Gastrodiplomasi Menjadi Jalur untuk Meningkatkan Ekspor Rempah dan Kuliner Nusantara

Gastrodiplomasi Menjadi Jalur untuk Meningkatkan Ekspor Rempah dan Kuliner Nusantara
info gambar utama

Globalisasi di abad ke-21 ini bukan lagi menjadi imajinasi semu untuk dapat melewati garis geografis dalam upaya menyebarkan berbagai nilai. Kesempatan tersebut akhirnya kembali memercikkan semangat Indonesia untuk mengglobalkan nilai ke-Indonesia-an yang diwaliki dalam bentuk rempah-rempah nusantara.

Keotentikkan rempah-rempah nusantara memiliki ragam yang bervariasi pun dengan rasa serta hasil olahannya. Berdasarkan data yang dirilis Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia menempati posisi ke-4 sebagai negara penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Total produksinya (2016) sebanyak 113.649 ton dengan nilai ekspor mencapai 652,3 juta dolar AS.

Angka tersebut merupakan angka yang terdaftar beberapa tahun yang lalu yang mana tidak menutup kemungkinan adanya rempah-rempah lain yang belum masuk dalam daftar secara formal sehingga jumlahnya akan lebih dari angka produksi tersebut.

Negara tujuan ekspor komoditi rempah dan tanaman obat terbanyak tahun 2020 | GoodStats
info gambar

Berdasarkan data dari dokumen Ditjen Bea dan Cukai (PEB dan PIB) yang dikutip dari Publikasi Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada 2020 komoditi rempah dan tanaman obat Indonesia di ekspor sebanyak 275.295,1 ton ke berbagai negara.

Terdapat 5 negara yang menjadi pasar terbesar ekspor rempah Indonesia. Thailand konsisten menjadi salah satu negara dengan permintaan terbanyak dalam 10 tahun terakhir. Pada 2020, nilai ekspor ke Thailand mencapai 64.560,9 ton, angka tersebut jauh melebihi ekspor ke negara India dan Amerika Serikat.

Rempah-rempah dari Indonesia dalam Perjalanan Peradaban Dunia

Dampak yang timbul pasca kampanye program gastrodiplomasi di beberapa negara

Guna memanfaatkan potensi rempah dari bumi nusantara, agenda gastrodiplomasi pun mulai digaungkan Indonesia sebagai upaya mengenenalkan nilai Indonesia di kancah internasional. Gastrodiplomasi merupakan gabungan diplomasi budaya dan kuliner untuk membangun dan meningkatkan citra suatu bangsa.

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, pernah menyinggung program gastrodiplomasi dalam hubungan antar-negara. “Makanan adalah identitas nasional suatu bangsa. Gastrodiplomasi akan mendukung diplomasi ekonomi Indonesia" begitulah kalimat yang dilontarkan oleh Retno Marsudi terkait Gastrodiplomasi.

Indonesia Spice up the World | GoodStats
info gambar

Program Gastrodiplomasi yang digaungkan oleh Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) adalah "Indonesia Spice Up The World" yang merupakan salah satu program utama pemerintah dengan melibatkan lintas kementerian/lembaga sebagai salah satu upaya perluasan pemasaran produk bumbu atau pangan olahan dan rempah Indonesia.

Upaya tersebut juga mengikutsertakan kekuatan industri kuliner Indonesia dengan pengembangan restoran Indonesia di luar negeri sebagai bagian dari gastrodiplomasi restoran.

Target yang hendak dicapai dalam program ini adalah peningkatan nilai ekspor bumbu dan rempah menjadi 2 miliar dolar AS hingga tahun 2024 mendatang. Target lain yang dicanangkan adalah hadirnya 4.000 restoran Indonesia di luar negeri.

Gastrodiplomasi bukan hal baru bagi Indonesia dan dunia bilateral-multilateral. Gastrodiplomasi sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara sekitar, pun dengan Indonesia sebelumnya. Contohnya adalah Thailand, Jepang dan Korea Selatan.

Pada 2002, Thailand melakukan kampanye kuliner bertajuk "Global Thai Programme" dengan mendirikan restoran-restoran Thailand di negara lain. Hasilnya, terdapat 10 ribu restoran Thailand di berbagai negara di dunia pada 2011. Tak hanya itu, program ini juga mendatangkan peluang ekonomi, membangun kemitraan bagi koki Thailand, produk makanan dan budaya.

Sementara itu, Jepang membuat program kuliner “Shoku-bunka kenkyu suishin kondankai" pada 2005 yang membawa dampak populernya sushi di dunia.

Gastrodiplomasi juga dilakukan oleh Korea Selatan yang dikenal dengan “Global Hansik” dimulai pada 2009. Korea Selatan dilaporkan telah menghabiskan 77 juta dolar AS untuk kampanye ini. Agenda yang diusung dalam program ini juga kerja sama dengan media-media internasional, selebritis, dan politisi dunia.

Salah satu keputusan yang diambil oleh pihak pemerintah Korea Selatan yakni membuka lembaga riset khusus kimchi, mendorong kuliner Korea jadi mata kuliah khusus di sekolah-sekolah memasak, dan meluncurkan food truck makanan Korea.

Selain tiga negara di atas, Indonesia ternyata pernah melakukan program gastrodiplomasi menggunakan makanan nasional, rendang. Pada 2010, Indonesia pernah memiliki program gastrodiplomasi melalui program ”Rendang Diplomasi” yang digagas oleh William Wongso, seorang pakar kuliner. Hasilnya, pada 2011, rendang menjadi makanan terlezat di dunia menurut CNN.

Kemudian, pada 2015, William kembali memperkenalkan rendang di acara "Gala Dinner United States Chamber of Commerce" yang diselenggarakan di Amerika Serikat. Lalu, William juga sempat memandu koki ternama Gordon Ramsay membuat rendang dalam program National Geographic yang berjudul “Gordon Ramsay: Uncharted” pada 2020 lalu.

Rendang menjadi salah satu nilai yang mewakili Indonesia di wajah internasional. Rendang menjadi makanan yang terbuat dari berbagai macam olahan rempah nusantara. Hal tersebut menjadi salah satu peluang terbukanya ekspor rempah nusantara sebagai bahan baku berbagai makanan khas Indonesia yang disajikan di luar negeri.

Sandiaga Uno selaku Menteri Parekraf menyatakan bahwa Amerika Serikat menjadi pasar yang besar untuk pengembangan pasar rempah dan kuliner khas Indonesia dalam program gastrodiplomasi ini. Terdapat 5 makanan khas Indonesia yang menjadi andalan dalam program "Indonesia Spice Up The World" yakni Rendang, Sate, Soto, Nasi Goreng, dan Gado-gado.

Beberapa di antaranya terbuat dari olahan rempah yang beragam. Dengan dikenalnya kuliner khas Indonesia maka kemungkinan permintaan konsumsi kuliner tersebut dapat meningkat yang mana akan sejalan dengan permintaan rempah Indonesia sebagai penguat rasa otentik dari kuliner tersebut.

Kaya Akan Rempah Sejak Dulu, Indonesia Jadi Produsen Kayu Manis Terbesar di Dunia

Riwayat rempah Indonesia menjadi peluang pengembangan pasar ekspor rempah nusantara

Rempah kering maupun basah digunakan sebagai bumbu dapur dan obat herbal. | Foto : Shutterstock/Rifki Alfirahman
info gambar

Dikutip dari Indonesia.go.id, setidaknya ada 6 jenis rempah yang menjanjikan di pasar internasional, yakni lada, kayu manis, pala, cengkeh, kunyit, dan jahe.

  1. Lada

Lada banyak tersebar di Nangroe Aceh Darussalam, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, dan D.I. Yogyakarta. Pada 2016, lada menjadi komoditas rempah utama Indonesia dengan nilai ekspor mencapai 143,6 juta dolar AS atau sekitar 1,9 triliun rupiah.

  1. Cengkeh

Cengkeh tersebar di daerah Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatra Selatan, dan D.I. Yogyakarta. Pada 2016, nilai ekspor cengkeh mencapai nilai 11,3 juta dolar AS.

  1. Kayu Manis

Daerah persebaran kayu manis banyak terdapat di Jambi, Sumatra Barat, dan D.I. Yogyakarta. Pada 2016, nilai ekspornya adalah 44,8 juta dolar AS.

  1. Pala

Tanaman ini merupakan tanaman khas Banda dan Maluku. Pala banyak tersebar di Bengkulu, Maluku, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara. Pada 2016, nilai ekspornya mencapai 44,1 juta dolar AS.

  1. Jahe

Jahe menjadi salah satu komoditas rempah unggulan Indonesia yang nilai ekspornya di 2016 mencapai 2,6 juta dolar AS. Jahe memiliki khasiat bagi kesehatan terutama digunakan sebagai bahan obat herbal.

  1. Kunyit

Nilai ekspornya di tahun 2016 mencapai 3,5 juta dolar AS. Pemanfaatan kunyit sebagai bahan rempah dalam olahan kuliner nusantara adalah sebagai penguat warna alami yang memiliki rasa gurih. Selain itu, kunyit juga dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal di beberapa wilayah yang juga dikomersialisasi dalam produk kemasan.

Indonesia memiliki kekayaan rempah yang otentik dan sudah dikenal sejak lama, terbukti dengan Indonesia menjadi jalur rempah dunia. Pemerintah kini berusaha lebih untuk membuka peluang ekspor rempah di berbagai negara yang kini diinisiasi dengan program gastrodiplomasi dengan tema kampanye “Indonesia Spice Up The World”.

Tujuannya adalah meningkatkan devisa melalui hulu-hilir industri gastronomi (tata boga), khususnya rempah-rempah (spices), termasuk mempopulerkan makanan Indonesia melalui bumbu-bumbu siap pakai juga resto-resto Indonesia.

Hulu-hilir yang dimaksud adalah ketersediaan dan penyedia bahan mentah, bahan olahan hingga sampai pada restoran. Penyedia bahan mentah meliputi pertanian, perikanan, perkebunan sebagai industri hulu dan konsumsi kuliner nusantara melalui restoran di luar negeri sebagai hilir.

“Pada akhirnya (gastrodiplomasi) menciptakan demand terhadap bumbu jadi makanan Indonesia di resto-resto Indonesia, sampai dengan perdagangan, baik bumbu paste, dry spice, hingga komiditas rempa-rempah kita,” kata Ketua Tim Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) Prototip Destinasi Gastronomi di Ubud, Bali.

Dari keragaman jenis dan wilayah penghasil rempah-rempah, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pemasok rempah dunia yang dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Namun, selain euforia kampanye rempah Indonesia kepada dunia, berbagai persiapan serta evaluasi dari program sebelumnya juga harus diperhatikan.

Memulai langkah mengenalkan nilai Indonesia melalui rempah kepada dunia menjadi awal yang baik. Namun, konsistensi dan tanggung jawab semua pihak yang terlibat harus dikukuhkan sehingga program ini tidak hanya menjadi seruan semata melainkan juga langkah nyata.

Dimasak dengan Aneka Rempah, Ini 6 Olahan Bebek Nikmat Khas Nusantara

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

WL
IA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini