di antaranya beberapa patung yang ia dapat dari seorang teman asal Yogyakarta, bahkan ada sebuah patung berukuran paling besar setinggi 3 meter yang dibuat oleh keluarga perajin yang menekuni dunia seni selama 2-3 generasi.

Lebih lanjut, Weiglein juga mengungkap bahwa masyarakat setempat yang berkunjung ke Museum Papua selalu merasa senang dan takjub dengan keunikan koleksi yang dimiliki. Karenanya, Weiglein berharap bagi masyarakat Indonesia yang nantinya memiliki kesempatan berkunjung ke Jerman untuk bisa datang ke Museum Papua, dan menyadari potensi besar dari aset yang dimiliki oleh Papua.

“Saya harap kerja sama dengan pemerintah Indonesia lebih kuat dan lebih dekat lagi, kita bisa promosi terutama untuk potensi wisata ke Indonesia seperti Bali, dan wilayah Indonesia Timur yaitu Papua” tutup Weiglein.

Mewah di Ibu Kota, Nyatanya Fortuner dan Pajero Justru Jadi Angkot di Papua

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini