Rempah-rempah dari Indonesia dalam Perjalanan Peradaban Dunia

Rempah-rempah dari Indonesia dalam Perjalanan Peradaban Dunia
info gambar utama

*Penulis senior GNFI

Dulu ketika masih di SR – Sekolah Rakyat (sekarang SD) di tahun ’50an, saya mendapatkan pelajaran sejarah bahwa bangsa-bangsa penjajah dari Eropa seperti Belanda, Portugis dan Inggris itu datang ke Indonesia untuk mencari rempah- rempah. Saya sejak itu masih belum “ngeh” kenapa orang-orang barat itu susah-susah ke Indonesia hanya untuk mencari rempah, yang bagi saya yang awam- rempah itu hanya bumbu dapur. Hanya perlu bumbu dapur saja sampai Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, Portugis dan Inggris masing- masing 5 tahun.

Ternyata rempah Indonesia itu bukan sekedar hanya bumbu dapur, tapi itu merupakan peradaban dunia. Para ahli sejarah menemukan mumi para Firaun (Pharaoh) – raja-raja Mesir 4.000 tahun lebih lalu hidungnya di tutup dengan lada; Ratu Mesir jaman itu yang terkenal yaitu Cleopatra itu dikenal selalu memakai wangi-wangian atau parfum dari bahan-bahan alami seperti kayu manis dan kapulaga. Ada pertanyaan, dari mana rempah-rempah yang digunakan di kerajaan Mesir kuno itu; apakah itu dari nusantara?

Penulis yang juga pakar astronomi dan matematika Yunani yang hidup pada 100-168 Masehi, Claudius Ptolemy, pernah menuliskan Sumatra bagian utara sebagai daerah berbahaya karena diduga dihuni sejumlah masyarakat kanibal. Di sisi lain, daerah itu juga dikenal kaya dengan kamper, khususnya yang diekspor sejak abad ke-5 atau ke-6, melalui sebuah tempat yang bernama Barus, atau kita mengenalnya dengan kapur barus.

Rempah-rempah | Depositphotos.com
info gambar



Bapak Ir. Ananto Kusuma Seta, Ph.D Ketua Komite Jalur Rempah Kemendikbud dalam suatu diskusi dengan FISIP Unair menjelaskan bahwa rempah Indonesia itu adalah katalis peradaban dunia, rempah tidak hanya dipakai untuk makanan, tapi untuk kegiatan ritual keagamaan, untuk kecantikan, untuk bahan-bahan medis dsb yang dipakai oleh bangsa-bangsa lain ribuan tahun lalu. Rempah itu juga sudah dipakai oleh bangsa Indonesia dalam melakukan diplomasi dengan bangsa lain, diplomasi “Kehangatan” bukan diplomasi menekan.

Di candi Borobudur ada 63 relief species rempah-rempah di Nusantara in, dan ada juga relief sebuah kapal yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa sejak dulu bangsa Indonesia sudah melakukan hubungan dagang atau diplomasi dan berdagang dengan negara-negara lain di dunia. Kemungkinan juga kerajaan-kerajaan Mesir kuno ribuan tahun yang lalu juga sudah ada hubungan dengan Nusantara kalau melihat penggunaan rempah-rempah dalam kehidupan para raja-raja dan kaum ningrat. Dalam bidang kuliner atau makanan di Eropa misalnya, diketahui bahwa sebenarnya rasa makanan di negara-negara barat itu hambar tidak ada rasanya, baru ada “flavor” nya karena ditambahi rempah-rempah, seperti jahe, kayu manis, kapulaga, lada, merica dsb. Dalam acara dikusi di Unair itu, Duta Besa Indonesia untuk Ethiopia, Jibouti dan Uni Afrika Bapak Al Busyra Basnur menambahkan bahwa para wanita di Afrika itu terkenal dengan kebiasannya merawat kecantikan yang memakai bahan-bahan alami seperti rempah-rempah, termasuk wanita-wanita Afrika yang menjadi model terkenal di dunia.

Bangsa Indonesia harus bersyukur bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Esa memberi anugerah kepada bangsa ini tempat tumbuh nya berbgai ragam tumbuhan rempah-rempah itu. Data dari Library of Congress di Washington DC Amerika Serikat (perpustakaan ini memiliki lebih dari 38 juta buku dan bahan cetakan lainnya, sekitar 3, 6 juta rekaman, 14 juta foto-foto, 5,5 juta peta, 8,1 juta lembaran musik dan 70 juta manuskrip) menjelaskan bahwa abad 18 pala tumbuh di kepulauan Banda, cengkeh tumbuh di pantai barat Halmahera Maluku, dan diperdagangkan dalam jumlah yang terbatas, dan pada tahun 1450 an permintaan akan rempah ini naik drastis di Cina dan Eropa.Pada tahun-tahun antara 1390 an dan 1490an Eropa impor cengkeh naik hampir 1.000%, dan impor pala naik 2.000% dan permintaan ini terus naik sampai 120 tahun kedepan. Permintaan dari dunia waktu itu akan produk lada yang tumbuh di pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan juga naik drastis. Karena itulah bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba memperebutkan dan menguasai Nusantara.

Pada jaman kuno pun diketahui bahwa kerajaan Roma kuno membeli kayu manis dan lada dari India dan East Indies (nama Indonesia jaman penjajahan dulu). Dan rempah-rempah lainnya dari Indonesia sudah mencapai Roma lewat Madagaskar dan Afrika Timur lewat perjalanan laut dan darat (caravan).

Kalau kita mempelajari sejarah dunia masa lalu, dapat diketahui bahwa sebenarnya rempah-rempah dari Indonesia itu sudah memberi sumbangan bagi kemajuan peradaban dunia, karena rempah- rempah itulah bangsa-bangsa lain sejak jaman kuno dulu akhirnya mengenal dan megembangkan obat-obatan, menggunakannya untuk acara ritual keagaman, menjadikan bangsa lain mengenal masakan yang memiliki cita rasa tinggi karena rempah, memiliki kesadaran tinggi akan perlunya merawat tubuh/kecantikan dsb dsb.

Sudah saatnya sekarang kita, terutama para pendidik bangsa untuk memberi penjelasan kepada generasi muda tentang potensi bangsa dalam hal ini rempah-rempah sebagai katalis peradaban manusia, karena rempah-rempah itu memiliki filosofi, nilai-nilai luhur didalamnya, sudah menjadi media untuk hubungan diplomatik dengan negara-negara lain dan karena itu rempah-rempah bukan hanya bumbu dapur (seperti yang saya ketahui sejak masa kecil dulu).

Bagi pemerintah dan pelaku bisnis (terutama UMKM), perlu disadari bahwa komoditi rempah-rempah ini merupakan komoditi penting ekspor Indonesia (yang selama ini masih belum maksimal).

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

AH
AH
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini