Museum Kayu Tuah Himba Tenggarong, Wisata Edukasi Alternatif di Kutai Kartanegara

Museum Kayu Tuah Himba Tenggarong, Wisata Edukasi Alternatif di Kutai Kartanegara
info gambar utama

Kutai Kartanegara merupakan sebuah kabupaten yang ada di Kalimantan Timur. Ibu kotanya adalah Tenggarong. Di sana terdapat berbagai destinasi yang sering didatangi wisatawan, dari pantai, bukit, danau, gua, hingga museum.

Salah satu tempat wisata yang menarik dikunjungi bila liburan ke Kutai Kartanegara, ialah Museum Kayu Tuah Himba. Di sana, pengunjung dapat melihat beragam koleksi jenis kayu yang ada di Indonesia. Arsitektur bangunan museum pun terbuat dari kayu yang membentuk rumah adat panggung khas Kalimantan.

Mengunjungi museum ini, wisatawan akan mendapatkan pengetahuan lebih soal benda-benda kayu bersejarah sambil menikmati keindahan bangunannya.

Baca juga : Mengenal Budaya dan Kehidupan Suku Dayak di Museum Balanga

Museum Kayu Tuah Himba Tenggarong

Museum Kayu Tuah Himba berlokasi di Jalan Museum Kayu, Panji, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara. Letaknya tak jauh dari kawasan Waduk Panji Sukarame. Museumnya sendiri berbentuk rumah panggung seluas 20x20 meter persegi.

Namanya diambil dari semboyan “Tuah Himba Untung Langgong”, yang artinya menjaga kekayaan hutan dan alam, maka manfaat yang diperoleh akan langgeng.

Museum ini dibangun pada tahun 1990-an dengan tujuan memperkenalkan kekayaan dan potensi hutan khas Kalimantan. Tak lupa memiliki harapan, agar masyarakat dapat menumbuhkan kecintaan dan kesadaran untuk melestarikan serta menjaga kekayaan alam yang sejatinya dapat dinikmati anak cucu nanti.

Latar belakang pembangunan museum ini juga berawal dari kekhawatiran soal musnahnya jenis-jenis kayu khas Kalimantan akibat penebangan hutan. Dampaknya banyak generasi penerus yang tidak mengenali kayu asli pulau ini.

Baca juga : Museum Kayu Sampit, Wisata Edukasi Alat Perkayuan di Masa Lampau

Koleksi museum kayu Tenggarong

Museum Kayu Tuah Himba memang tidak banyak memiliki koleksi bersejarah berupa peninggalan dari masa kerajaan atau prasejarah. Museum ini memang dibangun untuk mengumpulkan koleksi dan informasi khusus pada jenis-jenis kayu Kalimantan agar lebih banyak orang mengetahui keunikannya.

Memasuki kawasan museum, tentunya pengunjung akan disambut dengan pemandangan berupa aneka kayu. Di sana terdapat ornamen buaya raksasa berukuran enam meter dan bukan replika, melainkan buaya asli yang diawetkan. Ada pula, buaya Sangatta asli yang diawetkan dipajang di sebelahnya. Menurut cerita, kedua buaya tersebut berjenis kelamin jantan dan betina, serta telah menelan banyak korban karena menyerang manusia.

Kemudian, pengunjung dapat melihat langsung koleksi kayu yang hanya tumbuh subur di Kalimantan. Jumlah koleksi kayunya sendiri mencapai 220 jenis, dan di antaranya ada kayu ulin, yang memang hanya bisa tumbuh di Kalimantan saja.

Ada pun koleksi 200 jenis daun yang dikeringkan dan berasal dari pepohonan Kalimantan. Daun-daun tersebut dikelompokkan dengan apik oleh pengelola museum. Lalu, ada juga fosil kayu berusia raturan tahun dan berubah menjadi batu. Dari koleksi tersebut, seakan menjadi bukti bahwa alam dapat mengubah bentuk apapun dari alam itu sendiri.

Kawasan museum ini juga punya ruang ukuran. Di sana terdapat koleksi ukiran kayu khas Kalimantan yang sulit ditemukan di daerah lain, patung Dayak Kenyah, replika rumah betang, dan rumah panjang Suku Dayak berukuran mini yang tersusun rapi. Memasuki ruangan tersebut, pengunjung dapat merasakan sensasi seperti mengarungi pedalaman Kalimantan.

Koleksi lainnya ialah lempengan kayu kapur dengan diameter 60 cm. Umumnya, kayu dari pohon kapur digunakan sebagai fondasi bangunan, dan bila tumbuh di alam terbuka tinggi pohonnya bisa mencapai 60 meter.

Ada pula ruangan lain khusus untuk memamerkan berbagai kerajinan dari kayu. Di antaranya ada lampu taman, kerajinan rotan, kursi, meja, lemari, tempat tidur, dan berbagai perabotan rumah tangga.



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini